Loading...
INDONESIA
Penulis: Prasasta Widiadi 22:35 WIB | Sabtu, 25 Februari 2017

Parpol di Indonesia Belum Matang Atasi Populisme

Dari kiri ke kanan: Koordinator Abdurrahman Wahid Centre, Ahmad Suaedy, Ketua Abdurrahman Wahid Centre, Ahmad Syafiq, Dosen Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Herry Priyono saat memberi materi di seminar dengan tema “Populisme dan Tantangan Kebhinekaan di Indonesia” di Auditorium Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, hari Sabtu (25/2). (Foto: Prasasta Widiadi)

DEPOK, SATUHARAPAN.COM – Ketua Abdurrahman Wahid Center, Ahmad Syafiq mengatakan partai politik (parpol) di Indonesia masih berusia muda, dan belum matang, sehingga masih belum dapat mengatasi populisme yang muncul.

“Jujur saja kita harus mengakui parpol kita memang masih ada dalam siklus hidup yang relatif muda, jadi belum berfungsi kuat,” kata Ahmad Syafiq dalam seminar dengan tema “Populisme dan Tantangan Kebhinekaan di Indonesia” di Auditorium Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, hari Sabtu (25/2).  

Ahmad Syafiq mengemukakan dalam usia yang rata-rata masih baru, parpol di Indonesia belum dapat memetakan partisipasi politik tradisional secara merata.

“Sehingga volatilitas elektoral (di Indonesia) sangat tinggi, hal tersebut membuat pemilu (pemilihan umum) menjadi tidak menarik nah di pilkada ini atmosfer seperti ini sangat kuat kita rasakan,” kata Ahmad Syafiq.

Dia mengatakan munculnya populisme mencerminkan demokrasi indonesia belum sempurna, belum solid, karena ada retakan yang meungkinan ruang untuk tumbuhnya populisme. “Berarti kita harus mawas diri terhadap itu,” kata dia.

Ahmad Syafiq dalam kaitannya dengan populisme, partai politik terkadang tidak dapat mengatasi menurunnya jumlah anggotanya.

“Penurunan keanggotaan partai politik terjadi karena (masyarakat) kehilangan minat dan kepercayaan terhadap politik dan politisi makin terasa sekarang, karena politik dijadikan hiburan, tontonan,” kata dia.

Ahmad Syafiq mengatakan yang tumbuh dalam kondisi politik di Indonesia adalah meningkatnya kandidat-kandidat alternatif yang sudah dipilih kelompok tertentu.

Dia mengatakan populisme bukan isu baru karena sudah ada sejak tahun 1950-an, dan saat ini kembali ramai karena ada beberapa fenomena baru seperti Brexit (British Exit), dan kemenangan Donald Trump. 

Dia mengatakan, dengan mengutip dari berbagai sumber, ada yang menerjemahkan populisme sebagai ideologi, tetapi ideologi yang dangkal dan tidak memiliki nilai-nilai yang luhur.  

Dia mengatakan ideologi ini memecah masyarakat menjadi dua kelompok yakni people (rakyat) dan elit.  “Kelompok elit dipastikan korup, agar ideologi ini bisa berjalan dan berpendapat bahwa berpolitik seharusnya kehendak umum rakyat,” kata dia.

Ahmad Syafiq menegaskan bahwa saat ini situasi populisme semakin melebar di Indonesia, karena sejumlah media mengentalkan atmosfer politik yang tidak sehat, dan mempopulerkan kubu yang pro kepada populisme.

“Populisme dalam politik ciri-cirinya adalah menolak terhadap hak-hak perlindungan kepada minoritas, situasi ini berujung kepada konflik permanen,” kata Ahmad Syafiq.

Ahmad Syafiq menjelaskan salah satu ciri populisme, yakni tokoh-tokoh populis adalah sosok yang menghadirkan banyak janji, tetapi ketika ditagih maka seorang pemimpin yang populis tidak bisa mewujudkan janji tersebut.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home