Loading...
INDONESIA
Penulis: Ignatius Dwiana 10:09 WIB | Sabtu, 22 Februari 2014

NU: Berpolitik Santun, Jangan Menghalalkan Segala Cara

Aizzudin Abdurrahman. (Foto: Ignatius Dwiana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Problem menjelang Pemilihan Umum (Pemilu), tidak memungkiri adanya para politisi yang maju menjadi calon legislatif (caleg) yang seringkali menghalalkan segala cara. Mereka merasa bisa saja memakai cara apa pun untuk mengkampanyekan dirinya. Seperti menggunakan tempat ibadah sebagai ajang kampanye atau memasang alat peraga.

“Terus terang mengenai itu sebenarnya ada etika, batasan. Caleg atau politisi harus tahu diri. Mengetahui mana yang pantas, mana yang tidak itu bagian dari etika. Itu juga bagian dari etika berpolitik. Artinya jangan menciderai niat ibadah dalam hal ini beragama.” kata Aizzudin Abdurrahman dari Nahdlatul Ulama kepada satuharapan.com ketika ditemui di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama di Jakarta pada Kamis (20/2).

Dampak dari berpolitik tanpa kesantunan dapat menyeret negara pada konflik purbakala seperti konflik agama. Karena itu butuh diskusi, dialog, mencari titik temu, dan sebagainya. Kondisi semacam itu bisa dibenahi dan politik memikul tanggung jawab yang tidak ringan untuk itu. Politik pun seharusnya bisa melakukan pendidikan pendewasaan beragama. Hal ini mengingat Indonesia kondisinya sangat beragam.

“Menurut saya dalam berpolitik harus mengedepankan prinsip-prinsip beragama yang santun, tetap menghormati dan menghargai kearifan lokal masing-masing,”

Caleg atau politisi hendaknya jangan mentang-mentang dalam menggunakan tempat ibadah. Butuh pemahaman mendasar untuk para politisi mengerti mengenai masalah seperti itu.

Aizzudin mencontohkan, “Politisi A beragama A. Terus tempat ibadahnya ditempati lambang atau gambar partai B yang bukan partainya, itu pasti akan menjadi masalah.”

Besar biaya kampanye politisi menjadi caleg bukan alasan boleh melakukan banyak hal atau segala cara untuk kepentingan politiknya. Besarnya biaya kampanye harus dipahami sebagai konsukuensi berpolitik.

“Jadi harus ada batasan-batasan yang tanpa harus ditulis, disampaikan, mereka juga harus memahami.”

Caleg Menghalalkan segala cara patut diragukan

Seorang politisi yang pada akhirnya lolos masuk legislatif dengan menghalalkan segala cara patut disangsikan integritasnya. Seorang yang lolos masuk legislatif yang bertindak tanpa etika maka diragukan kemauannya menuntaskan konflik-konflik di tengah masyarakat, seperti konflik agama.

“Seumpama harus ditarik lebih jauh lagi, katakanlah ketika dia terpilih dengan cara begitu dan sebagainya, kita tidak menjamin ketika ada konflik dia akan ikut membantu.”

Karena di legislatif, orang sudah sibuk “pasti urusannya sudah lain lagi. Di sana sudah mengurus politik, ekonomi, bidang ini, bidang itu, akhirnya urusan semula untuk menarik suara dia remehkan dengan memanfaatkan kondisi itu, dan akhirnya tidak tersentuh juga. Artinya berpolitik harus punya visi yang lebih jauh. Kira-kira nanti kondisinya bagaimana?”

Ketua Umum Pencak Silat Pagar Nusa ini juga berpendapat bahwa  para calon legislatif yang bisa menggarap dan mengelola persoalan Indonesia dengan baik maka akan diuntungkan.

“Ketika dia pada titik pemahaman yang begitu egaliter terhadap kerukunan umat beragama, pastinya juga tanpa harus diminta orang akan lebih respek, lebih nyaman. Yang penting ‘kan itu.”

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home