Loading...
INSPIRASI
Penulis: Endang Hoyaranda 07:00 WIB | Senin, 15 Agustus 2016

Memaksakan Kebenaran yang Salah

Hidup adalah pilihan
Pilihan (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – The Dreyfus affair merupakan salah satu skandal militer terbesar dunia pada akhir abad ke-19. Skandal itu menggambarkan betapa manusia mampu membenarkan diri sendiri sekalipun menyadari betul bahwa ia salah. Manusia mampu membuat keputusan mahabesar dalam hidupnya atau hidup orang lain tanpa mencari kebenaran, namun mengejar dan memaksakan apa yang diharapkannya sebagai kebenaran.

Dreyfus adalah seorang kapten artileri Prancis keturunan Yahudi yang cukup berprestasi. Tetapi, pada suatu saat seorang pimpinan militer Prancis tak menginginkan orang Yahudi di barisannya dan mencari cara untuk menyingkirkan Dreyfus.

Suatu hari ditemukan sobekan kertas di tempat sampah, yang ketika direkatkan kembali ternyata bahwa penulis telah menjual dokumen rahasia militer Prancis kepada Duta Besar Jerman di Prancis. Setelah berbagai goresan tangan para anggota militer yang dicurigai dipersamakan dengan tulisan di kertas tersebut, maka dipastikanlah bahwa tulisan itu dibuat oleh Dreyfus. Dreyfus pun dipenjara sekalipun ia bersumpah tak bersalah.

Ia dipenjarakan selama beberapa tahun sampai seorang pimpinan militer menemukan fakta bahwa seorang militer lain telah meniru tulisan Dreyfus untuk mencelakakannya. Dreyfus pun dibebaskan dari penjara, namun tetap dinyatakan bersalah.

Dua belas tahun setelah kejadian itu, barulah Dreyfus dibebaskan dari tuduhan. Namun, skandal itu telah membelah masyarakat Prancis atas mereka yang promiliter yang tetap membenarkan sikap militer terhadap Dreyfus, dan mereka yang antimiliter, yang ingin melihat kebenaran sesungguhnya.

Itulah juga yang menjadi salah satu pemicu awal dari radikalisme di Prancis.  Dan tentu saja dapat dibayangkan akhir cerita ini bagi nasib oknum militer yang telah menghukum Dreyfus yang tidak bersalah. Kenikmatan sesaat telah membutakan diri terhadap kebenaran tanpa mempedulikan akibat akhir bagi dirinya. Bagai menggali kubur bagi diri sendiri.

Anda mungkin pernah berada pada posisi seperti Dreyfus, ketika meyakini sedang membela sesuatu yang benar, namun dipersalahkan dengan tiadanya pembelaan yang dapat membuat diri Anda didengar demi ditegakkannya kebenaran yang sesungguhnya.

Kalaupun tidak mengalami sendiri, betapa sering kisah serupa terdengar di tanah air ini, ketika sejumlah orang tidak mencari apa yang sesungguhnya benar, namun mencari apa yang diinginkannya. Ibarat militer di skandal Dreyfus yang memaksakan kebenaran semu.

Tidak seperti pandu. Pandu berbeda dari militer dalam skandal Dreyfus itu. Pandu selalu mencari sampai dapat  apa yang harus ditemukannya, sekalipun ia sendiri harus mengalami kesulitan dan tantangan dalam waktu yang bisa amat panjang. Ia akan tetap setia pada prinsipnya, dan tak akan memberi jalan bagi pembenaran demi kenikmatannya sendiri. Namun, pasti diri mereka diliputi rasa damai dan sejahtera karena meyakini telah melakukan seusatu yang baik.

Memiliki sikap pandu atau militer skandal Dreyfus adalah pilihan. Sepanjang perjalanan hidup, manusia pasti sering dihadapkan pada pilihan seperti di atas.  Salah memilih bisa berakibat tidak saja menjadi pesakitan di mata hukum, tetapi lebih berat lagi menjadi menjadi pesakitan di mata diri sendiri.

Mahatma Gandhi dengan tegas mengatakan bahwa tak ada kehilangan yang lebih besar daripada kehilangan harga diri. Percaya diri untuk menghasilkan karya baik dalam hidup amat ditentukan oleh harga diri. Dan harga diri amat ditentukan oleh pengalaman hidup akibat pilihan saat berada di persimpangan jalan.

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home