Natal Sederhana dan “Zero Waste”
SATUHARAPAN.COM – Merayakan Natal sering kali diidentikkan dengan keramaian. Kebaktian disusun dengan liturgi yang khusus. Banyak orang terlibat dan sudah ikut repot berbulan-bulan sebelumnya.
Tidak hanya itu, Natal identik juga dengan dekorasi, dengan konsumsi, dengan hadiah. Mal-mal pun terdekorasi dengan hiasan Natal yang sempurna. Natal menjadi sesuatu yang “merepotkan” banyak orang, namun kerepotan itu dianggap sebagai sesuatu yang menyenangkan. Natal berarti juga pengeluaran yang lebih besar dari biasanya, namun semua mengeluarkan dengan rela, karena memang ini adalah Natal.
Kelahiran Yesus menjadi momen yang membuat semua orang heboh. Sebuah kehebohan yang jelas-jelas disengaja karena memang ini adalah sebuah peristiwa besar yang membawa suka cita.
Natal beribu-ribu tahun yang lalu berawal dari berita “suka cita” kepada seorang perempuan sederhana bernama Maria. Berita suka cita itu menghampiri Maria dari kalangan sederhana yang juga bertunangan dengan Yusuf, seorang tukang kayu.
Pasangan muda sederhana, yang rasanya tidak mewarnai dunia kehidupan saat itu. Mereka hanyalah sepasang pemuda yang mungkin tidak disadari kehadirannya, bukan sosok penting, bukan sosok luar biasa, namun toh ternyata Yusuf dan Maria menjadi pemeran utama dalam berita Natal itu.
Coba kita bandingkan dengan skenario Natal yang ada dalam kehidupan kita. Siapa yang berperan dalam perayaan Natal? Yang berperan, yah, mereka yang punya uang. Yang berperan dalam perayaan Natal mereka yang ikut mengatur jalannya perayaan Natal.
Banyak yang tersisih dari gegap gempita Natal, misalnya orang-orang seperti Maria dan Yusuf. Padahal, dahulunya pemeran utama Natal adalah mereka yang sederhana, mereka yang kerap terlupakan. Natal seolah memorakporandakan dunia saat itu. Raja yang lahir bukan terbalut kemewahan seperti layaknya seorang raja.
Raja yang lahir, dibungkus dalam kesederhanaan. Raja yang lahir terbungkus dalam sebuah situasi yang diwarnai permasalahan tidak lantas meniadakan permasalahan. Raja yang lahir membawa suka cita dan memberi kesempatan bagi mereka yang kerap terlupakan. Natal bukan tentang kekuasaan, bukan tentang kemewahan.
Setelah Natal Berlalu
Natal yang sederhana itu tidak menyisakan banyak sampah. Natal yang sederhana itu natal yang zero waste. Yesus lahir dalam pelarian. Tidak membawa banyak barang. Kelahirannya hanya menyisakan suka cita bagi mereka yang menghampirinya.
Natal kita? Natal kita menyisakan banyak sampah, perayaan yang membutuhkan banyak konsumsi. Tanpa malu kita menggunakan atribut Natal yang akhirnya hanya teronggok sia-sia. Kita tidak memedulikan kemasan yang dipakai untuk mengemas makanan dan minuman kita. Kita sibuk membeli semua yang serbabaru.
Kita bahkan tidak segan memotong pohon cemara untuk semarak Natal kita.Kita heboh memikirkan kenangan Natal. Ribut memikirkan suvenir dan hiasan Natal. Natal kita adalah natal yang meninggalkan thousands of waste. Setelah Natal berlalu yang tinggal hanyalah sampah yang teronggok dan suka cita pun menjauh seiring dengan lewatnya hari Natal.
Natal saat Yesus lahir tidak menyisakan sampah, namun menyisakan suka cita, bahkan suka cita yang abadi. Suka cita karena dikasihi. Suka cita karena diperhatikan. Suka cita yang terus meresap dalam relung hati.
Selamat menyambut Natal, Saudara-saudara, kiranya Natal tahun ini dirayakan dalam kesederhanaan, menyapa mereka yang karena kesederhanaannya kerap terlupakan, dan semoga Natal kali ini tidak menyisakan banyak sampah…
Editor : Sotyati
RI Evakuasi 40 WNI dari Lebanon via Darat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia mengevakuasi 40 Warga ...