Otak Pembunuh Yuyun Dihukum Mati, DPR: Belum Adil
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher, menilai keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Curup terhadap Zainal pelaku utama perkosaan dan pembunuhan Yuyun siswa SMP di Renjang Lebong belum memenuhi rasa keadilan.
Sebab, kata Ali, majelis hakim hanya satu orang yang divonis mati, sedangkan empat rekan Zainal lainya, yaitu Tomi Wijaya, M Sukep, Boby, Faizal Edo Saisah dan Jafar divonis 20 tahun penjara dengan denda Rp 2 miliar.
“Iya kalau cuma satu yang terkena hukuman mati itu menurut saya belum memenuhi harapan dan rasa keadilan dibandingkan dengan nyawa seseorang yang diperkosa dengan sadis,” kata Ali saat dihubungi wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, hari Jumat (30/9).
Politisi Partai PAN ini menilai dengan putusan majelis hakim itu mungkin mempunyai alasan-alasan yang yuridis, sebab, negara ini adalah negara hukum.
“Jadi, tentu saja hakim punya alasan-alasan yuridis karena negara kita negara hukum, tapi bagi saya belum muncul rasa keadilan, khususnya bagi keluarga yang terkena musibah, karena tingkat kejahatannya melampaui batas,” kata dia.
“Dengan hukuman mati, paling tidak bisa menjadi efek jera bagi para pelaku kejahatan seksual,” kata dia.
Menurutnya, impilikasi pendidikan hukum di Indonesia belum kelihatan, jadi para pelaku gampang melakukan kejahatan seksual.
“Ini kan tidak bagus bagi proses penegakan hukum," kata dia.
Bahkan, kata Ali, terhadap pelaku kejahatan yang masih berusia di bawah umur pun, semestinya diperlakukan hal yang sama di depan hukum. Bagi Ali, rehabalitisasi itu tidak sepadan dengan apa yang telah diperbuatnya.
“Ini betapa dahsyatnya, saya merasakan emosional sekali ini, karena saya punya anak dan cucu! Betapa dahsyatnya kejahatan itu, melampaui derajat kemanusian. Saya jadi emosional ini,” kata dia.
Menurut Ali, ketika seorang anak berbuat kejahatan yang sama dengan orang dewasa, maka hukumanya pun harus setimpal. Ini juga sekaligus teguran bagi pemerintah yang selama ini hanya mengejar pembangunan Indonesia secara fisik, tapi membangun sumber daya manusia (SDM) justru luput dari fokus pembangunan itu sendiri.
“Iya meskipun anak, dengan peradilan anak, tetapi kan juga anak yang mempunyai tindakan seperti orang dewasa dan melampaui kejahatan orang dewasa itu perlu hukuman yang berat. Enggak cukup rehabilitasi saja,” kata dia.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII Sodik Mudjahid sangat apresiasi dengan putusan majelis hakim tersebut yang memberikan hukuman mati pada terdakwa pembunuhan Yuyun.
“Salut untuk hakim yang telah berani memutuskan vonis sesuai dengan rasa keadilan masyarakat, sesuai dengan semua upaya kita melawan kejahatan seksual kepada anak dan tentu tetap dalam koridor hukum,” kata dia.
Salah seorang dari enam terdakwa kasus pemerkosaan sekaligus pembunuhan siswi SMP bernama Yuyun dijatuhi hukuman mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Curup, Provinsi Bengkulu, hari Kamis (29/9).
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Zainal alias Bos terbukti memerkosa dan membunuh Yuyun. Dasar hukum yang digunakan untuk menjerat pria berusia 23 tahun ini adalah Pasal 340 KUHP junctoPasal 55 KUHP, Pasal 80 Ayat (3) dan Pasal 81 Ayat (1) juncto Pasal 76 huruf d Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Partai Oposisi Korea Selatan Ajukan Mosi Pemecatan Presiden ...
SEOUL, SATUHARAPAN.COM-Partai-partai oposisi Korea Selatan, hari Rabu (4/12), mengajukan mosi untuk ...