Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 21:05 WIB | Selasa, 02 Agustus 2016

KSPI: Pengangguran Tidak Berkurang Meski Ekonomi Tumbuh

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal di Gedung Joang 45, Jakarta, pada hari Senin (31/8/2015). (Foto: Dok. satuharapan.com/Melki Pangaribuan)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengklaim dampak pertumbuhan ekonomi di Indonesia hanya dinikmati oleh masyarakat kalangan menengah ke atas.

"Kalau ekonomi tumbuh pengangguran tidak berkurang, buat apa pertumbuhan ekonomi. Berarti pertumbuhan ekonomi itu hanya dinikmati oleh kalangan menengah ke atas. Kalangan menengah ke bawah tidak menikmati pertumbuhan ekonomi," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam Seminar Nasional "Efek Domino Serbuan Tenaga Kerja Asing", Jakarta, hari Selasa (2/8).

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 sebesar 4,79 persen dan pada saat ini meningkat menjadi 4,9 persen di 2016.

Said mengatakan dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat maka dua hal akan tercapai yakni menekan atau mengurangi angka pengangguran dan mengurangi angka kemiskinan.

Meski pertumbuhan ekonomi di Indonesia makin meningkat, tapi angka pengangguran juga meningkat.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin Indonesia 28,01 juta pada Maret 2016. Sementara, angka pengangguran naik dari 6,17 persen menjadi 6,73 persen.

Said mengatakan pengangguran meningkat dikarenakan angka pertumbuhan ekonomi di Indonesia makin tumbuh diiringi rasio gini yang juga makin tumbuh.

Rasio gini merupakan indikator dalam mengukur ketimpangan atau kesenjangan distribusi pendapatan masyarakat dengan skala 0 hingga 1, yang berarti semakin tinggi nilai rasio gini maka makin tinggi ketimpangan yang terjadi di masyarakat.

Mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Said mengatakan rasio gini dari tahun ke tahun meningkat menunjukkan kesenjangan pendapatan yang makin melebar, yakni pada 2012 berada pada level 0,36, pada 2013 berada pada level 0,39, pada 2014 berada pada level 0,40 dan pada 2015 berada di level 0,41, sementara pada 2016 Bank Dunia memperkirakan rasio gini berada di level 0,40.

"Ini menjelaskan yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin karena pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati untuk masyarakat kelas menengah ke atas.

Padahal, menurutnya, keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia bukan untuk segelintir orang, oleh karenanya pertumbuhan ekonomi harus dinikmati setiap orang.

Dia mengatakan ada kekhawatiran jika mencapai rasio gini berada di level 0,48 yang dapat menyebabkan revolusi seperti Revolusi Mesir dan Timur Tengah saat gini rasionya sebesar 0,49 dan revolusi Prancis saat gini rasionya 0,51.

"Kesenjangan pendapatan adalah pangkal pokok masalah," katanya.

Dia mengatakan angka kemiskinan itu dapat dikurangi jika masyarakat memiliki pekerjaan.

"Masyarakat status apapun kalau dia kerja maka angka kemiskinan akan turun," katanya.(Ant)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home