Loading...
RELIGI
Penulis: Prasasta Widiadi 10:45 WIB | Kamis, 31 Oktober 2013

Penerjemahan Alkitab Merawat Kebhinekaan Indonesia

Penerjemahan Alkitab Merawat Kebhinekaan Indonesia
Beberapa koin Raja Alexander III yang disimpan di kotak kecil, sebagai bagian dari koleksi Museum LAI. (foto-foto: Prasasta Widiadi)
Penerjemahan Alkitab Merawat Kebhinekaan Indonesia
Salah satu koleksi yang terdapat di Museum LAI.
Penerjemahan Alkitab Merawat Kebhinekaan Indonesia
Batu penggilingan seperti yang digunakan dalam kisah wanita upahan di dalam Alkitab tercantum dalam Bilangan 11:8.
Penerjemahan Alkitab Merawat Kebhinekaan Indonesia
Salah satu koleksi Alkitab kuno beraksara Arab.
Penerjemahan Alkitab Merawat Kebhinekaan Indonesia
Beberapa koleksi Alkitab kuno beraksara Arab.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Departemen Penerjemahan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) lahir sebagai perwujudan nyata dari misi untuk mengenalkan firman Tuhan ke dalam berbagai ragam bahasa, suku dan budaya di Indonesia. Pdt.  Anwar Tjen, Th.M., Ph.D, konsultan ahli lembaga Alkitab Indonesia (LAI), menyampaikannya kepada satuharapan.com pada Selasa (29/10).

“Saya kira, selain tujuan teologisnya, penerjemahan Alkitab sebenarnya merupakan suatu mandat budaya juga. Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika justru mestinya senantiasa perlu merawat dan mengembangkan kekayaan bahasa dan budaya yang membentuk ke-Ika-annya,” kata Anwar.

Anwar Tjen mengatakan apabila penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa daerah yang dimengerti banyak orang dalam bahasa masing-masing, maka kehadiran firman Tuhan akan lebih bermakna.   

“Pada peristiwa peluncuran terbitan Alkitab dalam bahasa-bahasa daerah, yang dirayakan bukan saja kehadiran firman Tuhan dalam bahasa setempat, bahkan juga hadirnya ruang terhormat bagi ekspresi jati diri dan budaya masyarakat setempat dalam peristiwa lintas bahasa yang bersifat universal,” kata Anwar. 

Anwar mengatakan saat ini LAI berperan besar dalam pengembangan budaya-budaya di nusantara melalui berbagai proyek penerjemahan yang dibina bersama gereja dan masyarakat penutur bahasa setempat. 

Saat ini Lembaga Alkitab Indonesia hingga 2013, telah dikerjakan 30 jenis Alkitab bahasa daerah dan satu bahasa Indonesia. Waktu penerjemahan Perjanjian Baru selesai kurang lebih dalam waktu lima hingga enam tahun, Perjanjian Lama dalam waktu tujuh tahun.

Anwar Tjen mengatakan proses penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa daerah melibatkan beberapa hal antara lain, penerjemah yang merupakan penutur asli bahasa daerah terkait, penerjemah yang memiliki kompetensi pengetahuan biblika dan linguistik,  dan gereja yang jemaatnya membutuhkan Alkitab dalam bahasa daerah yang mereka inginkan.

“Sungguh ideal, bila penutur asli ini sekaligus adalah pakar dalam bidang biblika atau setidaknya dalam bidang teologi yang mempunyai kepekaan terhadap komunikasi lintas-budaya. Namun, kita tentu berpijak pada realitas yang ada. Kata kuncinya adalah pemberdayaan yang berkelanjutan (pada bidang penerjemahan). Di daerah tertentu yang pendidikan rata-ratanya sangat minim pun dapat difasilitasi proses pembelajaran yang meningkat kemampuan mereka untuk bekerja semakin mandiri dengan pendampingan dan pemberdayaan oleh seorang konsultan penerjemahan Alkitab," kata Anwar.

Anwar mengatakan seorang penerjemah harus dapat bekerja dalam tim, apabila tidak ada kerja sama tim maka akan menghambat penerjemahan suatu Alkitab dalam bahasa daerah tertentu.

"Tidak kalah pentingnya juga adalah kemampuan calon penerjemah untuk bekerja dalam tim. Jika tidak, bukan mustahil proses penerjemahan bisa mandeg karena ketidakmampuan bekerja sama,” lanjut Anwar.

Penerjemahan Alkitab dalam Bahasa Daerah, Memelihara Kekayaan Bangsa

Dalam kesempatan lain, kepada satuharapan.com Kepala Penerjemahan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI),Pdt. Dr. Wenas Kalangit mengatakan bahwa proyek penerjemahan ini penting dan tidak bertentangan dengan cita-cita luhur menjaga persatuan dan kesatuan bahasa Indonesia. Maka, dia mengatakan LAI berusaha menyediakan Alkitab terjemahan dalam bahasa daerah, sebagai salah satu upaya melestarikan bahasa daerah.   

“Menyediakan teks kitab suci secara tertulis dalam bahasa daerah tidak dimaksudkan untuk menolak bahasa Indonesia, karena menyediakan teks tertulis ke dalam sebuah bahasa daerah adalah bagian dari upaya bersama melestarikan sebuah bahasa yang adalah salah satu kekayaan budaya bangsa,  dan juga menyediakan teks kitab suci secara tertulis akan menolong umat untuk dapat berinteraksi dengan Tuhan dari hati,” kata Wenas Kalangit.

Metode Penerjemahan Departemen Penerjemahan Lembaga Alkitab Indonesia

Saat ini Lembaga Alkitab Indonesia menggunakan metode penerjemahan yang sesuai dengan arahan (guidelines) Lembaga Alkitab Dunia (United Bible Society) yakni menggunakan metode Penerjemahan Dinamis-Fungsional.

Metode ini memfokuskan kepada pembaca yang membutuhkan teks tidak sebagai selingan, tetapi sebagai kebutuhan. Penerjemah Alkitab diposisikan sebagai penyampai antara sumber dan penerima sebagai sebuah komunikasi dua arah, bukan hanya satu arah.

Tugas penerjemah ialah untuk mengusahakan agar pembaca yang hidup di jaman sekarang menyadari sekaligus memahami pola-pola pemikiran dan maksud dari bahasa sumber, supaya pembaca yang hidup pada masa kini benar-benar dapat memahami isi berita, sama seperti penerima bahasa mula-mula (masyarakat yang hidup pada zaman Alkitab).

Penerjemah juga dituntut memberikan keterangan yang jelas bagi pembaca masa kini tentang ungkapan-ungkapan atau peristiwa sejarah pada masa lampau, sekaligus menyesuaikannya dengan bentuk-bentuk ungkapan yang lazim dalam bahasa sasaran.

Agar pesan yang terkandung dalam teks dapat jelas ditangkap oleh pembaca, maka penerjemahan teks tersebut harus mengungkapkan pesan itu dalam bentuk-bentuk yang lazim dan paling terkini dalam bahasa sasaran.

Ini berarti bahwa bentuk-bentuk ungkapan, ekspresi kebahasaan bahasa sumber acapkali harus ditinggalkan, karena bentuk-bentuk tersebut bukan hanya terasa kaku bila diterjemahkan secara harafiah tetapi sering juga tidak dimengerti atau malahan disalahartikan oleh pembaca yang hidup dalam zaman dan kebudayaan yang berbeda jauh dari zaman dan kebudayaan Alkitab.

Bahasa yang dipakai dalam terjemahan dinamis-fungsional ialah bahasa umum atau bahasa sehari-hari, sedangkan bahasa khusus gereja atau teologia dihindari demi untuk menjaga unsur komunikatif terjemahan tersebut.

Terjemahan yang harfiah memberikan bentuk dari bahasa sumber dan orang-orang yang ingin mengetahui bentuk bahasa sumber dapat mengikutinya dari terjemahan tersebut. Namun bagi orang yang tidak mempunyai pengetahuan tentang bahasa sumber, yakni bahasa Ibrani dan Yunani, akan mengalami kesulitan untuk menangkap arti terjemahan harfiah tersebut.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home