PBB Bahas Resolusi untuk Suriah, Perundingan di Jenewa Menemui Kebuntuan
MOSCOW, SATUHARAPAN.COM - Rusia menawarkan rancangan resolusi baru PBB tentang krisis di Suriah sebagai tandingan proposal lain yang diajukan pekan lalu di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Juru bicara Rusia di PBB, hari Kamis (13/2) mengatakan bahwa Rusia mengajukan resolusi pada hari Rabu malam dalam pertemuan informal lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB di New York, kata Alexei Zaitsev, atase pers Rusia di PBB.
Namun Zaitsev tidak menjelaskan rincian resolusi itu, hanya disebutkan sebagai alternatif untuk proposal lain yang diajukan bersama-sama oleh Australia, Luksemburg dan Yordania.
Resolusi yang diajukan pekan lalu didukung oleh Inggris, Amerika Serikat dan Prancis. Isinya, akan memberlakukan sanksi terhadap Suriah jika negara itu tidak memenuhi tuntutan untuk penyediaan bantuan kemanusiaan dalam waktu 15 hari.
Rusia mengecam draft tersebut, dan menyebutnya tidak dapat diterima, dan berisi tuduhan sepihak terhadap pemerintah Suriah.
Presiden AS, Barack Obama, mengecam sikap keras kepala Rusia dalam menanggapi rsolusi itu, dan menuduh tidak peduli pada nasib warga Suriah.
Rusia sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB menggunakan hak veto untuk menolak tiga resolusi PBB terhadap pemerintah Suriah, sekutu utamanya sejak pertempuran pecah antara pasukan pemerintah dan pemberontak bersenjata tiga tahun yang lalu. Sementara AS mendukung pihak oposisi Suriah dalam konflik yang sedang berlangsung.
Perundingan Jenewa
Sementara itu, dalam perundingan di Jenewa, oposisi Suriah membuat rencana transisi pada pembicaraan damai Jenewa, termasuk mengatasi pejuang asing dan jalan untuk pemilu. Namun usulan hari Rabu itu, ditolak delegasi pemerintah.
Pembicaraan yang dimediasi Wakil Khusus PBB dan Liga Arab, Lakhdar Brahimi, itu menemui jalan buntu di tengah perdebatan berulang tentang apa yang harus dibicarakan dulu. Kedua pihak diperingatkan bahwa peundingan bisa gagal.
Rencana oposisi menyangkut peran cakupan yang akan dilakukan Badan Pemerintahan Transisi (Transitional Governing Body /TGB). Hal ini dinilai masyarakat internasional sebagai kunci untuk perubahan rezim di Suriah.
Lakhdar Brahimi mengajak delegasi fokus pada pembicaraan masalah pemerintahan transisi setelah mendesak para pihak untuk membahas menghentikan kekerasan pada hari Selasa.
Tujuannya adalah untuk menciptakan sebuah pemerintahan transisi untuk menghentikan perang di Suriah yang dimulai setelah tindakan keras Presiden Bashar Al-Assad para massa yang protes dalam gelombang revolusi yang dikenal musim semi Arab pada Maret 2011. Hampir tiga tahun kemudian, lebih dari 136.000 orang meninggal dan jutaan terusir dari rumah mereka.
Namun demikian wakil menteri luar negeri Suriah, Faisal Muqdad, bersikeras bahwa isu politik itu dibahas kemudian, dan mengutamakan isu mengatasi bencana dan kegagalan. Muqdad mengatakan prioritas adalah "terorisme." Istilah ini digunakan rezim terhadap pemberontak yang ditudingnya didukung kelompok jihadis asing dan uang dari negara Teluk.
Namun pikah oposisi membatan tuduhan itu. Mereka mengatakan tentara kelompok koalisi oposisi juga berjuang melawan jihadis dan kekuatan Al-Assad.
Monzer Aqbiq, penasihat senior untuk pemimpin oposisi Suriah, Ahmad Jarba, menyebutkan bahwa kelompok jihad telah menyelinap ke Suriah dengan "cara yang terorganisir" oleh rezim pemerintah. Mereka membawa " tentara bayaran" dari milisi Syiah Hizbullah di Libanon yang didukung Iran dan pengawal Revolusi Iran. (ria.ru/AFP)
Penasihat Senior Presiden Korsel Mengundurkan Diri Masal
SEOUL, SATUHARAPAN.COM - Para penasihat senior Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, termasuk kepala...