Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 16:12 WIB | Kamis, 12 Februari 2015

Menlu: Negara “Terbatas” Bantu WNI Terancam Hukuman Mati

Sejumlah aktivis buruh migran bersama dengan Migrant Care menggelar aksi doa bersama dan menyalakan seribu lilin sebagai bentuk dukungan solidaritas dalam upaya pembebasan Satinah dari hukuman pancung di Arab Saudi yang digelar di bundaran Tugu Selamat Datang, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (1/4) (Foto: Dok. satuharapan.com/Dedy Istanto).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi mengatakan negara memiliki keterbatasan untuk membela Warga Negara Indonesia yang terancam hukuman mati di luar negeri. Menurut dia, sesuai Konvensi Wina, kewajiban pemerintah adalah memastikan warga negaranya mendapat fair trial (pengadilan yang adil), termasuk pembelaan terbuka.

“Konvensi Wina memberi kewajiban pada pemerintah untuk memastikan setiap warga negaranya mendapat fair trial, termasuk memberi pembelaan terbuka, itu jelas termuat di sana,” kata Retno dalam Rapat Kerja dengan Komisi I DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/2).

Namun, Menlu Retno mengaku ada satu titik dimana pemerintah sama sekali tidak dapat melakukan upaya penyelamatan terhadap WNI lagi. Titik itu adalah, dimana keluarga korban tidak dapat memberikan maaf kepada WNI yang menjadi tersangka.

"Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo sudah menulis surat berkali-kali ke Raja. Raja yang dulu sudah meninggal, tapi kami juga sudah menulis surat kepada Raja yang baru. Tapi saat keluarga sudah tidak membuka pintu maaf, memang sulit. Bahkan, raja tidak bisa melakukan intervensi," Menlu Retno menjelaskan.

Dia juga mengungkapkan adanya pembatasan yang dilakukan mengenai pembayaran diyat atau denda untuk tenaga kerja Indonesia yang dijatuhi hukuman mati di Arab Saudi. Menurut dia, pembatasan tersebut dihasilkan berdasarkan fatwa dari pertemuan bersama para ulama-ulama di Saudi.

"Mengenai pembayaran diyat, ada rasa keadilan yang harus kita pertimbangkan. Kita sudah membatasi mengenai diyat. Fatwa ulama-ulama di Saudi, apabila yang terancam itu perempuan maka diyat 200 ribu riyal. Apabila laki-laki, maka diyatnya 400 ribu riyal," ujar Menlu Retno.

Kendati demikian, ia mengatakan pembatasan tersebut masih dalam tahap pembahasan bersama dengan pemerintah. "Kami sedang bahas seberapa besar maksimal yang diberikan pemerintah untuk membayarkan diyat," kata dia.

Meskipun ada pembatasan terkait pembayaran diyat, Menlu Retno menjelaskan ada banyak hal yang masih dapat dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi WNI, seperti menyediakan kuasa hukum, menghadirkan keluarga, kemudian mendampingi ke konsuler, mendekati para tokoh-tokoh masyarakat, hingga melakukan upaya diplomatik.

"Kami dapat sampaikan dan tekankan, apa yang dilakukan oleh perwakilan kami di luar negeri sudah extra-mile untuk melindungi warga negara Indonesia," tutur dia.

Berdasarkan perkembangan terakhir, pemerintah sudah berhasil membebaskan 238 WNI dari hukuman mati. Kendati demikian, masih ada 229 WNI yang saat ini masih terancam hukuman mati. Menteri Retno memaparkan 57 persen dari angka tersebut merupakan kasus narkoba, 34 persen kasus pembunuhan. Dari sebarannya, paling banyak terjadi di Malaysia dengan 168 kasus, Saudi Arabia 38 kasus, dan Republik Rakyat Tiongkok 15 kasus.

Sebelumnya, salah satu kasus yang pernah disorot adalah kasus Satinah. Satinah mendapat vonis hukuman mati oleh pengadilan Buraidah, Arab Saudi karena melakukan pembunuhan terhadap majikan perempuannya, melakukan pencurian uang sebesar 37.970 riyal pada Juni 2007.

‪Setelah proses bantuan hukum dan lobi di beragam tingkat, Sarinah dimaafkan bila membayar Diyat sebesar 10 juta riyal atau setara Rp 25 miliar.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home