Loading...
INDONESIA
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 15:09 WIB | Senin, 15 Februari 2016

Komnas Perempuan: Pemerintah Wajib Wujudkan PRT Layak Kerja

Ilustrasi. Komite Aksi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran melakukan aksi unjuk rasa terkait Rancangan Undang Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), hari Selasa (26/11/13). (Foto: Dedy Istanto)

SATUHARAPAN.COM – Komnas Perempuan meminta kepada pemerintah untuk memberi perhatian dan mengupayakan kerja layak bagi PRT, setidaknya melalui UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan penghapusan PRT Anak.

Tanggal 15 Februari diperingati sebagai Hari Pekerja Rumah Tangga Nasional. Peringatan ini bermula dari peristiwa eksploitasi dan penyiksaan terhadap Sunarsih, seorang Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA) yang bekerja di Surabaya. Akibat penyiksaan tersebut, pada tanggal 12 Februari 2001, Sunarsih meninggal dunia. 

Sebelumnya, kasus penyiksaan yang menjadi kegelisahan publik juga terjadi tahun 1990, PRT Sulastri disiksa oleh majikannya yang seorang ketua SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia), yang memicu dan berkontribusi pada bangkitnya gerakan perempuan Indonesia pada masanya. Kekerasan terus berlangsung, karena tidak ada perlindungan.

Tiga tahun terakhir, kasus-kasus eksploitasi dan penyiksaan terhadap PRT terus berulang, kasus di Tangerang, Bogor, dua kasus di Medan, dan terakhir  di Jakarta Timur.

“Semua kasus tersebut masuk dalam kategori perbudakan yang merupakan kejahatan berat,” ujar Komnas Perempuan.

Catatan Komnas Perempuan, proses hukum pada kasus-kasus tersebut belum memberikan keadilan bagi korban. Kasus penganiayaan PRT di Bogor, pelaku hanya divonis satu tahun hukuman percobaan. “Pada peringatan hari PRT tahun ini, kita kembali berduka atas peristiwa eksploitasi dan penyiksaan yang dialami oleh empat orang di Jakarta Timur. Komnas Perempuan mengapresiasi kecepatan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) Kepolisian Resort Metro Jakarta Timur (Polres Jakarta Timur) yang segera memberikan layanan dan memastikan pemulihan bagi korban serta menahan pelaku. Proses hukum hingga penghukuman pada pelaku sangat ditunggu sebagai bagian menghentikan berulangnya kasus serupa.

“Kasus-kasus PRT pada umumnya baru diketahui setelah kondisi korban sangat parah,” ujar Komnas Perempuan. Salah satu penyebabnya, karena area kerja PRT di ruang domestik yang sering terisolir dari jangkauan publik. Kasus tersebut juga menguatkan fakta bahwa Pekerja Rumah Tangga (PRT), termasuk Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA), rentan mengalami eksploitasi dan kekerasan. Anak dilibatkan dalam kerja domestik dengan berbagai alasan memberikan tempat terbaik bagi anak, padahal secara jasmani dan rohani, anak lebih rentan mengalami eksploitasi dan kekerasan, sehingga area domestik menjadi area yang membahayakan bagi anak untuk bekerja. Penghapusan PRTA dengan segala model dan cara, sejalan dengan upaya pemenuhan hak-hak anak dan merupakan upaya penting untuk mencegah berulangnya eksploitasi dan kekerasan terhadap PRT.

Komnas Perempuan juga menekankan, persoalan PRT di Indonesia telah menjadi sorotan dunia internasional. Komnas Perempuan mencatat setidaknya ada dua mekanisme internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yaitu Universal Periodic Review (UPR) dan Sidang Komite Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya PBB, yang  secara khusus memberi rekomendasi kepada pemerintah Indonesia untuk memberi perhatian dan mengupayakan kerja layak bagi PRT, setidaknya melalui undang-undang nasional, sehingga pemerintah dan DPR RI berkewajiban untuk mewujudkannya.

Pada peringatan Hari PRT Nasional 2016 ini, Komnas Perempuan menyatakan sikap untuk mendukung Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) Polres Metro Jakarta Timur menuntaskan penanganan dan memberikan pemulihan bagi korban yang semasa anak mengalami pelanggaran Hak anak dengan mengedepankan prinsip keadilan dan pemenuhan hak-hak korban guna menjadi contoh dalam penegakan hukum bagi kelompok rentan perempuan dan anak, meminta pemerintah dan DPR RI untuk melihat kedaruratan kondisi dan relasi PRT dan pemberi kerja sebagai dasar untuk segera membahas dan mengesahkan RUU Perlindungan PRT. RUU tersebut diharapkan memberikan kepastian hukum untuk mengakui PRT sebagai pekerja, menciptakan situasi kerja yang layak dan menguntungkan kedua belah pihak yaitu pemberi kerja atau majikan dan PRT, mengajak media untuk turut serta mengawasi proses hukum dan mengkampanyekan pentingnya kerja layak bagi PRT, mengajak seluruh masyarakat untuk lebih peduli dan mengawasi kasus-kasus PRT yang bisa jadi terjadi di lingkungan sekitar sehingga lebih cepat tertangani. (PR)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home