Loading...
INDONESIA
Penulis: Kartika Virgianti 15:37 WIB | Sabtu, 16 November 2013

Lurah Susan: Saya mungkin Lurah Paling Happening Saat ini

Lurah Lenteng Agung, Susan Jasmine Zulkifli. (Foto: Kartika Virgianti)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Susan Jasmine Zulkifli (43) menyadari dirinya mungkin saat ini merupakan lurah yang paling happening, di kelurahan saja diakui dirinya sampai tidak mau pasang TV. Bukan saya tertutup pada dunia luar, maksud saya hanya tidak ingin terpengaruh, karena kalau saya nonton TV terus dan dengar berita saya terus, saya takut terbawa arus, tuturnya dalam acara Managing Our Nation dengan tema “Menyoal Perempuan dalam Pembangunan” yang bertempat di Kampus PPM Manajemen, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (15/11).

Susan Jasmine Zulkifli pada satuharapan.com menceritakan perjalanannya hingga sampai menjadi lurah. 

Karir saya setelah lulus SMA pertama kali sebagai staf setelah saya ikut CPNS kemudian menjadi lulus menjadi PNS, sekantor dengan bapak saya yang bekerja di kantor BKKBN. Awalnya saya tidak mau karena ingin menjadi pramugari, karena saya dulu berpikir betapa menyenangkannya bisa terbang ke mana-mana dan bisa punya uang sendiri. Tapi mungkin karena saya anak perempuan satu-satunya, maka bapak saya tidak setuju.

Di tengah perjalanan karir bekerja di BKKBN, saya mendapat kesempatan kuliah di Universitas Indonesia (UI). Tetapi dalam prosesnya, memang agak lama saya menyelesaikan kuliah, karena dipilihkan oleh bapak saya yang sebenarnya tidak sesuai dengan kemauan saya. Tapi saya ikuti saja walaupun sampai tertatih-tatih hanya untuk lulus sarjana, demi membuat orangtua saya bangga. Bahkan sampai saya menikah dan sedang menggendong anak, saya baru lulus menjadi sarjana.

Selanjutnya, saya sempat merasakan pesimis pada karir di BKKBN yang terasa berjalan lambat. Saya bekerja sebagai tukang ketik, dan terkadang malu pada teman-teman masak sarjana hanya sebagai tukang ketik. Saya berpikir untuk ganti haluan dan keluar dari kantor BKKBN, tapi bukan berarti saya menjadi kacang lupa kulitnya, saya tetap bersyukur bisa punya banyak pengalaman tersebut.

Kemudian saya masuk di Pemprov DKI sebagai Kepala Seksi dan ditempatkan di Senen. Kalau orang pasti berpikir Senen itu tidak aman, jorok, kotor, tapi saya tetap bertahan di sana sampai 8 bulan.

Kebetulan setelah itu Pak Jokowi (Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo) membuka lelang jabatan Lurah dan Camat. Lalu saya mengikuti atas dorongan seorang teman, awalnya saya ragu karena belum siap. Saya akhirnya mendaftar tepat sehari sebelum penutupan, itupun atas dorongan dari anak saya.

Untuk pertama kalinya saya lulus tes secara arsipnya, lalu saya ikuti tes demi tes dan saya mendapatkan nilai bagus, dalam satu kelompok ada enam orang, dan nilai saya yang paling tinggi. Akhirnya saya mendapatkan jabatan menjadi Lurah Lenteng Agung yang dilantik tanggal 27 Juni 2013.

Terbiasa dengan Perbedaan Kepercayaan

Sekarang sudah masuk bulan kelima saya menjabat Lurah. Hari pertama masuk saya sudah diteror lewat SMS isinya, “bu Lurah baru beberapa jam menjabat saja sudah buat kita resah.” Saya heran, turun ke warga saja belum bagaimana saya bisa membuar resah warga. Tapi saya tidak mau terlalu mempermasalahkan karena biar bagaimanapun juga, mereka tetap warga saya.  

Pada saat pertama menjabat, kebetulan saat itu bulan puasa dan di kantor hanya saya yang kristen. Sebenarnya bagi saya itu tidak masalah, karena di keluarga saya bapak dan ibu saya juga berbeda keyakinan. Bapak saya muslim dan ibu saya kristen, dan saya sudah terbiasa melihat nenek saya sholat dan berpuasa, bahkan terkadang saya juga ikut berpuasa, karena ingin menghormati nenek dan bapak saya.

Jadi waktu kecil saya terkadang bingung, mau dibilang muslim iya, kristen juga iya, jadi hanya ikut-ikut orangtua saja, bahkan saya pernah pakai jilbab waktu SMP. Bapak saya saat ini sudah almarhum. Sebelumnya, setelah beliau pensiun, beliau memutuskan ikut kepercayaan kami demi bisa bersama-sama terus dengan kami dalam hal beribadah.

Bu Lurah Penjaga Tajil

Waktu itu di Kelurahan saya dapat undangan, tapi staf saya ragu bahwa saya bisa menghadiri undangan tersebut. Saya mengalami pilihan terberat pada saat itu, kalau saya datang sudah pasti saya tidak akan bisa mengikuti acaranya. Tapi kalau saya tidak datang, nanti akan jadi pembicaraan masyarakat kalau Lurahnya tidak mau datang. Akhirnya saya datang walaupun hanya di luar menjaga dan membagikan tajil untuk orang-orang yang berbuka puasa. Orang mungkin heran bagaimana seorang Lurah mau melakukan ini.

Meski hanya dengan melakukan hal kecil seperti itu, saya ingin berpartisipasi mensukseskan program pemerintah juga. Walau di tempat saya, saya benar-benar ditolak. Waktu kejadian demo pertama kali, saya sangat takut. Saya tidak pernah mendemo orang, kenapa saya bisa didemo, begitu pikir saya.

Bersama dengan Camat saya menemui Ustadz yang juga sebagai ketua MUI di bagian Jagakarsa, saya minta tolong kepada beliau, tapi beliau tidak bisa memberikan masukkan bagi saya. Ustadz hanya menyampaikan, “kami tidak mau bu Lurah membangun gereja di tempat kami (Lenteng Agung).” Saya ini bekerja untuk pemerintah, bagaimana mereka bisa berpikir saya bisa punya kepentingan untuk membangun rumah ibadah seperti itu.

Susan mengakui bahwa memang di Lenteng Agung masyarakatnya mayoritas Muslim, dan di situ hanya ada satu gereja Oikumene.

Perempuan Masih Dianggap Tidak Bisa Memimpin

Masyarakat melihat saya sebagai perempuan, dan perempuan mereka anggap tidak bisa memimpin suatu wilayah. Saya hanya ingin membuktikan, jangan lihat latar belakang saya sebagai Kepala Seksi. Dan puji Tuhan, tuturnya, walau baru beberapa bulan ini saya menjabat, warga merasa puas dengan pelayanan yang saya berikan.

Pertama saya memang ingin tertib administrasi, itu baru di dalam (kelurahan). Di luar, nantinya saya ingin membebaskan pungli-pungli (pungutan liar). Wilayah saya cukup besar 237 hektar dengan jumlah penduduknya 55.563 jiwa.

Dari situ saya berusaha menguatkan diri sendiri, walau dengan berbagai penolakan warga dengan dalih agama, saya tetap bekerja. Selama mereka tidak membahayakan diri saya, saya tetap bekerja. Saya juga sudah bilang ke Pak Ahok (Wakil Gubernur DKI Jakarta), selama beliau mau membantu saya, saya akan terus menjalani tugas ini dan tidak takut.

 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home