Loading...
INDONESIA
Penulis: Dewasasri M Wardani 13:13 WIB | Rabu, 17 Agustus 2016

Mengapa Anak-Anak Sebaiknya Dilarang Main Gadget?

Ilustrasi (Foto: dw.com)

SATUHARAPAN.COM - Zaman gadget atau gawai mengubah strategi orang tua dalam menenangkan anak yang rewel. Sembilan dari 10 ibu atau ayah yang sibuk mengaku telah memberikan gawai atau perangkat sejenisnya kepada balita untuk menenangkan si kecil sehingga orang tuanya bisa melanjutkan tugas-tugas lain.

Demikian hasil penelitian yang dilakukan oleh sebuah situs gaya hidup, goodtoknow.co.uk, seperti yang dikutip dari nationalgeographic.co.id.

Penelitian ini juga telah mengungkapkan, enam dari 10 orangtua mengatakan, anak-anak mereka lebih tertarik bermain game terbaru atau menonton film pada gawai daripada duduk di depan TV.

Orang tua yang sibuk juga menganggap gawai adalah cara termudah untuk menjaga anak-anak. Sembilan dari 10 orangtua pun mengatakan, mereka tidak khawatir terhadap aktivitas balita menggunakan gawai. Delapan dari 10 orangtua telah mengunduh hingga 10 aplikasi di gawainya untuk balitanya.

Tujuh dari 10 orangtua juga, telah membelikan ponsel pintar khusus untuk anak mereka yang duduk di sekolah dasar.

Survei juga menemukan, lebih dari setengah dari ibu dan ayah tidak melakukan kontrol terhadap anak-anaknya dalam menggunakan gawai.

Dikhawatirkan, anak-anak menggunakan ponsel pintar untuk membuka situs atau konten internet yang tidak pantas.

Sementara itu, sembilan dari 10 ibu dan ayah percaya tablet dan ponsel pintar sangat membantu pendidikan. Mereka menganggap gawai harus digunakan untuk meningkatkan kinerja anak di sekolah. Namun, sembilan dari 10 anak-anak menggunakannya untuk bermain game atau mengakses situs media sosial.

Apa saja dampak memberikan gawai kepada anak-anak?

Berikut beberapa alasannya:

Pertama, pertumbuhan otak terlalu cepat. Antara 0-2 tahun, pertumbuhan otak anak-anak berkembang sangat cepat, dan berlanjut hingga umur 21 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan perkembangan otak yang terlalu banyak terpapar teknologi seperti telepon pintar, internet dan televisi menyebabkan anak-anak menjadi kurang konsentrasi, mengalami gangguan kognitif dan proses belajar, temperamental serta kurang bisa kendalikan diri.

Kedua, menghambat perkembangan. Ketika anak bermain gawai, mereka cenderung tidak banyak bergerak. Penggunaan teknologi membatasi gerak fisik, sehingga menghambat pertumbuhan. Sebuah penelitian di Amerika Serikat menunjukkan sepertiga jumlah anak-anak yang mulai bersekolah mengalami hambatan perkembangan fisik, dan rendahnya kemampuan membaca serta pencapaian prestasi di sekolah.

Ketiga, risiko kegemukan. Beberapa peneliti menunjukkan hubungan antara gawai dengan obesitas. Anak-anak yang diperbolehkan bergawai di kamar mereka cenderung lebih mudah terkena risiko kegemukan. Padahal 30 persen anak-anak yang mengalami obesitas akan lebih mudah berpotensi terkena diabetes, serangan jantung dan stroke.

Keempat, susah tidur. Dari penelitian, diketahui sekitar 60 persen orang tua kurang mengawasi anaknya yang bermain ponsel pintar, tablet atau video game. Sementara 75 persen orang tua membiarkan anak-anaknya bermain gawai dikamar tidur. Selain itu, 75 persen anak-anak usia 9-10 tahun mengalami kesulitan tidur, akibat terlalu banyak bermain gawai. Hal ini bisa berdampak pada prestasi anak di sekolah.

Kelima, gangguan mental. Sepertinya tidak mungkin anak-anak yang masih kecil bisa mengalami gangguan kejiwaan. Namun, sejumlah studi menyimpulkan, penggunaan teknologi yang berlebihan bisa berpotensi menjadi penyebab tingkat depresi pada anak, kecemasan, kurang konsentrasi, autisme, bipolar, dan perilaku bermasalah lainnya.

Keenam, perilaku agresif. Media komunikasi yang menyuguhkan aksi kekerasan dapat menyebabkan anak menjadi agresif. Apalagi kini banyak media atau video game yang menampilkan perilaku kekerasan fisik dan seksual. Amerika Serikat bahkan memasukkan bentuk kekerasan dalam media sebagai risiko kesehatan masyarakat karena pengaruh negatifnya terhadap anak-anak.

Ketujuh, jadi pelupa. Berbagai macam bentuk teknologi media memproses informasi dengan cepat. Jika anak terlalu cepat memproses informasi, mereka malah cenderung kurang bisa berkonsentrasi dan daya ingatnya menurun. Jika anak-anak tidak bisa berkonsentrasi, maka efek sampingnya mereka akan alami kesulitan belajar.

Kedelapan, jadi kecanduan. Orang tua yang terbiasa dengan gawai, kerap membuat anak merasa tak diperhatikan dan juga asyik sendiri dengan ponsel pintar atau tabletnya. Akibatnya, hal itu menjadi kebiasaan dan bisa menimbulkan kecanduan. Penelitian Gentile menyebutkan, 1 dari 11 anak usia antara 8-18 tahun kecanduan teknologi gadget.

Kesembilan, kena radiasi. Telepon seluler dan berbagai teknologi nirkabel mengeluarkan radiasi yang berbahaya bagi kesehatan. Anak-anak yang sering bermain gawai berisiko sering terpapar radiasi tersebut. Padahal, sistem kekebalan dan otak mereka sedang dalam masa pertumbuhan

Kesepuluh, tidak berkelanjutan. Anak-anak adalah masa depan kita, namun tidak ada masa depan bagi anak-anak yang terlalu banyak menggunakan teknologi canggih, demikian diungkapkan peneliti Cris Rowan. Menurutnya, edukasi yang berasal dari gawai tidak akan lama bertahan dalam ingatan anak-anak. Dengan demikian, pendekatan pendidikan melalui gawai tidak akan berkelanjutan bagi mereka, sehingga perlu dibatasi. (dw.com)

 

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home