Pengacara Ahok Permasalahkan Ahli yang Diajukan JPU
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Tim Kuasa Hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mempermasalahkan ahli agama Islam, Muhammad Amin Suma, yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam lanjutan sidang Ahok karena memiliki konflik kepentingan.
"Beliau adalah Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI. Beliau adalah orang yang ikut membahas sikap dan keagamaan MUI soal kasus penodaan agama Ahok, sehingga mempunyai konflik kepentingan," kata salah satu anggota tim kuasa hukum Ahok dalam lanjutan sidang Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, hari Senin (13/2).
Atas dasar itu, tim kuasa hukum Ahok merasa keberatan dengan pemanggilan Muhammad Amin Suma yang juga Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
"Kami mohon Majelis Hakim berkenan dengan keberatan kami ini karena ahli tidak kredibel dan tidak patut didengar keterangannya," kata tim kuasa hukum Ahok.
Sementara Ketua Tim JPU, Ali Mukartono, menyatakan bahwa kehadiran Muhammad Amin Suma merupakan permintaan dari penyidik di mana secara resmi telah mengirimkan surat secara tertulis ke MUI.
Setelah mendengar penjelasan baik dari JPU maupun penasehat hukum, Ketua Majelis Hakim, Dwiarso Budi Santiarso, tetap menerima ahli untuk memberikan keterangannya dalam sidang kesepuluh Ahok itu.
"Majelis Hakim tetap berpedoman memeriksa ahli akan tetapi mengenai dipakai atau tidaknya akan kami pertimbangkan dalam putusan nanti," kata Dwiarso.
Muhammad Amin Suma sendiri melaksanakan tugas menjadi ahli berdasarkan surat tugas dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 8 November 2016.
JPU dijadwalkan menghadirkan empat ahli antara lain ahli Agama Islam Muhammad Amin Suma, ahli Bahasa Indonesia Mahyuni, dan dua ahli hukum pidana masing-masing Mudzakkir dan Abdul Chair Ramadhan.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. (Ant)
Faktor Penyebab Telat Bicara pada Anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pengurus Unit Kerja Koordinasi Tumbuh Kembang dan Pediatri Sosial Ikatan ...