Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 20:38 WIB | Kamis, 17 Maret 2016

Megawati Institute Tampik Kebijakan Ekonomi Liberal Jokowi

Arif Budimanta (kemeja putih) memegang buku saat menjadi pemateri pada diskusi di Warung Daun, Jakarta. (Foto: Dok. satuharapan.com).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Direktur Eksekutif Megawati Institute, Arif Budimanta, menampik pernyataan mengenai kebijakan ekonomi Presiden Joko Widodo yang semakin liberal dan pro investasi asing.

Menurut dia, kebijakan ekonomi Jokowi sejak awal pemerintahan hingga saat ini sarat dengan kepentingan nasional dan pro rakyat.

“Kalau kita lihat ya sebenarnya kebijakan ekonomi yang ada sekarang itu sarat dengan kepentingan nasional,” kata Arif Budimanta kepada satuharapan.com, ketika dimintai pendapatnya di Kantor Megawati Institute, Jakarta, pada hari Kamis (17/3).

“Kenapa kami dapatkan katakan itu? Kalau misalnya dalam konteks fiscal policy saja, dengan diperbesarnya dana desa itu menunjukkan bahwa ada keberpihakan terhadap daerah-daerah yang dipinggir, di pedalaman,” dia mencontohkan.

Selain itu, lanjut dia, belanja modal juga lebih besar untuk infrastruktur dan itu juga dikerjakan oleh perusahaan-perusahaan yang basisnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Nah, kalau pun ada kerja sama dengan para pihak lembaga-lembaga internasional itu pasti dilakukan dengan menyertakan perusahaan-perusahaan nasional, pengusaha-pengusaha nasional,” katanya.

Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional itu menolak jika dikatakan pemerintahan Jokowi membuka lebar-lebar bisnis kepada investasi asing dengan merevisi Daftar Negatif Investasi (DNI). Menurutnya, kebijakan tersebut untuk memberikan nilai lebih kepada masyarakat dan untuk penciptaan lapangan pekerjaan yang lebih banyak.

“Itu merupakan salah satu proses harmonisasi kebijakan dalam rangka dua hal. Yang pertama memberikan nilai lebih kepada masyarakat agar mendapatkan produk yang berkualitas dengan harga yang lebih dijangkau oleh masyarakat, harga lebih rasional,” katanya.

“Kemudian yang kedua, yang lebih penting lagi adalah itu dilakukan dalam kerangka untuk reindustrialisasi dan pencipataan lapangan pekerjaan yang banyak.”

“Nah kalau lapangan pekerjaan yang tercipta banyak dan kerjanya di bidang industri – karena bidang industri kan sifatnya jangka panjang, long life – maka kemudian mereka akan menjadi Wajib Pajak, maka dari hasil pajak yang dikumpulkan itu bisa dapat membangun Negara dari para pekerja,” dia menambahkan.

Berbalik Jadi Liberal

Sebelumnya, ekonom dan mantan Menteri Keuangan dalam pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, M. Chatib Basri, menilai kebijakan ekonomi Presiden Joko Widodo berbalik menjadi liberal bila dibandingkan dengan janjinya semasa kampanye. Namun, hal ini dia pandang baik dan perlu didukung karena akan membawa perbaikan bagi perekonomian.

Chatib Basri mengatakan itu ketika satuharapan.com menanyakan pendapatnya tentang analisis yang dilansir The Australian tentang agenda kunjungan Menteri Perdagangan, Thomas Lembong, ke Australia pekan ini.

Menurut The Australian, platform ekonomi Jokowi saat kampanye adalah nasionalisme ekonomi dan bahkan proteksionisme ringan, tetapi kini beralih menjadi kebijakan liberal. The Australian bahkan menjuluki Thomas Lembong sebagai rasul liberalisasi ekonomi yang membawa perubahan dramatis dalam arah kebijakan ekonomi Indonesia.

"Saya setuju bahwa sejak September ada pembalikan kebijakan ekonomi yang sangat signifikan dan pro pasar. Dan ini langkah yang baik dan tepat," kata Chatib Basri, pada hari Sabtu (12/3) lalu.

Ia mencontohkan deregulasi dan revisi Daftar Negatif Investasi membantu  membuat Indonesia menjadi lebih atraktif.

"Saya percaya dengan Sadli's law: bad times make good policy. Good times make bad policy. Kebijakan berubah dan reformasi menjadi jalan karena ekonomi Indonesia di 2015 mencapai titik terendah sejak 2009."

Menurut dia, "kebijakan pemerintah baru yang awalnya proteksionistis berubah menjadi lebih liberal. Ini selalu terjadi, dalam situasi ekonomi yang buruk politisi baru mau mendengar rasionalitas ekonomi. Sadli's law selalu berlaku selama ini," kata Chatib Basri.

Ketika ditanyakan bagaimana ia memperkirakan respon masyarakat atas perubahan itu, khususnya dari dalam kubu pendukung Jokowi sendiri yang sebagian adalah pendukung nasionalisme dan perlindungan pasar dalam negeri, Chatib Basri secara diplomatis mengatakan sentimen semacam itu biasanya akan meningkat jika ekonomi sudah baik kembali.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home