Loading...
SAINS
Penulis: Sotyati 16:29 WIB | Sabtu, 07 Februari 2015

Padi Menur Arif Panen 13 Ton/Ha

Ir Arif Budiman MS. (Foto: Dok Pribadi/Facebook)

SATUHARAPAN.COM – Panen padi lebih dari 10 ton per hektare kini bukan hal mustahil, pada saat satu hektare sawah pada budidaya padi konvensional saat ini umumnya hanya menghasilkan 4 – 5 ton gabah.

Ir Arif Budiman MS (61) dari Agriculture Entrepreneur Clinics (AEC), lembaga yang bermarkas di Yogyakarta, pada Desember lalu bahkan mampu menghasilkan panenan lebih dari 13 ton gabah per hektare.

Arif menanam dengan padi hasil persilangan sendiri yang dia kembangkan pada 2006. “Belum varietas, masih galur,“ kata Arif, yang sedang berada di Teluk Bintuni, Papua Barat, melalui sambungan telepon, Jumat (6/2).

Yang tak kalah penting, menurut Arif, adalah metode tanamnya, yang juga hasil pengembangan teknologi hasil pengujian beberapa tahun. “Hasilnya cukup menjanjikan, selama ini bisa di atas 10 ton per ha. Terakhir panen di Ngaglik, Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta, Red) bisa 13,1 ton per hektare,” kata Arif, lulusan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang memilih berwiraswasta itu.

Metode tanam yang ia maksud adalah penerapan filosofi “5 among” (among, Jawa, bermakna memelihara dan melestarikan, Red), yakni among winih (benih), among siti (tanah), among toya (air), among bayu (angin), dan among mongso (musim).

“Untuk yang terakhir itu mungkin orang mengasosiasikannya dengan klenik. Tetapi tidak. Dalam ilmu pertanian, kita mengaitkannya dengan siklus hama dan penyakit tanaman. Petani harus jeli melihat siklus hama dan penyakit tanaman dalam menentukan musim tanam,” kata Arif, yang menekuni ilmu hama tanaman untuk program S-1nya.

Dia menyebutkan teknologi budidaya yang dikembangkan itu Teknologi Tapak Macan, nama pemberian Sri Sultan Hamengkubuwono X, yang memadukan budidaya anorganik dan organik. “Perbedaan lain dengan budidaya konvensional, jarak tanam lebih lebar, rumpun benih yang ditanam lebih banyak, dan penanaman benih tidak terlalu dalam,” Arif menambahkan.

Dikembangkan untuk Kelompok Tani    

Padi hasil persilangan Arif, bisa ditanam di dataran rendah sampai 800 meter di atas permukaan air laut (m dpl), dengan umur panen 100 – 105 hari. “Kami kembangkan dalam rangka melaksanakan misi payung lembaga yang kami dirikan untuk menyejahterakan petani,” kata Arif.

Dia tidak mengkomersialkan benih padi hasil persilangannya, karena untuk mengkomersialkannya benih harus bersertifikat. “Jadi, meskipun potensi atau kenyataannya produksinya sangat tinggi, bisanya ya benih itu dikembangkan untuk kelompok tani yang minta dibina dan didampingi,” tutur Arif yang sedang mengembangkan penanaman padi di Teluk Bintuni.  

Benih dipinjamkan kepada kelompok petani binaan, dan nantinya dikembalikan petani binaan itu dalam bentuk benih juga. Cara seperti itu sekaligus mengajari petani melestarikan benih sendiri dengan harapan nantinya bisa mandiri.

Sebelumnya, Arif melakukan pendampingan di Jawa Tengah yakni di Temanggung, Demak, dan Sukoharjo, serta di Kulon Progo (DIY). “Sejauh ini, pertumbuhan padi di Teluk Bintuni sangat memuaskan menurut Kepala Dinas Pertanian di Papua,” Arif menambahkan.

Walaupun belum memberikan nama, Arif tidak berkeberatan petani binaannya menamai padi hasil persialangannya itu “Menur”. Selain Menur, dia juga mengaku mengembangkan padi merah yang pulen dan wangi, namun belum menyebarluaskannya, “Kami masih terus meneliti termasuk antioksidannya.”

Julukan “Arif Kentang"

Dilahirkan pada 21 April 1953, Arif Budiman menyelesaikan pendidikan dasar hingga pendidikan menengah atas di Salatiga. Program pendidikan S-1 Fakultas Pertanian UGM ia selesaikan pada 1981. Pada 1990 ia berhasil menyelesaikan S-2nya di universitas yang sama, sehingga berhak menyandang gelar MS.

Seperti umumnya lulusan fakultas pertanian, ia mengawali karier dengan bekerja di lingkungan Departemen Pertanian. Dia memilih bekerja di Direktorat Jenderal Perkebunan. Perjumpaannya dengan berbagai kalangan, mendorongnya berpikir panjang tentang masa depan. Ada gejolak tak tertahankan untuk menjadi pelaku dalam bidang usaha tani. "Sudah terlalu banyak yang menjadi birokrat," katanya, dalam wawancara terdahulu.

Pada 1992, Arif bekerja di lingkungan Agro Department PT Indofood Fritolay Corporation, sebagai agro manager. Sejak saat itu ia berkutat dengan kentang, dan sekian lama mendapat julukan “Arif Kentang” untuk membedakan dengan Arif lain di daftar alumni.

Dia berkesempatan mendalami manajemen kentang di Sydney, Australia. Pada 1998 ia mengikuti kursus pendek tentang manajemen perkentangan di Polandia, Jerman, dan Skotlandia.  

Arif memilih keluar sesudah 2002, dan lebih banyak bertindak sebagai konsultan pangan terutama kentang. Dia aktif di bidang pemberdayaan masyarakat petani kentang di Jawa, yang kemudian meluas ke seluruh Indonesia.

Keberaniannya menentukan pilihan selain "sekadar" menjadi pegawai negeri membuatnya sering diundang sebagai pembicara dalam acara-acara temu alumni. "Ini perjuangan mewujudkan kedaulatan pangan," kata Arif.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home