Loading...
INDONESIA
Penulis: Reporter Satuharapan 00:08 WIB | Selasa, 02 Agustus 2016

KPK akan Panggil Paksa Preskom Lippo Eddy Sindoro

Ketua KPK Agus Rahardjo (tengah) bersama Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif (kiri), Saut Situmorang (kedua kiri), Basaria Panjaitan (kedua kanan), dan Alexander Marwata (kanan) berdiskusi dengan wartawan di gedung KPK, Jakarta, Senin (13/6). Diskusi tersebut membahas sejumlah kelanjutan kasus korupsi yang ditangani KPK antara lain kasus dugaan korupsi pengadaan lahan RS Sumber Waras, kasus dugaan suap pengurusan Peninjauan Kembali (PK) perkara perdata sejumlah perusahaan yang diajukan ke PN Jakpus yang melibatkan nama Sekretaris MA Nurhadi, kasus suap hakim tipikor Bengkulu, hingga kasus dugaan suap pembahasan dua rancangan peraturan daerah (raperda) reklamasi Jakarta. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - KPK akan memanggil paksa Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro karena sudah tiga kali tidak memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji terkait pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang di PN Jakarta Pusat.

"Jika tidak kooperatif akan dipanggil paksa," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Jakarta, hari Senin (1/8).

Hari ini adalah pemanggilan Eddy Sindoro yang ketiga kalinya setelah sebelumnya 20 Mei 2016 dan 24 Mei 2016, dia diperiksa sebagai saksi panitera PN Jakpus Edy Nasution.

"Tiga kali tidak memenuhi panggilan termasuk tidak kooperatif," tambah Laode.

Penyidik KPK pun hingga saat ini tidak mengetahui alasan Eddy tidak datang ke KPK.

"Untuk saksi Eddy Sindoro sampai saat ini penyidik belum mendapatkan informasi terkait ketidakhadirannya. Langkah lanjutan untuk menghadirkan Eddy Sindoro sepenuhnya menjadi kewenangan penyidik. Penyidik akan mempertimbangkan langkah-langkah selanjutnya apakah akan memanggil paksa atau ada langkah lain," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati.

Menurut Yuyuk, Eddy dibutuhkan keterangannya untuk ditanyai mengenai perannya dalam kasus yang ditangani Edy Nasution di PN Jakpus dan komunikasi-komunikasinya dengan Edy Nasution.

Dalam dakwaan pegawai PT Artha Pratama Anugerah, Doddy Arianto Supeno, Eddy Sindoro adalah pengendali dari permintaan-permintaan Lippo Group untuk mengurus perkara di PN Jakpus.

Dua kasus yang ditangani Eddy terkait Lippo Group adalah penundaan proses pelaksanaan `aanmaning` terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dengan Kwang Yang Motor Co.LtD (PT Kymco) dan menerima pendaftaran PK PT Across Asia Limited (AAL) dan PT First Media. Imbalan untuk Edy Nasution adalah sebesar Rp 150 juta.

Dalam sidang pada 27 Juli 2016, bagian legal PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti yang ikut mengurus perkara mengaku melaporkan upaya-upaya pengaturan kasus kepada Eddy Sindoro.

"Untuk kasus `aanmaning` saya lapor ke Pak Eddy Sindoro dan Direktur PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) Rudi Nanggulangi, kalau perkara PT AAL (Across Asia Limited) saya lapor ke Pak Eddy Sindoro dan Pak Markus," kata Hesti pada 27 Juli 2016.

KPK sudah mencegah Nurhadi dan Eddy Sindoro untuk bepergian keluar negeri. KPK juga menggeledah rumah Nurhadi di Jalan Hang Lekir pada 21 April 2016 dan menemukan uang total Rp 1,7 miliar yang terdiri dari sejumlah pecahan mata uang asing yang diduga terkait dengan pengurusan sejumlah kasus.

Saat ini penyidik KPK juga masih mencari mantan supir Nurhadi bernama Royani yang sudah dua kali dipanggil KPK tapi tidak memenuhi panggilan tanpa keterangan sehingga Royani diduga disembunyikan.

KPK menduga Royani adalah orang yang menjadi perantara penerima uang dari sejumlah pihak yang punya kasus di MA. Royani sudah diberhentikan oleh MA sejak 27 Mei 2016 karena tidak masuk kantor selama 46 hari.

Edy Nasution disangkakan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tengan penyelenggara negara yang menerima hadiah dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar.

Sebagai pemberi suap adalah Doddy Aryanto Supeno dengan sangkaan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta. (Ant)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home