Loading...
INDONESIA
Penulis: Sabar Subekti 08:07 WIB | Jumat, 11 November 2022

KNKT Laporkan Hasil Investigasi Kecelakaan Pesawat Sriwijaya Air

Nurcahyo Utomo, dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), menyampaikan laporan penyelidikan pesawat Sriwijaya Air yang jatuh pada 9 Januari 2021 saat konferensi pers di Jakarta, 10 November 2022. (Foto: AFP)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Sistem throttle mesin otomatis yang rusak yang tidak dipantau dengan benar oleh pilot menyebabkan kecelakaan mematikan pada Januari 2021 yang dialami peswat jet milik maskapai Sriwijaya Co 737-500, kata penyelidik kecelakaan udara Indonesia, KNKT (Komite Nasionbal Keselamatan Transportasi) dalam laporan akhir pada hari Kamis (10/11).

Kecelakaan yang terjadi di Laut Jawa setelah lepas landas dari Jakarta, yang menewaskan semua 62 orang di dalamnya. Itu adalah kecelakaan pesawat komersial besar ketiga di Indonesia dalam waktu enam tahun dan menyoroti catatan keselamatan udara yang buruk.

Masalah dengan sistem autothrottle yang secara otomatis mengontrol tenaga mesin telah dilaporkan 65 kali dalam catatan perawatan jet berusia 26 tahun itu sejak 2013 dan masih belum terselesaikan sebelum kecelakaan itu, kata badan tersebut dalam laporan setebal 202 halaman.

Autothrottle yang berfungsi tidak diperlukan untuk pesawat yang akan naik karena pilot dapat mengontrol tuas dorong secara manual.

Namun, KNKT mengatakan dalam kasus ini mereka tampaknya tidak memantau dengan cermat situasi dorongan asimetris yang melibatkan tuas throttle engine kiri yang bergerak kembali ke kecepatan serendah 34 persen setelah lepas landas sementara tuas kanan tetap dalam pengaturan pendakian aslinya sekitar 92 persen.

“Ada beberapa indikasi yang tersedia bahwa pilot dapat memeriksa untuk mengidentifikasi anomali pesawat, seperti parameter mesin, posisi tuas dorong, dan sudut roll,” kata KNKT, menambahkan bahwa kepuasan dan bias konfirmasi mungkin menjadi faktor buruknya pemantauan.

Sriwijaya tidak segera menanggapi permintaan komentar. Boeing, produsen jet 737-500, juga menolak berkomentar.

Pada ketinggian sekitar 10.700 kaki, autopilot terlepas dan pesawat berguling ke kiri lebih dari 45 derajat dan mulai jatuh ke laut.

Petugas pertama mengatakan "kapten, kapten" sebelum rekaman berhenti, tetapi saluran kapten tidak berfungsi, sehingga lebih sulit bagi penyelidik untuk menganalisis peristiwa. Situasi kacau melibatkan pesawat yang beroperasi di luar parameter terbang normal seperti kecepatan, sudut, atau ketinggian.

Kepala Investigator KNKT, Nurcahyo Utomo, mengatakan kepada wartawan bahwa tidak ada peraturan dan pedoman tentang pelatihan pencegahan gangguan oleh maskapai penerbangan Indonesia yang memastikan kemampuan pilot untuk menghentikan situasi yang tidak diinginkan terjadi, dengan bagian penting dari pemantauan.

Sriwijaya telah melakukan pelatihan tersebut untuk pilotnya, katanya. KNKT telah mengangkat kurangnya pelatihan pemulihan setelah kecelakaan jet AirAsia Indonesia tahun 2014 yang menewaskan 162 orang di dalamnya.

Pelatihan pemulihan kemudian diamanatkan di Indonesia pada tahun 2017, menurut laporan akhir, tetapi Utomo mengatakan regulator penerbangan tidak memperbarui persyaratan setelah badan penerbangan PBB, ICAO, mengatakan pada tahun 2018 kursus juga harus mencakup pencegahan gangguan.

Indonesia mengadakan pelatihan pencegahan dan pemulihan gangguan yang diperbarui, kata KNKT dalam laporan itu. (Reuters)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home