Loading...
INDONESIA
Penulis: Melki Pangaribuan 22:30 WIB | Kamis, 29 Agustus 2013

KPK: Banyak Masalah pada Sistem Pengelolaan PNBP Mineral dan Batubara

(Kiri-kanan) Ahmad Fuad Rahmany, Susilo Siswoutomo, dan Busyro Muqoddas ketika menyampaikan Hasil Kajian Sistem Pengelolaan PNBP Mineral dan Batubara, pada Kamis ini (29/8). (Foto: Elvis Sendouw)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan permasalahan sistemik pada aspek regulasi, kelembagaan, dan ketatalaksanaan pada sistem Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Mineral dan Batubara (Minerba) pada Direktorat Jenderal (Dirjen) Minerba di Kementerian ESDM.

“Ada ironi dalam pengelolaan sumberdaya alam, misalnya di bidang batubara. Cadangan batubara ini hanya 2.63 persen dari cadangan dunia sekitar 23 miliar ton. Indonesia merupakan lima negara besar produsen batubara dunia dengan 80 persen untuk kepetingan ekspor, tanpa ada upaya sistematis,” kata Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas dalam jumpa pers di kantor KPK, pada Kamis ini (29/8).

“Sekarang ini yang diekspor 370 juta ton pertahun dari Indonesia. Tetapi dengan tanpa ada upaya sistematis itu terindikasi adanya eksploitasi. Dikawatirkan 20 tahun lagi akan defisit habis batubara kita,” ungkap Busyro Muqoddas memaparkan perhitungan tim KPK.

“Ada royalti yang tidak dibayarkan pelaku pengusaha dalam kurun waktu dari 2003 hingga 2011 sebesar 6,7 Triliun rupiah, itu hitungan dolar setara dengan 9000 rupiah di kala itu,” kata wakil ketua KPK.

Seperti diliris KPK, daftar permasalah hasil kajian sistem pengelolaan PNBP Minerba dibagi dalam empat aspek, yaitu: ketatalaksanaan (dengan enam kompomen proses), regulasi, organisasi dan sumberdaya manusia, dan potensi hilangnya pendapatan negara karena tidak dilaksanakannya Kewajiban Wajib Bayar PNBP.

Proses Perencanaan

Pada aspek ketatalaksanaan, KPK menemukan permasalahan dalam proses perencanaan di mana penetapan jenis dan tarif atas jenis PNBP Minerba tidak sesuai dengan pekembangan di lapangan, termasuk dalam pasar produk mineral dan batubara dunia. Sementara itu, penetapan RPP jenis dan tarif atas jenis PNBP menjadi PP memakan waktu yang lama untuk ditetapkan.

Selain itu, tarif dan jenis tarif PNBP yang berlaku terhadap mineral dan batubara yang berlaku pada KK lebih rendah dibandingkan tarif yang berlaku pada IUP Mineral. Sedangkan, tarif PNBP untuk royalti yang berlaku pada PKP2B lebih tinggi dibandingkan dengan yang berlaku pada IUP Batubara. “Tidak semua KK atau PKP2B bersedia untuk melakukan renegosiasi kontrak termasuk aspek penyesuaian pembayaran royalti atau iuran tetap,” tulis laporan itu.

Proses Perhitungan dan Penagihan Kewajiban PNBP Minerba

KPK menemukan bahwa tidak akuratnya perhitungan volume dan kualitas mineral dan batubara yang akan dijual oleh pelaku usaha sebagai dasar untuk perhitungan kewajiban royalty. Sedangkan pada proses penagihan kewajiban KPK menemukan tidak tertagihkannya semua piutang negara (royalti dan iuran tetap) oleh pemerintah kepada pelaku usaha.

Proses Penyetoran Kewajiban PNBP Minerba

Ada empat point permasalah yang ditemukan KPK, di antaranya: satu, tidak terbayarkannya kewajiban PNBP secara secepatnya ke kas negara sesuai dengan amanah UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP. Dua, tidak dilengkapinya bukti setor royalti dan iuran  tetap (Surat Setoran Bukan Pajak) dengan informasi yang jelas tentang tujuan pembayaran dan identitas penyetor. Tiga, Tidak ditembuskannya bukti setor PNBP kepada pihak-pihak terkait. Empat, penyetoran PNBP melewati batas waktu pembayaran satu bulan setelah pengapalan.

Proses Penyimpanan dan Pembagian PNBP Minerba

Pada komponen ini, KPK menemukan permasalahan bahwa terdapat setoran yang bukan jenis PNBP Mineral dan Batubara yang masuk ke dalam akun penerimaan PNBP Mineral dan Batubara. Sedangkan, rekonsiliasi PNBP antar Kementerian atau Lembaga dan antar Pemerintah Daerah (Pemda) yang masih bersifat manual, serta terjadi ketimpangan informasi antara Pemerintah Pusat dan Pemda.

Sementara itu, pada aspek regulasi KPK menemukan masalah mengenai ketidaksinkronan substansi aturan Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP dengan sejumlah aturan perundangan-undangan yang lain. Sedangkan pada aspek organisasi dan sumberdaya manusia dilaporkan bahwa adanya permasalahan karena keterbatasan Struktur dan Tupoksi Organisasi dan juga keterbatasan pad Sumberdaya Manusia.

Selain itu, permasalahan juga terjadi karena ada potensi hilangnya pendapatan negara karena tidak dilaksanakannya kewajiban wajib bayar pajak PNBP. Potensi kerugian negara itu berdasarkan hasil audit BPK dan berdasarkan Hasil Perhitungan Tim Optimalisasi Penerimaan Negara (Tim OPN), serta berdasarkan perhitungan dengan menggunakan data Laporan Surveyor.

Terhadap permasalahan-permasalahan yang ditemukan di atas, KPK memberikan sejumlah saran atau rekomendasi kepada kementerian terkait untuk selanjutnya diminta membuat rencana aksi perbaikan yang pelaksanaannya dalam waktu satu bulan dan akan dipantau dan diverifikasi oleh KPK. Menurut KPK, hal itu sesuai dengan amanat Pasal 14 UU No. 30 tahun 2002 yang memberikan KPK wewenang melakukan pengkajian sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan pemerintah.

Berdasarkan hasil kajian tersebut, KPK memberikan saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi.

Dalam jumpa pers itu, hadir juga Wamen Kementerian ESDM, Susilo Siswo Utomo beserta staf dan Dirjen Pajak, Ahmad Fuad Rahmany yang menyampaikan persoalan-persoalan pajak dari sektor Minerba ESDM.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home