Loading...
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 14:55 WIB | Selasa, 06 Mei 2014

Konferensi Nasional Libya Umumkan Penunjukkan PM Baru

Kebingunan melanda pemilihan Malteeq sebagai perdana menteri Libya yang baru diantara anggota parlemen Libya. (Foto: Reuters/aljazeera.com)

 TRIPOLI, SATUHARAPAN.COM – Kepala parlemen Libya telah memutuskan bahwa pengusaha Ahmed Maiteeq sebagai perdana menteri baru negara itu. Namun, menurut sebuah keputusan yang baru dia tanda tangani satu hari tersebut wakil ketua parlemen menyatakan bahwa pemilihan Maiteeq tidak valid.

“Ahmed Maiteeq diangkat menjadi kepala pemerintahan transisi dan diminta untuk membentuk kabinetnya dan menyampaikannya kepada parlemen, Kongres Nasional Umum (GNC), untuk mosi tidak percaya dalam kurun waktu 15 hari,” kata teks dekrit yang ditandatangani pada Senin (5/5) oleh pembicara Nouri Abu Sahmain.

Setelah pemungutan suara yang sempat kacau, Parlemen memilih Maiteeq pada Minggu (4/5) namun Ketua Deputi Pertama, Ezzedin al-Awami di awal mengatakan bahwa pengusaha tersebut telah gagal memenuhi kuorum yang diperlukan.

Dalam situs resmi milik pemerintah mengatakan bahwa Maiteeq telah memiliki 113 suara di GNC pada Minggu (4/5) malam. Tapi masih diperlukan lagi sebanyak 120 suara untuk dapat dinyatakan bahwa dia terpilih sebagai perdana menteri baru ndi negara itu sesuai dengan konstitusi.

Setelah penghitungan suara awal, petugas GNC, Salah al-Makhzum mengatakan Maiteeq bahkan telah meraih 121 suara di 185 kursi parlemen sementara setelah dilakukan penghitungan ulang dan mengalahkan penantang Omar al-Hassi, seorang profesor universitas.

Beberapa deputi mengecam penghitungan ulang, yang kata mereka penghitungan ulang tersebut terjadi setelah sesi penghitungan suara awal resmi ditutup.

Kekacauan Politik

Perpecahan dalam sidang tersebut menjadi sorotan kekacauan politik yang berkembang di Libya di mana pemerintah dan DPR tidak dapat menegaskan otoritas mereka di negara yang dibanjiri senjata dan pejuang dari tahun 2011 yang menggulingkan Muammar Gaddafi.

Posisi perdana menteri menjadi kosong setelah Abdullah al-Thinni mengundurkan diri bulan lalu terkait dengan serangan kelompok bersenjata kepada keluarganya dalam satu bulan masa jabatannya sebagai kepala pemerintahan.

Masa kepemimpinan singkat al-Thinni diikuti dengan pemecatan Ali Zeidan yang melarikan diri dari negara itu karena kegagalannya untuk menghentikan upaya pemberontak di timur volatil yang menjual minyak secara bebas dari pemerintah Tripoli.

Sejak perang saudara yang mengakibatkan berakhirnya kekuasaan Gaddafi, Libya berjuang untuk demokrasinya yang baru lahir, di mana parlemen lumpuh oleh persaingan dan brigade mantan pemberontak bersenjata menantang otoritas baru tersebut.

Tentara Libya yang terbilang masih muda tersebut saat ini sedang menghadapi tantangan nakal dari para mantan pemberontak, kelompok suku dan pejuang. (aljazeera.com)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home