Loading...
HAM
Penulis: Sabar Subekti 11:55 WIB | Selasa, 09 Februari 2021

Pelapor HAM PBB Kritik UU "Lese Majeste" di Thailand

Raja Maha Vajiralongkorn, kiri tengah, mendengarkan seorang pendukungnya, dan Ratu Suthida di kanan raja, di Bangkok, Thailand. Peristiwa ini terjadi di tengah Thailand dilanda demonstrasi termnasuk mengritik monarki. (Foto: dok. AP)

BANGKOK, SATUHARAPAN.COM-Pakar hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada hari Senin (8/2) berbicara menentang meningkatnya penggunaan undang-undang yang melarang kritik terhadap keluarga kerajaannya, dengan hukuman sampai 43 tahun untuk seorang perempuan tua yang dihukum berdasarkan UU itu.

Kecaman itu muncul setelah puluhan kasus diajukan terhadap para pemimpin demonstrasi yang dipimpin pemuda yang telah melanggar tabu dengan secara terbuka mengkritik raja Thailand, mempertaruhkan penuntutan di bawah undang-undang yang keras yang dikenal sebagai lese majeste yang dapat menjatuhkan hukuman hingga 15 tahun penjara.

Sejak November, setidaknya 40 aktivis pemuda telah dituntut berdasarkan hukum itu, menurut catatan yang dikumpulkan oleh Pengacara Hak Asasi Manusia Thailand. Semua kasus hukum sedang menunggu keputusan.

"Kami sangat terganggu oleh laporan peningkatan jumlah penuntutan lese majeste sejak akhir 2020 dan hukuman penjara yang lebih keras," kata sekelompok tujuh pelapor khusus PBB dan anggota komite kerja penahanan sewenang-wenang dalam sebuah pernyataan pada hari Senin.

Minta Ubah UU

Kantor hak asasi manusia PBB pada bulan Desember meminta Thailand untuk mengubah undang-undang tersebut.

Pernyataan hari Senin menyoroti kasus Anchan Preelert, seorang perempuan berusia 65 tahun yang dijatuhi hukuman 43 tahun penjara pada bulan Januari, yang menurut pengacaranya merupakan hukuman terberat untuk penghinaan terhadap kerajaan.

Pemerintah yang didukung militer sempat berhenti menggunakan undang-undang lese majeste pada 2018, tetapi polisi mulai menerapkannya lagi akhir tahun lalu setelah pengunjuk rasa muda mulai secara terbuka mengkritik monarki.

Thailand secara resmi merupakan monarki konstitusional, tetapi rajanya dihormati oleh warga negara konservatif, di mana negara itu mayoritas penduduknya beragama Buddha. Sampai saat ini, kritik terbuka sangat jarang terjadi. (Reuters)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home