Mufti Turki: Klaim Khalifah ISIS Tidak Memiliki Legitimasi
ISTANBUL, SATUHARAPAN.COM - Deklarasi "kekhalifahan" oleh militan Islam di Irak tidak memiliki legitimasi, dan ancaman kematian yang mereka lancarkan kepada orang Kristen di sana merupakan bahaya bagi peradaban. Hal itu diungkapkan oleh ulama senior Turki, yang juga penerus imam paling senior dari kekhalifahan Islam masa lalu.
Negara Islam adalah sebuah kelompok bersenjata yang sebelumnya bersekutu dengan Al-Qaeda yang telah menguasai wilayah di Irak yang sangat luas pada bulan lalu. Pemimpinnya, Ibrahim al-Baghdadi, mendeklarasikan sebagai "khalifah", yang dalam sejarah terakhir dipegang oleh sultan Ottoman di Turki yang menguasai sebagian besar dunia Muslim.
"Deklarasi tersebut tidak memiliki legitimasi apapun," kata Mehmet Gormez, yang juga Kepala Direktorat Urusan Agama, otoritas keagamaan tertinggi di Turki. Negara itu, meskipun berpenduduk mayoritas Muslim, telah menjadi negara sekuler sejak tahun 1920-an.
"Sejak kekhalifahan dihapuskan... telah ada gerakan yang berpikir mereka dapat membangun kerja sama dunia Muslim dengan membangun kembali khilafah, tetapi mereka tidak memiliki hubungannya dengan realitas, baik dari perspektif politik atau hukum," kata dia kepada wartawan Reuters, seperti dikutip oleh Huffington Post, Selasa (22/7).
Gagal Mempertahankan Agama Damai
Gormez mengatakan ancaman pembunuhan terhadap warga non Muslim yang dilakukan oleh kelompok yang sebelumnya dikenal sebagai Negara Islam di Irak dan Levant (ISIL) atau Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), sangat merusak.
"Pernyataan yang dibuat terhadap umat Kristen benar-benar mengerikan. Ulama Islam perlu fokus padamasalah ini (karena) ketidakmampuan untuk mempertahankan agama damai dan budaya yang menyebabkan runtuhnya peradaban," katanya.
Sejak ISIL menguasai Irak utara pada bulan Juni, orang-orang Kristen telah meninggalkan kota Mosul, di mana militan Islam memaksa mereka untuk pindah agama menjadi Muslim, membayar pajak agama atau dieksekusi. Akibatnya banyak warga Kristen yang meninggalkan kota itu atau menjadi korban.
Komunitas Kristen di Mosul, Irak merupakan salah satu komunitas tertua di dunia yang akarnya bisa ditelusuri hingga dua ribu tahun lalu. Sementara posisi Gormez terlihat unik ketika mempertanyakan klaim Baghdadi sebagai khalifah. Lembaga yang dipimpin Gomez dibentuk pada tahun 1924 untuk menggantikan peran Sheikh al-Islam pada masa Ottoman, sebagai imam besar yang berwenang untuk mengesahkan sultan baru, dan memegang jabat an sebagai penasihat hukum bagi sultan.
Strukturnya Berubah
"Strukturnya telah sangat berubah di zaman modern ini, namun tentu saja ada ikatan sejarah, dan kelanjutan," kata Gormez.
Kekhalifahan Ottoman hilang pada tahun 1924, sebagai bagian dari awal upaya modernisasi oleh Mustafa Kemal Ataturk, yang mendirikan Republik Turki yang sekuler di atas wilayah bekas Kekaisaran Ottoman.
Sekarang, lembaga yang dipimpin Gormez menyusun bahan khotbah mingguan yang disampaikan kepada sekitar 85,000 masjid di seluruh Turki. Lembaga itu juga mempekerjakan semua imam di Turki, pengkhotbah Muslim, yang secara teknis adalah pegawai negeri yang juga dilatih oleh negara.
Namun Konstitusi Turki menegaskan tugas lembaga itu untuk menegakkan prinsip-prinsip sekularisme (negara sekuler dengan prinsip pemisahan kekuasaan negara dan agama-red), serta kesatuan nasional.
Blok Politik
"Kekhalifahan ini keliru dilihat dari otoritas keagamaan oleh Barat, yang melihatnya seperti semacam kepausan. Tapi secara historis kekhalifahan adalah badan hukum yang menerima referensi agama. Itu otoritas politik," kata dia.
Muslim tidak bisa lagi bersatu di bawah kekuasaan penguasa tunggal seperti khalifah, tapi bisa meniru blok politik seperti Uni Eropa, menyelaraskan diri bersama dengan nilai-nilai demokrasi bersama, kata Gormez yang diwawancarai seusai mengakhiri konferensi internasional di Istanbul yang dihadiri oleh puluhan sarjana dari kalangan Islam Syiah dan Sunni.
Konflik antara dua denominasi dalam Islam (Syiah dan Sunni) telah dipersalahkan sebagai penyebab pertumpahan darah baru-baru ini di Irak, namun Gormez mengatakan bahwa faktor-faktor ekonomi dan sosial di daerah itu adalah akar masalahnya.
"Setelah satu abad pendudukan, rezim diktator dan identitas ditekan, mereka mencoba untuk mengekspresikan kemarahan, dendam dan kebencian dengan menggunakan agama," kata dia.
"Barat mencari akar teror dan kekerasan ini di dalam agama, tapi ini bukan perang pada Abad Pertengahan, yang benar-benar sektarian," kata dia menegaskan.
Disebutkan, rata-rata 1.000 Muslim yang dibunuh setiap hari di seluruh dunia, sebagian besar karena konflik saling bunuh, kata dia. "Hampir 90 persen dari mereka dibunuh oleh Muslim lainnya, oleh saudara mereka.
"Muslim tidak perlu melihat melampaui diri mereka untuk menemukan penyebab konflik-konflik ini. Mereka harus menyadari bahwa ... kekuatan global memiliki tanggung jawab, tetapi kekuatan mereka tidak bisa mengendalikan," kata dia.
WHO dan 50 Negara Peringatkan Serangan Ransomware pada Rumah...
PBB, SATUHARAPAN.COM-Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan sekitar 50 negara mengeluarkan peringatan ...