Loading...
BUDAYA
Penulis: Tunggul Tauladan 11:13 WIB | Selasa, 09 September 2014

Kerukunan Umat Beragama dalam Sembahyang Liong Dupa

Kerukunan Umat Beragama dalam Sembahyang Liong Dupa
Sembahang Liong Dupa (Foto-foto: Tunggul Tauladan)
Kerukunan Umat Beragama dalam Sembahyang Liong Dupa
Delapan perwakilan umat beragama dan kepercayaan yang ada di Yogyakarta melakukan dia bersama. (Foto-foto: Tunggul Tauladan)
Kerukunan Umat Beragama dalam Sembahyang Liong Dupa
Etnis Tionghoa menancapkan dupa di sekujur badan Liong Dupa sebagai upaya memohon berkah di Perayaan Tiong Tju (Foto-foto: Tunggul Tauladan)

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Perayaan Tiong Tju atau dikenal pula dengan Perayaan Kue Bulan dihelat pada hari ke-15, bulan ke-8 dalam penanggalan Imlek. Tahun ini, Perayaan Tiong Tju jatuh pada Senin (8/9). Di Yogyakarta, Perayaan Tiong Tju yang diselenggarakan oleh Jogja Chinnese Art and Culture Centre (JCACC) ini dipusatkan di Klenteng Tjen Ling Kiong atau dikenal pula dengan nama Klenteng Poncowinatan, Jalan Poncowinatan, Kota Yogyakarta.

Menurut penanggalan Imlek yang dianut oleh etnis Tionghoa, pada hari ke-15, bulan ke-8 tersebut, bentuk bulan dalam keadaan bulat utuh. Pada saat tersebut, para anggota keluarga akan berkumpul, makan bersama, dan mensyukuri berkah yang telah diberikan oleh sang pencipta. Tradisi berkumpulnya anggota keluaga di setiap Perayaan Tiong Tju ini telah dilakukan sejak zaman Dinasti Ming di Cina.

“Pada hari ke-15 bulan ke-8 kalender Imlek tersebut, bulan berbentuk bulat penuh. Pada saat tersebut, seluruh keluarga akan berkumpul, makan bersama, dan mensyukuri berkah yang diberikan oleh sang pencipta. Perayaan Tiong Tju ini telah menjadi tradisi sejak Zaman Dinasti Ming yang merupakan sebuah perayaan untuk menghormati Dewi Bulan. Hal yang selalu ada dalam Perayaan Tiong Tju adalah kue bulan (mooncake),” ujar ketua panitia Perayaan Tiong Tju, Elin Subianti pada Senin (8/8) malam.

Perayaan Tiong Tju di Yogyakarta diawali dengan Sembahyang Liong Dupa. Liong Dupa adalah replika naga Tiongkok di mana di sekujur tubuh naga ini ditancapkan ratusan dupa. Dalam Sembahyang Liong Dupa ini juga dihelat doa bersama dari 8 pemuka agama dan kepercayaan di Yogyakarta, yaitu perwakilan dari agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, kepercayaan Konghucu, Tao, dan Kejawen.

Doa bersama antarperwakilan pemeluk agama dan kepercayaan yang ada di Yogyakarta tersebut menunjukkan bahwa keberagaman dapat dibingkai dengan indah di Yogyakarta. Hal ini sesuai dengan nafas dari Perayaan Tiong Tju itu sendiri, yaitu menjalin keakraban dan kerukunan antarumat beragama di Yogyakarta.

“Di Yogyakarta, Perayaan Tiong Tju ini tidak saja dirayakan dengan berkumpul antara keluarga, tetapi lebih luas, yaitu antarwarga Tionghoa dan warga Yogyakarta pada umumnya dari etnis manapun dalam suasana akrab dan penuh kerukunan,” demikian disampaikan oleh Ketua Paguyuban Alumni Sekolah Tionghoa Indonesia (PASTI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini.

Tujuan lain dari digelarnya Perayaan Tiong Tju adalah melestarikan budaya Tionghoa sebagai salah satu budaya Nusantara. Selain itu, Perayaan Tiong Tju juga sekaligus sebagai sarana edukasi bagi masyarakat Yogyakarta agar lebih mengenal keberadaan budaya dan membangun sifat peduli dan berbagi antarsesama umat manusia.

Perayaan Tiong Tju di Yogyakarta tahun ini merupakan perayaan ke-6. Selain menghelat Sembahyang Liong Dupa, Perayaan Tiong Tju juga dimeriahkan dengan tari-tarian khas Tionghoa, drama Dewi Bulan, serta atraksi barongsay di atas tongkat setinggi 2,5 meter.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home