Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 08:38 WIB | Jumat, 11 September 2015

Komitmen Pemerintah Ditagih dalam Tanggulangi Kabut Asap

Ilustrasi: kebakaran hutan yang menimbulkan kabut asap tebal. (Foto: greenpeace.org)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM  - Lembaga swadaya masyarakat bidang lingkungan, Greenpeace, menagih komitmen Pemerintah Indonesia, untuk menanggulangi bencana kabut asap yang terjadi hampir setiap tahun di beberapa wilayah Nusantara.

"Satu tahun lalu sewaktu Presiden Joko Widodo blusukan terkait asap dan melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), telah melakukan kajian, bahkan sampai menerbitkan buklet yang isinya lengkap dari penyebab dan apa yang harus dilakukan. Pertanyaannya, itu dijalankan apa tidak," kata Juru Kampanye Politik Kehutanan Greenpeace Indonesia, Teguh Surya, saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (10/9).

Akar persoalannya, kata dia, yang terbakar itu adalah lahan gambut yang telah rusak dan kering, sehingga ketika disulut api atau bahkan ketika bersentuhan dengan cuaca panas ekstrem, bisa membakar lahan, dan susah padam karena karakter lahannya.

"Bahkan para pakar gambut mengatakan, jika kualitasnya sudah rusak, maka api tidak akan berhenti sampai benar-benar habis. Cara terbaiknya adalah restorasi dengan membasahi kembali lahan gambut yang rusak dan kering itu, dan melindungi atau memastikan lahan yang masih bagus tidak mengalami hal yang sama," katanya.

Lebih lanjut, Teguh mengatakan, pemerintah juga harus segera memetakan wilayah gambut, khususnya kawasan hidrologi gambut. Berdasarkan peta tersebut, memastikan tidak terjadi pengeringan gambut, dengan cara membuat sekat kanal khususnya di wilayah yang kering atau dikeringkan tersebut.

Dalam hal penegakan hukum, kata dia, harus ada kejelasan dan implementasi nyata. Saat ini menurutnya sudah ada audit kepatuhan yang sudah dilakukan oleh berbagai lembaga independen, tapi tidak ada follow up bahkan penegakan hukum slama ini hanya ada jika terjadi kasus seperti ini.

"Memang banyak yang ditangkap, namun itu ada ketika kasus terjadi dan hanya orang lapangan. Pemain besarnya tidak jelas bagaimana. Setidaknya, jika dua hal itu dilakukan, sudah sangat membantu banyak, tidak perlu kasih janji-janji muluk seperti saat ini," katanya.

 Langkah Preventif

Menurutnya, sudah jadi pemahaman umum, jika ingin menyelesaikan masalah seperti ini tidak bisa dilakukan saat bencana terjadi, karena hanya sedikit yang bisa dilakukan. "Ke lapangan tidak bisa karena tertutup asap tebal. Jika pun bisa masuk, air tidak ada. Kemudian metode hujan buatan dan bom air itu tidak membantu karenanya dibutuhkan langkah preventif," katanya.

Langkah preventif tersebut, Teguh menjelaskan, ketika siklus bencana tidak ada, saat itulah harus dilakukan usaha preventif, seperti membuat atau memperbaharui regulasi yang disertai implementasi yang tegas.

"Nah, pertanyaannya adalah semangat untuk melawan atau mengurangi bencana ini hilang ketika bencananya juga hilang, dan muncul lagi ketika bencananya tinggi seperti sekarang ini," katanya.

Teguh menambahkan, pemerintah sesungguhnya telah berkomitmen sejak awal kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Jika ditemukan adanya pelanggaran oleh bisnis sawit dan penyebab kebakaran lahan lain, akan ditindak tegas secara hukum dan administrasi, namun tidak diketahui kelanjutannya.

Selain itu, lanjut dia, dalam beberapa tahun terakhir, ada perkembangan cukup baik bahwa sebagian besar grup bisnis sawit sudah berkomitmen untuk zero deforestasi dan perlindungn total lahan gambut. Tetapi, komitmen tersebut belum didukung oleh pemerintah dalam bentuk regulasi.

"Ini juga persoalan, pemerintah kebingungan ketika bisnis merusak tidak ada tindakan hukum. Tetapi ketika ada komitmen, tidak disambut baik dengan dukungan regulasi tegas. Ini kan kontraproduktif," kata dia.

Dia menegaskan, jika pemerintah memberi dukungan yang jelas dan tegas dalam komitmen zero deforestasi itu, akan menyelesaikan banyak hal, sehingga ketika ada komitmen seperti itu, seharusnya langsung dikunci dalam bentuk kebijakan yang tegas untuk 100 persen perlindungan hutan dan lahan gambut.

"Sayangnya ini tidak dilakukan. Akibatnya sampai saat ini peluang ekspansi sawit atau lainnya di hutan atau gambut yang berujung pada bencana, masih terjadi karena regulasi memungkinkan itu," kata dia.(Ant)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home