Loading...
RELIGI
Penulis: Sotyati 15:50 WIB | Selasa, 10 Februari 2015

Menag: Guru Agama Harus Berwawasan Inklusif

Menag Lukman Hakim Saifuddin. (Foto: Dok satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menekankan guru agama harus berwawasan inklusif, terutama menyangkut pandangan tentang adanya keragaman beragama yang dianut bangsa Indonesia.

“Selama ini minim sekali mereka (guru agama) mendapatkan masukan terkait dengan bagaimana agama itu lebih ditonjolkan sisi-sisi substantifnya, esensinya, bukan ritual formal keagamaannya saja. Karena kalau ritual formal masing-masing agama itu berbeda,” ujar Menag Lukman Hakim dalam wawancara dengan Pinmas terkait sejumlah persoalan dan isu selama 100 hari kerja kabinet kerja beluma lama ini.

Yang juga tidak kalah penting, ujar Menag,  adalah bagaimana setiap guru agama berkemampuan untuk mentransformasikan pengetahuan ke peserta didik terkait hal-hal substantif, esensial dari agama, yaitu memanusiakan manusia, yang jadi hakikat dari agama itu.

Kalau mengajarkan, misalnya, menyampaikan tauhid bahwa Tuhan itu Esa, seharusnya tidak sekadar doktriner Tuhan itu Esa. Menag Lukman Hakim berpendapat, guru harus bisa menjelaskan keesaan Tuhan itu adalah wujud manusia itu memiliki keterbatasan, karena dia lalu mengakui ada sesuatu di luar dirinya yang Tunggal dan menguasai itu.

“Dengan cara seperti itu, karena masing-masing kita terbatas, maka tidak boleh di antara kita merasa paling benar,” kata Menag.

Menag menambahkan, yang tidak terbatas itu adalah yang Maha Esa itu yang tanpa batas. Sementara di luar yang Maha Esa itu semuanya memiliki keterbatasan.  Karena kita, sesama manusia, memiliki keterbatasan, tidak pada tempatnya kalau kita sebagai manusia mengklaim diri paling benar. 

“Dengan sikap demikian, toleransi dan tenggang rasa dibangun. Sehingga, karena memahami keterbatasan masing-masing, kita bisa saling menghargai dan menghormati,” Menag memberi ilustrasi.

Menjawab pertanyaan tentang adanya arus “penolakan” terhadap salah satu ketentuan UU Sisdiknas di mana setiap sekolah harus menyediakan Guru Agama saat akan ditetapkan sebagai UU pada waktu itu, Menag menegaskan, UU tersebut sebenarnya ingin memberikan jaminan kepada setiap warga negara, khususnya yang masih menjadi siswa, untuk mendapatkan pendidikan agama.

Prinsipnya, Menag menegaskan, setiap peserta didik tanpa terkecuali berhak mendapatkan pendidikan, dan negara wajib memberikan pendidikan. Pendidikan di sini termasuk pendidikan agama, sehingga setiap lembaga pendidikan itu berkewajiban memberikan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianut siswa.

“Itu kewajiban, UU memerintahkan seperti itu. Jadi kalau ada siswa beragama A, dia wajib mendapatkan pendidikan agama A, tidak boleh agama B atau C. Guru yang mengajarkan pendidikan agama itu harus seagama dengan agama yang diajarkan. Jadi, tidak bisa saya beragama Islam mengajarkan agama Kristen. Atau orang Kristen mengajarkan agama Hindu. Itu tidak bisa,” Menag mencontohkan.

Itu semua diatur dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 20013 untuk memberikan jaminan bahwa tidak hanya anak yang usia belajar itu bisa mendapatkan pendidikan agama, tapi juga jaminan pendidikan agama yang diberikan yang diterima oleh anak itu adalah pendidikan agama yang benar karena diberikan oleh guru yang seiman.

“Karenanya, setiap lembaga pendidikan harus konsekuen dengan amanah UU itu,” Menag menjelaskan. (kemenag.go.id)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home