Loading...
MEDIA
Penulis: Tunggul Tauladan 07:39 WIB | Jumat, 10 Juli 2015

KPID Yogya: Televisi Bagai Agama

Diskusi publik bertajuk “Memotret Tayangan TV dan Radio (Selama Ramadan) di DIY: Upaya Konstruktif - Kohesif Membangun Peradaban Bangsa Modern nan Religius” (Foto: Tunggul Tauladan)

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM -- Tayangan dalam kotak ajaib bernama televisi secara nyata mampu mempengaruhi perilaku seseorang. Menurut survei, televisi mampu membuat orang pada umumnya mengingat 50 persen dari apa yang mereka lihat dan dengar di layar televisi, walaupun hanya sekali tayang.

Secara umum, orang akan mengingat 85 persen dari apa yang mereka lihat di televisi setelah 3 jam kemudian dan 65 persen setelah 3 hari kemudian. Melihat sedemikian besar pengaruh tayangan televisi terhadap daya ingat dan perilaku seseorang, maka tak berlebihan jika Ketua Komisi Penyiaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (KPID), Supardiyono, S.Hut., MH., melontarkan pernyataan bahwa televisi adalah agama.

Pernyataan Supardiyono ini terlontar kala Ketua KPID DIY ini memberikan kata sambutan dalam diskusi publik bertajuk “Memotret Tayangan TV dan Radio (Selama Ramadan) di DIY: Upaya Konstruktif - Kohesif Membangun Peradaban Bangsa Modern nan Religius”. Diskusi publik yang dihelat pada hari Kamis (9/7) sore di Aula Plaza Informasi Dishubkominfo DIY, Jalan Brigjen Katamso, Yogyakarta ini menampilkan tiga narasumber, yaitu Drs. Gatot Marsono, MM., Amin Purnama, SH., dan KRT. Drs. Ahmad Muhsin Kamaludiningrat.

Amin Purnama, SH lebih mengedepankan fungsi KPID sebagai wakil dari masyarakat yang mengemban fungsi untuk menyeimbangkan antara amanat dari Konstitusi dengan cita-cita Proklamasi. Komisioner KPID DIY ini lebih menyoroti tentang karakteristik DIY yang unik sehingga diharapkan mampu menjadi filter bagi konten-konten yang ditayangkan, baik di radio maupun televisi.

“Keberadaan KPI/KPID diharapkan mampu sebagai penyeimbang antara amanat Konstitusi dengan cita-cita Proklamasi, yaitu sebagai agen pengendali konsumsi informasi masyarakat. DIY memiliki karakteristik yang unik, yaitu memiliki karakter budaya yang relatif klasik sehingga cenderung statis, namun di sisi lain juga sekaligus kota pendidikan yang cenderung berkembang sebagai kota pariwisata. Keunikan ini diharapkan bisa menjadi filter terhadap konten, baik yang tayang di televisi maupun radio. Misal dalam menerima iklan, kontennya harus cukup ilmiah,” ujar Amin Purnama.

Di sisi lain, KRT. Drs. Ahmad Muhsin Kamaludiningrat lebih menyoroti fungsi televisi dan radio selama bulan Ramadhan 1436 H ini. Menurut Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIY ini, fungsi utama dari tayangan televisi maupun radio adalah pendidikan. Fungsi pendidikan inilah yang menjadi sarana untuk membina manusia agar lebih baik dalam segala hal.

“Televisi dan radio mempunyai lima fungsi utama, yaitu informasi, pendidikan, hiburan, kontrol dan perekat sosial, serta ekonomi dan kebudayaan. Namun dari kelima fungsi tersebut tersebut, pendidikan menjadi fungsi utama, sedang fungsi yang lain harus mengacu pada ‘fungsi utama pendidikan,” kata KRT. Drs. Ahmad Muhsin Kamaludiningrat.

Pembicara ketiga, Drs. Gatot Marsono, MM., lebih menyoroti kiprah KPID sekaligus faktor keadilan bagi semua perangkat penyiaran, baik media cetak, elektronik, maupun maya. Menurut pria yang lebih dari 30 tahun berkecimpung di Radio Republik Indonesia (RRI) ini, KPID sebaiknya jangan hanya sebagai wakil dari masyarakat yang berfungsi sebagai penyeimbang semata, melainkan juga harus mampu memberi pengayoman (memberikan rasa aman) kepada publik.

“TV dan radio ini kalau diibaratkan adalah titik api yang bisa merusak jika tidak diatur dengan baik. Di sini fungsi KPID untuk mengatur agar masyarakat juga merasa diayomi (dilindungi) agar tercapai keadilan informasi,” kata Gatot Marsono.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home