Loading...
RELIGI
Penulis: Sabar Subekti 15:18 WIB | Sabtu, 17 Oktober 2015

Maman: Toleransi Harus Dipertahankan Jadi Karakter Indonesia

Korban kerusuhan sektarian di Aceh Singkil mengungsi. (Foto: diambil dari situs HKBP)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Anggota Komisi VIII DPR, Maman Imanulhaq, menegaskan toleransi antarumat beragama harus dipertahankan menjadi karakter Indonesia, sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara berjalan harmonis.

"Kami ingin bantuan semua pihak bahwa kita harus mengembalikan nilai toleransi menjadi karakter bangsa dan negara Indonesia," katanya di Gedung Nusantara I, Jakarta, hari Jumat (16/10).

Menurut dia, apabila nilai toleransi itu bisa diterapkan maka masyarakat menjadikan semangat sebuah agama menjadi nilai perubahan dan perdamaian.

Namun dia menilai, untuk mewujudkan itu terkendala dari kelompok yang punya ideologi transnasional dan transaksional. "Transnasional adalah kelompok pengusung ideologi dari luar, seperti wahabi ingin Indonesia bagian dari mereka, lalu menyerang dengan dua cara," kata dia seperti dikutip Antara.

Cara pertama menurut politikus PKB itu, menolak sejarah seperti Arab Saudi menghancurkan 400 situs bersejarah. Menurut dia, kelompok itu di Indonesia menolak adanya unsur kesenian dalam sebuah agama seperti menolak tradisi sintren asal Cirebon.

"Padahal agama Islam di Indonesia bisa berdampingan dengan nilai kebudayaan," katanya. Dia menjelaskan kelompok transnasional ini bergerak sistematis dan masif serta memiliki beberapa media yang terus mengusung soal pemurnian islam.

Kedua, menurut dia, kelompok transaksional, sendi keagamaan di Indonesia itu sudah tidak bisa membendung bagaimana uang dari luar termasuk mengacaukan seluruh ormas.

"Terkadang NU dan Muhammadiyah lamban merespons soal kekerasan anak dan agama seperti di Aceh Singkil," katanya.

Selain itu, ujar dia, agama toleran dan damai juga terkendala dengan regulasi sehingga kekerasan atas nama agama kerap terjadi.

Dia mencontohkan peristiwa di Aceh Singkil, bagaimana mungkin massa mengambil peran untuk menghancurkan gereja hanya karena ada kesepakatan gereja harus mengurangi gerejanya.

"Ketiadaan IMB tidak harus diartikan membakar tempat ibadah karena tempat ibadah tidak perlu dihancurkan, akan hancur sendiri apabila umat tidak merawat," ujarnya.

Dia menilai Bimas Islam, Kristen, Katolik, Budha, dan Hindu di Kementerian Agama merupakan pranata negara yang tidak berfungsi.

Menurut dia, Bimas tersebut bekerja seperti robot birokrasi tanpa inovasi dan tidak bisa bekerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat untuk mendeteksi gerakan intoleransi.

"Jadi jangan heran kalau ada perumahan yang mengatasnamakan agama, penghancuran kuburan dan itu terjadi di mana-mana," ujarnya.

Maman menegaskan negara harus hadir dalam menyelesaikan persoalan intoleransi tersebut agar tidak berlarut-larut.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home