Loading...
BUDAYA
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 23:50 WIB | Kamis, 03 Desember 2015

Night at Museum with Acapella Mataraman

Penutupan Pasar Malam Museum 2015
Night at Museum with Acapella Mataraman
Museum Benteng Vredeburg tempat penyelenggaraan Pasar Malam Museum (PMM) 2015 sebagai upaya untuk mendorong kunjungan wisatawan ke museum sekaligus alternatif wisata malam hari di Yogyakarta ditutup Kamis (3/12). (Foto-foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)
Night at Museum with Acapella Mataraman
Perform Acapella Mataraman pada penutupan PMM 2015, Kamis (3/12).
Night at Museum with Acapella Mataraman
Suasana plasa Museum Benteng Vredeburg selama pelaksanaan PMM 2015.
Night at Museum with Acapella Mataraman
Jogja Koes Plus Community turut memeriahkan acara penutupan PMM 2015, Kamis (3/12).

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Bertempat di Museum Benteng Vredeburg, dari 27 November hingga 3 Desember 2015 digelar Pasar Malam Museum (PMM) 2015 dengan mengangkat tema “Museum Sebagai Wahana Wisata Malam yang Mendidik dan Menyenangkan”.  

PMM 2015 melengkapi wahana wisata yang dibuka malam hari di Yogyakarta dengan pendekatan museum sebagai wahana yang mendidik dan menyenangkan. Untuk memberikan kesan bahwa museum juga merupakan sahabat anak yang menyenangkan, pada pasar malam museum ini dilengkapi dengan wahana permainan dan hiburan anak yang menarik.

PMM 2015 meliputi beberapa kegiatan diantaranya pameran museum, pertunjukan seni tradisi-modern, panggung musik, bazaar kuliner-kerajinan tangan, serta dialog budaya. Yang menarik dalam PMM kali ini adalah disediakannya Kid Playground bagi pengunjung anak-anak sebagai wahana belajar dan bermain.

Dalam sambutannya pada penutupan PMM 2015 Kamis (3/12) malam, Dra, Zaimul Azzah., M.Hum, kepala Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta menjelaskan animo masyarakat selama pameran cukup bagus. Harapannya, kedepan acara ini akan ditingkatkan dengan menggandeng lebih banyak pihak.

Rata-rata pengunjung pameran yang berlangsung dari pukul 16.00-22.30 setiap harinya mencapai 600-700 orang. Respon pengunjung pada PMM 2015 pun cukup bagus. Ini bisa dilihat dari kaum muda yang mulai mengunjungi museum serta dari sisi penjualan pada bazaar memberikan keuntungan bagi pengisi stan pameran.

Acapella Mataraman, The Power of Cangkem

Dalam penutupan PMM 2015 yang dilaksanakan di panggung Benteng Vredeburg menampilkan perform Acapella Mataraman pimpinan Pardiman Djoyonegoro. Pardiman yang mengawali bermusik acapella  sejak tahun 1992 saat pertama kali memainkan gamelan cangkem pada acara Dies Natalis ISI, pada penutupan PMM 2015 bersama Acapella Mataraman membawakan enam lagu dimana seluruh musik, syair, dan lirik lagu memanfaatkan bunyi mulut sebagai instrumen dengan membawa spirit musik tradisi nusantara yang dikemas secara unik, dinamis, kreatif, tanpa menghilangkan sikap kritis.

Interaktif menjadi ciri lain Acapella Mataraman, sebagaimana grup musik dari Yogyakarta semisal Sinten Remen ataupun Kelompok Swara Ratan. Selain kekuatan cangkem (istilah Pardiman untuk grup musiknya), dialog yang mengalir secara jenaka selama pertunjukan menjadi suguhan segar bagi penonton.

Guyonan khas Jawa (khusus Yogyakarta), yaitu guyon maton parikeno namun masih tetap kritis pada kondisi sosial yang berkembang selalu menjadi penanda setiap penampilan Acapella Mataraman agar menjadi lebih hidup serta menjadi lebih dekat dengan penonton.

Di sela-sela penampilan Acapella Mataraman dilakukan dialog budaya dengan menghadirkan Prof. Dr. Suminto A Sayuti, guru besar Univ. Negeri Yogyakarta. Dalam dialog tersebut Suminto menilai bahwa perform Acapella Mataraman yang masih memperhatikan estetika plesetan sesungguhnya merupakan bentuk perlawanan visual kebudayaan yang melanda wilayah Yogyakarta. Dalam lagu dolanan anak Padhang Bulan, Acapella Mataraman memelesetkan hampir semua bait lagu "... rembulane wis ora ana, ketutupan hotel gede. Titik. "

Hingga saat ini bersama dengan Seragam ABG, kelompok musik tradisi yang beranggotakan anak-anak sekitar Dusun Karangjati, Acapella Mataraman telah mengeluarkan album sebanyak tujuh buah yang direkam dalam cakram padat dan didistribusikan sendiri oleh Acapella Mataraman melalui Studio Omah Cangkem yang beralamat di Dusun Karangjati, Desa Bangunjiwa, Kasihan, Bantul.

Acapella Mataraman telah melahirkan banyak seniman diantaranya pesinden Soimah, dalang Catur 'benyek' Kuncoro yang terkenal dengan wayang hip-hop, ataupun penari Theresia Wulandari. Selain di Acapella Mataraman, Pardiman yang sempat bergabung dengan grup musik Kua Etnika juga dikenal sebagai salah satu penggerak kethoprak tradisional di Yogyakarta.

Dalam setiap penampilannya, setiap anggota Acapella Mataraman dengan karakteristik cangkem (mulut) saling bersautan baik dalam dialog maupun saat menyanyi beralih dari nada diatonis ke pentatonis dan sebaliknya secara bergantian. Mulut seolah menjadi instrumen musik yang paling lengkap, fleksibel, dan bertenaga dalam mengeluarkan nada. Inilah yang menjadi kekuatan Acapella Mataraman dalam setiap penampilannya: the power of cangkem. Kekuatan untuk saling mengingatkan, seperti lagu Kolam Susu-nya Koes Plus yang diplesetkan secara estetis:

"... orang bilang kita sukanya tawuran/ tongkat, kayu, dan batu jadi senjata

      orang bilang kita sukanya tawuran/ lupa kawan lupa kita bersaudara..."

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home