Loading...
DUNIA
Penulis: Melki Pangaribuan 15:20 WIB | Jumat, 13 November 2020

Partai Aung San Suu Kyi Kembali Menang Dalam Pemilu Myanmar

Aung San Suu Kyi mendapatkan suara mayoritas di parlemen sehingga dapat membentuk pemerintahan selanjutnya. (Foto: BBC)

NAYPYIDAW, SATUHARAPAN.COM - Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi mengamankan mayoritas kursi di parlemen Myanmar sehingga dapat membentuk pemerintahan selanjutnya, menurut hasil pemilu terkini.

Sejauh ini, NLD telah mendapatkan 346 kursi di parlemen, lebih dari 322 kursi yang diperlukan untuk membentuk pemerintahan.

Hasil pemilu ini keluar setelah partai pimpinan Aung San Suu Kyi tersebut mengklaim menang berdasar hasil awal pemilu. Namun, oposisi yang didukung oleh militer menuntut digelarnya pemilu ulang.

Sebelum pengumuman hasil pemilu hari ini, sejumlah pemimpin negara-negera di dunia, seperti India dan Jepang, telah memberikan selamat atas kemenangan NLD.

Pemilu ini dipandang sebagai dukungan untuk NLD dan Suu Kyi setelah krisis Rohingya. NLD tetap populer di dalam negeri, tetapi mendapat kecaman keras di seluruh dunia terkait respons Suu Kyi menanggapi krisis tersebut.

Ratusan umat Muslim dari etnis Rohingya melarikan diri akibat tindakan keras militer - yang digambarkan oleh PBB sebagai pembersihan etnis - pada 2017.

Tentara di Myanmar mengatakan mereka menargetkan milisi, sebuah tanggapan yang dibela Suu Kyi. Pencabutan hak warga Rohingya telah membuat pengamat mempertanyakan kredibilitas pemilu.

Apa hasil pemilu yang disengketakan?

Para pemilih Myanmar pergi ke tempat pemungutan suara pada Minggu (08/11). Pejabat pemilu belum mengeluarkan hasil resmi karena suara masih dihitung. Adapun 64 dari 416 kursi masih belum diumumkan pemenangnya.

NLD mengklaim kemenangan segera setelah pemungutan suara digelar pada Minggu, seraya mengatakan pihaknya memprediksi bakal memenangkan jumlah kursi yang lebih dari cukup untuk membentuk pemerintahan.

Tetapi oposisi, yang didukung oleh militer Myanmar, menuduh pemerintah melakukan penyimpangan, meski hanya memberikan sedikit bukti.

Dalam sebuah konferensi pers pada Rabu (11/11), Union Solidarity and Development Party mengatakan tidak mengakui hasil pemilu dan meminta pihak berwenang untuk mengadakan "pemilihan yang bebas, adil, tidak memihak dan bebas dari kampanye yang tidak adil".

Menjelang pemilu, militer juga mengatakan pemungutan suara awal menunjukkan "kesalahan" dalam daftar pemilih dan "pelanggaran luas terhadap hukum dan prosedur".

Sejauh ini militer tidak memberikan bukti, sementara pengamat lokal dan internasional mengatakan pemilu berjalan lancar.

Komisi pemilihan umum Myanmar menegaskan dalam sebuah konferensi pers bahwa pemilu telah "dilakukan secara adil dan bebas", menambahkan bahwa itu tak bisa lagi "lebih transparan".

Apakah pemilu itu kontroversial?

Para pengamat mempertanyakan kredibilitas pemilu karena adanya pencabutan hak pilih dari hampir semua etnis Rohingya.

Awal tahun ini, enam dari setidaknya belasan orang Rohingya yang melamar sebagai kandidat dalam pemilu juga dilarang mencalonkan diri. Kelompok etnis lain juga terdampak.

Pada Oktober, komisi pemilu Myanmar membatalkan pemungutan suara di sebagian besar negara bagian Rakhine - tempat pertempuran antara militer dan Tentara Arakan, yang sebagian besar terdiri dari kelompok etnis Buddha Rakhine, telah menewaskan puluhan orang dan membuat puluhan ribu orang mengungsi.

Komisi juga membatalkan pemilu di beberapa negara bagian yang berada dalam konflik, termasuk Shan dan Kachin, dengan alasan bahwa beberapa wilayah "tidak berada dalam posisi yang bisa menggelar pemilu yang bebas dan adil".

Pembatalan massal itu membuat marah partai-partai etnis minoritas dan berarti hampir dua juta orang telah dicabut haknya di negara dengan sekitar 37 juta pemilih terdaftar.

Bagaimana pemilu digelar di Myanmar?

Myanmar mengikuti sistem first-past-the-post, atau 'mayoritas sederhana,' yang berdasarkan pada proporsi.

Lebih dari 6.900 kandidat dari 92 partai politik dan calon independen mencalonkan diri dalam pemilu di 1.171 kursi, menurut Carter Center yang berbasis di AS.

Tapi seperempat dari seluruh kursi parlemen dicadangkan untuk militer di bawah konstitusi 2008 yang kontroversial yang disahkan selama pemerintahan junta militer.

Konstitusi juga memberikan kendali militer atas tiga kementerian utama - urusan dalam negeri, pertahanan, dan urusan perbatasan. (BBC)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home