Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 16:58 WIB | Kamis, 03 Maret 2016

Mahfud Nilai Tak Penting Hidupkan Kembali Istilah GBHN

Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Mahfud MD di acara Focus Group Discussion (FGD) ‘Relevankah GBHN Pasca Reformasi’ di Ruang Pleno Fraksi PKS DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, hari Kamis (3/3).(Foto: Endang Saputra)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII), Mahfud MD, mengatakan, konstitusi dan ketatanegaraan Indonesia menganut paham bahwa pembangunan harus direncanakan melalui satu haluan yang dibuat negara.

Hal itu, kata Mahfud, agar pembangunan selalu diarahkan untuk mencapai tujuan negara dalam jangka panjang.

"Kita tidak menganut paham linear yang membiarkan masyarakat berkembang sendiri tanpa arah yang ditentukan negara," kata Mahfud di acara Focus Group Discussion (FGD) ‘Relevankah GBHN Pasca Reformasi’ di Ruang Pleno Fraksi PKS DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, hari Kamis (3/3).

Selain itu, kata Mahfud, Indonesia sejak 1960 hingga sekarang sebenarnya memiliki perangkat hukum untuk haluan negara namun nama resminya selalu berubah-ubah.

Karena itu Menurut Mahfud, Indonesia tidak memerlukan pemberlakuan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) lagi karena sudah memilikinya. Namun kalau nama itu dianggap memiliki sejarah yang perlu dipertahankan, bisa saja dengan mengubah UU nomor 25 tahun 2004 tentang SPPN menjadi UU tentang GBHN.

Sementara itu, Ketua Fraksi PKS di DPR, Jazuli Juwaini, mengatakan garis haluan negara dibutuh agar pembangunan berjalan berkesinambungan dan terarah sehingga tidak tumpang tindih serta tidak terkesan bongkar pasang.

"PKS dalam posisi mendukung atau menolak dihidupkannya GBHN namun kami memberikan ruang bagi para pakar berdiskusi bagaimana agar pembangunan di Indonesia tidak tumpang tindih dan bongkar pasang," kata dia.

Jazuli menjelaskan setiap pemimpin memiliki visi misi dan kebijakan yang berbeda-beda namun harus ada strategi agar kebijakannya berlangsung berkesinambungan.

Namun, Jazuli menilai garis haluan itu bukan berarti harus berbentuk Garis-Garis Besar Haluan negara karena bisa berwujud apapun dan munculnya wacana itu karena adanya kesinambungan pembangunan.

"Sebenarnya ada UU tentang Rencana Pemerintah Jangka Panjang, Menengah, dan Pendek, kalau bisa diefektifkan maka akan berjalan baik," katanya.

Jazuli mengatakan PKS menyetujui pentingnya adanya haluan negara agar cita-cita presiden tidak jauh dari ideologi negara.

Selain itu menurut Jazuli, FPKS bukan menyetuju GBHN melainkan mendorong adanya haluan negara sehingga tidak dipersepsikan seolah-olah dirumuskan demi kepentingan kelompok tertentu.

Sementara itu, pengamat politik Yudi Latif mengatakan, GBHN ingin dihidupkan karena ketidak efektifan lembaga negara dalam memberikan kepastian arah dan pelaksanaan pembangunan.

"GBHN  ingin dihidupkan karena ketidak efektifan lembaga negara dalam memberikan kepastian arah dan laksanakan pembangunan.

Para pendiri bangsa kita sadari melawan kapitalisme oleh karena itu harus urus sistem yang buat negara tidak jatuh ke tangan orang perorang," katanya.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home