Loading...
DUNIA
Penulis: Eben Ezer Siadari 14:57 WIB | Kamis, 30 April 2015

May Day, 175 Juta Buruh Serukan Stop Keserakahan Korporasi

May Day di Australia (Foto:teawallpapers.net)

BRUSSELS, SATUHARAPAN.COM - Organisasi buruh terbesar di dunia yang berbasis di Brussels, International Trade Union Confederation (ITUC),  menetapkan tema "Stop Keserakahan Korporasi' dalam pernyataan resminya memperingati hari buruh atau May Day 1 Mei 2015. Organisasi beranggotakan 175 juta di seluruh dunia ini berpendapat diperlukan sebuah model bisnis baru untuk mencegah tenaga kerja diperlakukan sebagai komoditas.

"Keserakahan korporasi digugat pada 1 Mei dan kelas pekerja menilai model bisnis yang ada sekarang sudah bangkrut secara total," demikian salah satu bunyi pernyataan itu, yang dilansir di laman resmi www.ituc-csi.org.

ITUC yang berdiri pada 1 November 2006, kini beroperasi di 156 negara dan teritori serta memiliki 315 afiliasi kebangsaan, menyatakan sejak tahun 1980, Produk Domestik Bruto (PDB) dunia telah meningkat tiga kali. Namun, kesenjangan pendapatan justru mencapai titik tertinggi sepanjang sejarah.

Dikatakan bahwa para pekerja di perusahaan-perusahaan terkaya di dunia, sering terabaikan, tidak memiliki keamanan kerja dan bekerja dalam jam kerja yang panjang dengan upah yang sangat rendah. "Seringkali mereka bekerja di lingkungan yang tidak sehat dan untuk produk yang tidak sehat pula," demikian bunyi pernyataan ITUC.

ITUC, yang sekjennya, Sharan Burrow dijadwalkan akan merayakan May Day di Jakarta, besok, menyebutkan bahwa  60 persen perdagangan dunia dikendalikan oleh perusahaan-perusahaan raksasa. Mereka, kata pernyataan itu, tanpa merasa bersalah menggunakan model bisnis yang didasarkan pada eksploitasi dan pelecehan pada hak asasi manusia.

"Manusia di dalam maupun di luar negeri tidak memiliki arti bagi pemimpin-pemimpin perusahaan besar entah itu di AS, Tiongkok, Korea maupun di pusat-pusat ekonomi dunia lainnya."

Para pekerja seluruh dunia, menurut ITUC, sudah cukup menahan kesabaran. Menurut ITUC, sebanyak 94 persen pekerja di dunia menginginkan jaminan hak bekerja sebagai fundasi perdagangan dunia. Sebanyak itu pula orang yang menginginkan peraturan yang lebih kuat untuk menjamin korporasi memberikan kondisi kerja yang akuntabel dengan upah yang lebih baik. Sedangkan 84 persen menginginkan upah minimum dinaikkan di seluruh dunia.

Oleh karena itu, ITUC dalam pernyataannya meminta para pemimpin dunia menegakkan aturan hukum. "Jika semua pemerintah di dunia mewajibkan semua perusahaan besarnya bertanggung jawab atas perilaku bisnis mereka di dalam maupun di luar negeri, kita akan dapat mengakhiri keserakahan korporasi dan membuat perekonomian global bekerja lebih berpihak kepada masyarakat banyak daripada kepada satu persen orang terkaya."

Selain itu, ITUC juga menyerukan agar pemerintah dimana pun di dunia memperjuangkan institusi pasar tenaga kerja yang kuat yang menjamin distribusi kekayaan melalui kebijakan upah minimum. Selain itu kebebasan berserikat juga dianggap fundamental untuk mengakhiri keserakahan korporasi dan mengurangi ketidakmerataan.

"Tenaga kerja bukan komoditas. Ini merupakan prinsip yang paling mendasar pada Konstitusi ILO dan hukum internasional. Namun 2,9 miliar tenaga kerja di dunia saat ini semakin diperlakukan demikian oleh korporasi di dunia --sebagai komoditas yang menjamin privilese kaum kaya."

Di bagian lain pernyataannya, ITUC menyerukan agar pemerintah-pemerintah di seluruh dunia menjamin perlindungan sosial bagi buruh. Itu dicapai dengan menjamin pendapatan dasar, layanan publik dan memastikan komunitas yang damai.

"Pada May Day ini, pekerja meminta diakhirinya kerja yang tidak aman dan tidak sehat. Kami meminta perusahaan berhenti menipu perpajakan, menghentikan perusakan iklim dan menghentikan praktik-praktik yang menyembunyikan keberadaan nyata pekerja mereka lewat kontrak dan kesepakatan yang tak terhitung."

"Kami meminta dihentikannya upah rendah, menghentikan pekerja informal maupun pekerja paksa dan kami meminta martabat dan kemerdekaan bagi pekerja untuk bebas berserikat dan daya tawar kolektif."

"Kami bersatu dalam cita-cita untuk mengakhiri keserakahan korporasi."

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home