Loading...
OPINI
Penulis: Anil Dawan 10:40 WIB | Minggu, 04 Juli 2021

Menumbuhkan Jiwa dan Mental Sehat

Saat Rem Penanganan COVID-19 Diinjak Kuat di Masa Darurat
Keluarga. (Foto: Ist)

SATUHARAPAN.COM - Badai pandemi nampaknya belum reda, malah makin menggelora memasuki gelombang kedua. Munculnya varian baru delta dan juga sekaligus melonggarnya kesadaran masyarakat menaikkan kembali lonjakan kasus harian Covid 19. Tiap hari update jumlah harian kasus pecah rekor, makin bertambah. Keputusan Pemerintah untuk memberlakukan PPKM darurat untuk Jawa dan Bali adalah langkah tepat, untuk menekan laju mobilitas warga masyarakat, hingga diharapkan kasus melandai dari 3 Juli-20 Juli 2021.

Pandemi menguncang emosi. Perubahan kebiasaan yang kadang menimbulkan ketidaknyamanan sehari-hari manusia mau tidak mau memang harus dijadikan habitus baru seperti perubahan kebiasaan hidup mulai dari menjaga jarak, mencuci tangan, memakai masker rangkap, menjauhi kerumunan. Tak lupa bersedia divaksin dengan mendukung dan mengikuti program vaksinasi untuk menciptkan herd immunity, kekebalan kelompok. Aktivitas bekerja dari rumah, beribadah dari rumah, membatasi kegiatan di luar rumah dan hanya yang benar-benar urgent dapat dilakukan dengan prokes ketat. Goncangan emosi makin menjadi saat mendengar berita silih berganti yaitu berita kematian dan duka yang datang silih berganti menjadikan emosi duka dan sedih menjadi keseharian baru yang nampak. Pahlawan-pahlawan kemanusiaan berguguran, mulai dari dokter dan perawat yang terpapar Covid 19 karena ketidakjujuran pasien yang diperiksanya, ataupun nasib nelangsa perawat yang distigma hingga tak bisa pulang ke keluarga sehabis bertarung menyelamatkan raga pasien-pasienya. Dan masih banyak kisah-kisah dalam realita di masa pandemi yang menguras emosi. Potret ironis dan memelaskan hati.

Membangun Resiliensi

Dalam masa pandemi dibutuhkan resiliensi. Reseliensi merupakan kemampuan untuk tetap kuat, sehat dan tangguh setelah sesuatu yang buruk melanda hidup. Reseliensi setiap manusia dalam bekerja, beraktivitas mencakup aspek yang holistik yaitu: fisik yang terkait dengan tubuh manusia, kognitif terkait kemampuan berpikir, emosi yang terkait dengan jiwa dan perasaan, dan perilaku bagaimana manusia bertindak dan merespon, spiritual terkait dengan iman atau keyakinan hingga cara pandang terhadap dunia dan situasi terkini. Beberapa gejala dan tanda yang mengekpresikan gejala stres dalam situasi pandemi diantaranya adalah: kehilangan gairah dan semangat untuk aktif dalam melakukan aktivitas. Tandanya adanya gejala (5L) letih, lesu, loyo, lemas, lunglai. Tak ada vitalitas dan tak berdaya. Terus menerus berada di tempat tidur hampir dalam keseharian. Hanya tidur-tiduran bermalas-malasan. Kecanduan alkohol atau NAPZA (Narkotika, psikotropika dan dan zat-zat adiktif. Mengisolasi diri dari orang-orang disekitarnya, baik dari teman atau malah sebaliknya melakukan perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain. Beberapa orang mengalami kesulitan tidur dan sebagainya.

Untuk orang-orang, hidup sendirian (khususnya yang terisolasi dan tidak terkoneksi dengan yang lain sehingga mengalami kesepian) pandemi Covid 19 telah menciptakan banyak stres dan kecemasan yang unik. Orang-orang yang hidup sendirian, kadang mengalami suasana hati yang berubah turun, disaat memulai suatu pekerjaan di awal hari. Kita tahu bahwa manusia adalah mahkluk sosial, kebutuhan untuk berinteraksi, bertegur sapa dengan sesama, rekan kantor atau teman sejawat merupakan oase yang bisa memberikan daya dan semangat. Keceriaan-keceriaan kecil bisa terbangun dalam relasi dan saling tegur sapa yang dalam kondisi saat ini mungkin hanya bisa dilakukan melalu grup WA, social media atau media informasi dan telekomunikasi lainnya. 

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa isolasi dari waktu ke waktu akan berdampak negatif pada kesehatan mental, kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Tidak tersedianya interaksi sosial yang meskipun tampaknya kecil selama masa pandemi telah menciptakan rasa kehilangan. Kabar baiknya adalah bahwa ketika kontak melalui media komunikasi dilakukan maka dengan sendirinya akan membantu untuk meningkatkan kreativitas dan kesejahteraan jiwa manusia pada umumnya. Dari berbagai informasi hasil percakapan dengan orang-orang yang penulis wawancarai melalui support grup discussion ditemukan bahwa pandemi Covid 19 benar-benar membawa dampak yang luas baik bagi fisik dan psikis, namun disyukuri juga ada banyak dukungan dari keluarga inti, tumbuhnya pengharapan setelah bangkit dari krisis bisa menjadi berkat untuk sesama, adanya waktu bersama untuk beribadah dan berdoa bersama dengan keluarga adalah oase jiwa ditengah kecemasan yang meningkat karena aktivitas yang disekat saat darurat

Menumbuhkan Kesehatan Jiwa

Kesehatan mental merupakan suatu kondisi dimana manusia ada dalam Kondisi kesejahteraan di mana setiap individu menyadari potensinya sendiri, dapat mengatasi tekanan hidup yang normal, dapat bekerja secara produktif dan berbuah, serta mampu memberikan kontribusi kepada komunitasnya. Untuk melangkah menuju sehat mental dan jiwa dalam masa pandemic, maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu: mengatur waktu secara rutin berkala untuk mengasuh spiritualitas melalui saat teduh atau saat hening pribadi, meditasi, doa, ataupun ibadah bersama keluarga. 

Ditengah krisis yang terjadi, masih banyak rasa syukur kepada Sang Pencipta Semesta melalui kebaikan-kebaikan yang dikaruniakanNya kepada manusia dan semesta. Perlu diciptakan juga partisipasi untuk memberikan sapaan, dan dukungan kepada keluarga dan teman-teman, sahabat maupun kerabat, tetangga atau siapapun yang membutuhkan dukungan. Mendengarkan nyanyian, atau musik bahkan atau mencipta puisi, lagu atau yang terkait dengan seni adalah sarana mengasah jiwa untuk tetap bahagia. Aktivitas gerak dan olahraga dan berjemur dibawah sinar matahari sekitar 10-15 menit juga penting dikerjakan meskipun hanya dilakukan siingkat dan terbatas disekitar rumah atau didalam rumah untuk membangun kebugaran tubuh, meningkatkan hormon endorphin dan sekaligus memberikan efek bugar untuk meningkatkan imunitas tubuh.

Salah satu manajemen stress yang baik adalah dengan tidak memikirkan musibah yang berkepanjangan, tapi mulai memikirkan bagaimana memanfaatkan potensi atau skill yang ada untuk menjadi sumber pemasukan. Disamping mencari kesibukan, juga bisa menjadi sumber mata pencaharian yang baru, disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat ini, khususnya bagi mereka yang karena pandemic ini telah kehilangan sumber kehidupan, mata pencaharian. Kreasi dan inovasi untuk bertahan hidup bisa dilakukan dengan mengembangkan dari hobi dan talenta yang ada untuk menjadi kegiatan dan produk kreatif yang bisa memberi dan mengisi waktu kosong, hingga mendapatkan tambahan pendapatan. Ide-ide atau kreasi baru yang muncul selama pandemi: produksi rumahan masker kain, usaha tanaman dan berkebun, industri makanan, jasa antar, dan lain sebaginya. Mari terus tumbuhkan jiwa dan mental yang sehat dan kuat, walau rem penanganan covid 19 sedang diinjak kuat di masa darurat. Bersama kita bisa saling menolong, dan menguatkan. 

 

Dr. Anil Dawan M.Th

Dosen Prodi Manajemen Universitas Pembangunan Jaya dan Aktivis Kemanusiaan WVI

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home