Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 13:32 WIB | Jumat, 24 September 2021

Korea Utara Tolak Seruan untuk Deklarasi Akhir Perang

Foto bertanggal 21 September 2021 ini, Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, berpidato di Sesi ke-76 Majelis Umum PBB. Korea Utara menolak desakan Korea Selatan untuk sebuah deklarasi untuk mengakhiri Perang Korea 1950-53 sebagai cara untuk memulihkan perdamaian. (Foto: dok. Eduardo Munoz/pool via AP)

SEOUL, SATUHARAPAN.COM-Korea Utara menolak desakan Korea Selatan untuk deklarasi politik untuk mengakhiri Perang Korea 1950-53 sebagai cara untuk memulihkan perdamaian. Korsel mengatakan pada hari Jumat (24/9) bahwa langkah seperti itu dapat digunakan sebagai “tabir asap yang menutupi permusuhan kebijakan Amerika Serikat" terhadap Korea Utara.

Dalam pidato di Majelis Umum PBB awal pekan ini, Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, mengulangi seruannya untuk deklarasi berakhirnya perang yang menurutnya dapat membantu mencapai denuklirisasi dan perdamaian abadi di Semenanjung Korea.

Wakil Menteri Luar Negeri Korea Utara, Ri Thae Song, menolak seruan Moon sebagai prematur selama kebijakan AS tidak berubah.

“Harus dipahami dengan jelas bahwa deklarasi penghentian perang sama sekali tidak membantu menstabilkan situasi Semenanjung Korea saat ini, tetapi dapat disalahgunakan sebagai tabir asap yang menutupi kebijakan permusuhan AS,” kata Ri dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan oleh media pemerintah.

Dia mengatakan, senjata dan pasukan Amerika yang dikerahkan di Korea Selatan dan sekitarnya dan latihan militer reguler AS di kawasan itu “semuanya mengarah pada kebijakan permusuhan AS terhadap (Korea Utara) yang semakin kejam dari hari ke hari.” Korea Utara juga telah lama menggambarkan sanksi ekonomi yang dipimpin AS sebagai bukti permusuhan AS terhadap Utara.

Kementerian Unifikasi Korea Selatan menanggapi pada hari Jumat (24/9) bahwa pihaknya akan melanjutkan upayanya untuk mengadopsi deklarasi akhir perang dan memperkuat kerja sama dengan negara-negara terkait. 

Cha Duck Chul, juru bicara wakil kementerian, mengatakan bahwa menyatakan akhir perang akan menjadi “langkah yang sangat berarti” karena bisa menjadi titik awal untuk negosiasi perdamaian dan denuklirisasi di semenanjung.

Perang Korea berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai, meninggalkan semenanjung itu dalam keadaan perang teknis. Korea Utara terus ingin menandatangani perjanjian damai dengan Amerika Serikat untuk secara resmi mengakhiri perang dan untuk meningkatkan hubungan selanjutnya. 

Beberapa ahli mengatakan perjanjian damai dapat memungkinkan Korea Utara untuk menuntut Amerika Serikat untuk menarik 28.500 tentaranya di Korea Selatan dan meringankan sanksi.

Kedua Korea telah menyerukan deklarasi akhir perang untuk dibuat dan perjanjian damai ditandatangani selama periode diplomasi dengan Amerika Serikat yang dimulai pada 2018, dan ada spekulasi bahwa Presiden Donald Trump mungkin akan mengumumkan akhir perang pada awal 2019 untuk meyakinkan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, untuk berkomitmen pada denuklirisasi.

Namun tidak ada pengumuman seperti itu yang dibuat karena diplomasi memudar menjadi jalan buntu karena pelonggaran sanksi sebagai imbalan atas denuklirisasi Korea Utara. Pada akhir 2019, Korea Utara mengatakan krisis nuklir tidak akan terselesaikan jika Amerika Serikat berusaha membujuknya untuk kembali ke pembicaraan dengan proposal tentang deklarasi akhir perang tanpa menarik kebijakan permusuhannya.

Dalam beberapa bulan terakhir, Kim telah memperingatkan bahwa Korea Utara akan meningkatkan persenjataan nuklirnya dan memperkenalkan sistem senjata yang lebih canggih kecuali Amerika Serikat menghentikan kebijakan permusuhannya. 

Pekan lalu, Korea Utara melakukan uji coba rudal pertamanya dalam enam bulan, menunjukkan kemampuannya untuk meluncurkan serangan ke Korea Selatan dan Jepang, dua sekutu utama AS di mana total 80.000 tentara Amerika ditempatkan. (AP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home