Loading...
EKONOMI
Penulis: Ignatius Dwiana 16:42 WIB | Jumat, 17 Januari 2014

KPI Dituntut Tegas Terhadap Penyalahgunaan Frekuensi Publik

Antena relai stasiun TV. (Foto dari: Wikipedia)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Tiga puluh dua kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Frekuensi Milik Publik (FMP) melakukan aksi pada Kamis (16/1) di kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Jakarta. Aksi ini ini dilakukan dalam upaya menuntut ketegasan KPI untuk menghukum stasiun televisi yang berpihak kepada afiliasi politik pemiliknya.

Aksi ini bertujuan menyerahkan petisi online ke KPI. Petisi itu berisikan tuntutan lebih dari 3.500 warga negara agar KPI yang dibiayai dan digaji oleh rakyat lewat APBN segera bekerja dan menghukum stasiun televisi pengabdi partai politik.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) selama ini dinilai absen dalam menangani penyalahgunaan frekuensi publik. Padahal penyalahgunaan frekuensi kian marak terjadi di televisi, baik dalam bentuk iklan, berita, atau program hiburan, baik secara terang-terangan maupun terselubung.

FMP berpendapat bahwa KPI yang bergeming terhadap penyalahgunaan frekuensi di televisi menjadi ancaman utama bagi keberlanjutan demokrasi. Publik akhirnya hanya mendapatkan informasi berat sebelah. Media yang tidak independen sebenarnya tidak hanya merusak dirinya sendiri, tetapi juga merusak akal sehat dalam kehidupan negara demokrasi. Alih-alih mendewasakan pendidikan politik warga, stasiun televisi macam itu justru menjadi mesin penghancur kewarasan logika publik.

Walau KPI  pernah menindak stasiun televisi yang dieksploitasi oleh pemiliknya beberapa kali. Namun, tindakannya hanya berupa teguran lisan, undangan klarifikasi, dan hal lainnya yang lebih menyerupai basa-basi. Padahal, keresahan publik butuh diredam dengan sikap KPI yang lebih tegas dan berani menindak para perampas hak publik.

KPI bisa menggunakan UU Penyiaran No. 32 dan Pedoman Perilaku Penyiaran-Standar Program Siaran (P3SPS) yang menyatakan bahwa lembaga penyiaran yang menggunakan frekuensi publik tidak boleh digunakan untuk kepentingan sektarian. Juga Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) mengenai aturan kampanye yang hanya dibolehkan pada 21 hari sebelum masa tenang dan pembatasan jumlah iklan kampanye politik per hari.

FMP merupakan gerakan yang menuntut hak masyarakat atas frekuensi yang kerap digunakan hanya untuk melayani libido komersial dan politik pemiliknya.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home