Loading...
EKONOMI
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 09:05 WIB | Rabu, 15 April 2015

Menko Perekonomian Setuju Pengaturan Minuman Beralkohol

Petugas memeriksa kadar alkohol minuman saat menggelar razia minuman beralkohol di sebuah minimarket di Kota Madiun, Jatim, Jumat (30/1). Petugas dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pariwisata (Disperindagta) Kota Madiun melakukan razia minuman beralkohol yang dijual di minimarket setelah keluarnya peraturan dari Kementerian Perdagangan tentang larangan penjualan minuman beralkohol golongan A yakni yang memiliki kadar alkohol di bawah 5 persen di minimarket. (Foto: Dok. satuharapan.com/Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menko Perekonomian Sofyan Djalil menyatakan setuju dengan pengaturan terhadap minuman mengandung alkohol, namun untuk pelarangan hingga saat ini masih sebatas wacana saja.

"Yang penting kami setuju dengan adanya pengaturan karena tanpa pengaturan itu bahaya sekali karena akan merusak anak-anak," katanya setelah mengikuti jamuan makan malam Presiden Joko Widodo untuk Perdana Menteri Norwegia Erna Solberg di Istana Negara Jakarta, Selasa (14/4) malam.

Ia menyebutkan untuk pelarangan terhadap minuman mengandung alkohol hingga saat ini masih wacana. "Kita baru wacana, belum ada pelarangan, pemerintah akan lihat, tapi masih akan panjang lagi diskusi atau pembahasannya," katanya.

Ia menyebutkan di sejumlah negara, komoditas itu sudah menjadi bagian dari hidup mereka. "Tapi yang penting pemerintah setuju dengan perlunya pengaturan," katanya.

Namun, ia menekan pengaturan yang dimaksud adalah pengaturan yang tidak berlebihan. "Jangan sampai kita atur yang `overregulated` yang kemudian memberikan dampak yang tidak kita inginkan," katanya.

Mengenai rencana penerapan pungutan ekspor minyak sawit mentah (CPO), Sofyan mengatakan Keputusan Presiden akan segera diselesaikan dalam waktu secepatnya.

"Saya baru pulang dari Rusia, tapi peraturannya sudah jadi, mungkin lusa atau dalam minggu ini akan keluar," katanya.

Sofyan menjelaskan pemberlakuan pungutan ekspor CPO ditujukan untuk membela kepentingan petani.

"Tanpa mengenakan pungutan ekspor maka harga tandah buah segar atau TBS sawit bisa jatuh rendah sekali," katanya.

Menurut dia, dengan mengenakan pungutan ekspor itu maka konsumen akan mengambil pasokan dari internasional sehingga harga akan naik dan petani akan diuntungkan karena harga TBS akan naik.

"Kemudian ada dana untuk peremajaan kebun rakyat, dana untuk riset dan pengembangan sumber daya perkebunan terutama perkebunan rakyat," katanya.

Ia menyebutkan besarnya pungutan ekspor ditetapkan untuk CPO sebesar 50 dolar AS dan untuk produk lainnya 30 dolar AS per ton. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home