Loading...
OPINI
Penulis: Weinata Sairin 06:07 WIB | Selasa, 01 Juni 2021

Pancasila: Napas dan Darah Manusia Indonesia

Refleksi Peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2021.
Pdt. Weinata Sairin. (Foto: Ist)

SATUHARAPAN.COM - Dalam rasa syukur yang meluap-luap, kepada Tuhan, tanggal 1 Juni 2021 sebagai bangsa kita memperingati Hari Lahir Pancasila. Kita bersyukur bukan hanya karena kita bisa memperingati, tetapi lebih jauh dari itu kita sangat bersyukur karena sebagai bangsa kita memiliki Pancasila sebagai dasar negara.

Sejarah kehidupan negara Republik Indonesia merekam dengan jelas  bahwa sejak proklamasi kemerdekaraan 17 Agustus 1945, negara ini telah mengalami berbagai pergolakan politik serta pemberontakan bersenjata, yang telah dikaji ternyata semuanya bertujuan untuk mengganti dasar negara Pancasila dengan dasar  atau ideologi yang lain. Pancasila yang sudah ditetapkan sebagai dasar negara ternyata belum menjamin  terwujudnya suatu kehidupan bernegara yang mantap dan kuat. Di sepanjang perjalanan sejarah negeri ini, seringkali hadir rongrongan serta upaya penyimpangan terhadap Pancasila.

Amir Machmud (1986) dengan amat jelas menginventarisasikan bentuk-bentuk penyimpangan terhadap Pancasila, sebagai berikut:

1. Kebenaran Pancasila sebagai dasar negara diperdebatkan lagi. Kondisi ini terjadi pada sidang konstituante yang selama tiga tahun bersidang namun tidak berhasil melaksanakan tugasnya, karena adanya pikiran-pikiran untuk mengganti Pancasila dengan dasar negara yang lain.

2. Mengubah Pancasila dengan pemberontakan bersenjata. Ada suatu masa yang di dalamnya terjadi pemberontakan bersenjata  dalam rangka mengubah Pancasila sebgai dasar negara. Pemberontakan itu terjadi beberapa kali dan diselesaikan dalam waktu yang lama dengan meminta pengorbanan rakyat.

3. Pemutarbalikan Pancasila dan dijadikannya Pancasila sebagai tameng untuk menyusupkan paham dan ideologi lain.

4. Memberi arti sempit kepada Pancasila untuk keuntungan dan kepentingan sendiri.

Pemutarbalikan terhadap Pancasila menjadi  bertambah parah karena setiap kekuatan politik, golongan atau kelompok di dalam masyarakat pada waktu itu memberi arti yang sempit kepada Pancasila untuk keuntungan kelompoknya sendiri.

Berbagai pergolakan politik dan pemberontakan yang pernah mencabik-cabik keutuhan negeri ini pada satu pihak mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan pembangunan, pada pihak lain menghadirkan pengalaman  yang traumatik bagi bangsa dan negara Indonesia. Bertolak dari latar belakang itulah pemerintah orde baru kemudian merumuskan berbagai langkah dan kebijakan dalam upaya memantapkan Pancasila  dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Hal itu diwujudkan dengan menetapkan tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila, penetapan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) melalui Sidang Umum MPR tahun 1978 dan penetapan Undang-Undang No.8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyakatan, yang dikenal sebagai "asas tunggal". Namun, semua itu ternyata tidak memberi jaminan kuat terhadap eksistensi Pancasila sebab rongrongan serta gangguan terhadap Pancasila ternyata selalu hadir dalam berbagai bentuk. Sinyalemen kuat yang pernah diungkap oleh berbagai tokoh masyarakat tentang adanya gerakan “kiri baru” serta hadirnya kekuatan komunis melalui organisasi tanpa bentuk yang merambah ke banyak aspek kehidupan termasuk lembaga-lembaga keagamaan  perlu secara serius dicermati dan diwaspadai agar tidak menggerogoti Pancasila.

Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, telah terbukti dari pengalaman sejarah sebagai potensi integratif yang mampu menjadi basis pemersatu bangsa. Rongrongan dalam berbagai bentuk yang diarahkan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang perjalanan puluhan tahun  dapat diatasi berkat Pancasila diamalkan secara serasi dan seimbang. Sementara itu, kita juga harus secara terus-menerus mencermati berbagai upaya yang ingin menggerogoti Pancasila, yang anti Pancasila, yang seolah-olah melaksanakan Pancasila tetapi sebenarnya menjegalnya, yang ingin menodai Pancasila dengan perbuatan-perbuatan tercela, yang secara terselubung atau terang-terangan ingin mengganti Pancasila dengan ideologi yang lain, yang nyata-nyata  ingin mengebiri Pancasila.

Pancasila harus terus-menerus dihayati, diamalkan, demi kelestarian persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Dalam rangka itu, kesaktian Pancasila harus benar-benar diwujudkan, diaktualisasi, dan diberi makna konkret sepanjang masa.

Peringatan Hari Lahir Pancasila tanggal 1 Juni harus menjadi motivasi dan daya dorong baru agar Pancasila benar-benar menjadi napas dan darah dari setiap insan Indonesia. Napas dan darah Pancasila yang menghidupi tubuh insan Indonesia harus mengatasi dan berada diatas identitas SARA yang melekaterat pada kedirian manusia Indonesia.

Lembaga BPIP bisa mendesain program-program yang berfokus pada bagaimana agar Pancasila menjiwai kehidupan manusia Indonesia, menjadi bagian integral dari sikap hidup keseharian manusia Indonesia. Dalam konteks ini BPIP bisa berkolaborasi dengan instansi pemerintah, lembaga pendidikan,lembaga keagamaan dan civil society.

Pancasila tak cukup kita peringati kelahirannya, Pancasila harus menjadi napas dan darah manusia Indonesia. Dan para pemimpin di banyak level, di berbagai bidang, bisa menjadi duta-duta Pancasila, yang memberi teladan bagaimana mewujudkan Pancasila dalam kehidupan praktis.

Selamat Memperingati Hari Lahir Pancasila!
 

BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home