Menag: Jangan Banggakan Pergi Haji Berkali-kali
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, jangan membanggakan diri pernah berkali-kali menunaikan ibadah haji, karena secara tidak sadar hal itu telah menyita kuota yang menjadi hak orang lain untuk pergi haji.
"Cara pandang umat Muslim membanggakan berhasi berulang-ulang harus diubah," kata Lukman Hakim Saifuddin ketika berdialog dengan jajaran redaksi Sindo Grup di Jakarta, Selasa (3/2).
Didampingi Sekjen Kemenag Nur Syam, Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Komaruddin Amin dan Kepuspinmas Rudi Subiyantoro, Menag menjelaskan berbagai kebijakan perhajian yang baru.
Di hadapan awak media setempat, dengan moderator Pung Purwanto, pimpinan redaksi Koran Sindo, Lukman Hakim mengatakan, di antara kebijakan baru dalam perhajian adalah melarang seseorang pergi haji lagi jika yang bersangkutan pernah menunaikan ibadah haji.
Bagaimana caranya untuk mengetahui umat Islam pernah berhaji, menurut dia, dapat diketahui melalui Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) yang dimiliki Kemenag.
Perlakukan pelarangan pergi haji berulang kali sudah lama digaungkan Kementerian Agama. Untuk 2015, menurut dia, akan diberlakukan. Hal ini mengingat antrean jamaah haji dari tahun ke tahun semakin panjang. Ia mencontohkan, di Makassar saja sudah ada yang antre sampai 25 tahun ke depan baru bisa berangkat.
Kuota haji Indonesia pada 2015 tetap tak meningkat, pada kisaran 168.800 orang, terdiri dari 15.200 orang haji reguler dan 13.600 orang untuk haji khusus. Jumlah jamaah haji sebanyak itu sudah termasuk pemotongan 20 persen dari kuota nasional sebagai bagian dari kebijakan pemerintah Arab Saudi, karena perluasan Masjidil Haram.
Proyek perluasan Masjidil Haram diperkirakan selesai pada 2016, dan diharapkan kuota nasional 211.000 orang bisa kembali lagi seperti tahun-tahun sebelumnya.
Mengingat kuota haji makin terbatas, dan daftar tunggu pergi haji makin panjang, Lukman mengatakan, ada usulan dari Komisi VIII DPR RI agar haji khusus dihapus untuk tahun-tahun mendatang. Alasan anggota Dewan, semata-mata untuk mempercepat umat Muslim berangkat haji.
Usulan itu, kata Menag, bisa saja diberlakukan jika memang publik dan DPR RI menyetujuinya. Namun harus diperhatikan pula, dalam UU Nomor 13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji, bahwa haji khusus sudah diatur demikian rupa. Khususnya bagi orang yang memiliki kemampuan ekonomi lebih dan ingin mendapatkan pelayanan lebih baik, dan menunaikan ibadah haji dalam waktu relatif singkat.
Jadi, katanya, harus diperhatikan undang-undang yang ada. "Kemenag bisa saja memberlakukan itu sejauh Dewan dan masyarakat menghendaki hal itu," kata Lukman.
Usia Lanjut
Pada dialog tersebut mencuat perihal "istitoah" atau kemampuan dalam berhaji, terkait banyaknya jamaah haji Indonesia berusia lanjut wafat di Tanah Suci.
"Banyak jamaah risti (risiko tinggi) ingin meninggal di Tanah Suci," kata seorang wartawan yang disambut tawa hadirin.
Menurut Menag Lukman Hakim, pihaknya tengah mengkaji sejauhmana hak bagi jamaah usia lanjut yang masuk kategori risiko tinggi itu dari sisi Istitoah. Dalam berhaji unsur "istitoah" tak hanya meliputi aspek kemampuan finansial untuk pergi haji, unsur kemampuan pemahaman manasik dan kesehatan juga ikut di dalamnya. Unsur kesehatan menjadi bagian penting dari "istitoah".
Ia berpendapat, jika jamaah usia lanjut kemudian dari sisi kesehatan tak memungkinkan dalam menunaikan ibadah haji lebih baik tidak berhaji. Pasalnya, unsur "istitoah" yang dimaksud tak terpenuhi seluruhnya. "Tapi, itu pandangan pribadi," katanya.
Namun, lanjut dia, pihaknya akan menggelar "muzakaroh" atau pertemuan yang melibatkan ulama dan tokoh agama untuk membahas "istitoah" dalam berhaji. Bagimana dari sisi kesehatan jika dipaksakan juga berhaji. Kapan hal itu dilakukan, ia belum menentukan waktunya. Yang jelas, hal ini perlu dilakukan untuk memberi kepastian mengingat banyaknya jamaah usia lanjut tiap tahun dari Tanah Air.
Kebijakan Kementerian Agama dalam menangani usia lanjut usia dalam berhaji, ia mengatakan, tetap memprioritaskan kepada para usia lanjut. Khususnya berusia 70 tahun ke atas yang apabila dalam sisa kota nasional masih kosong menjadi prioritas utama untuk diberangkatkan.
"Jadi, selama ini usia lanjut tetap menjadi prioritas utama. Kuota nasional tak boleh sisa dan harus terpakai. Pihak Kemenag tidak menolerir adanya sisa kuota digunakan oleh pihak mana pun, sekalipun itu pejabat," katanya.(Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
BI Klarifikasi Uang Rp10.000 Emisi 2005 Masih Berlaku untuk ...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Bank Indonesia (BI) mengatakan, uang pecahan Rp10 ribu tahun emisi 2005 m...