Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 22:10 WIB | Minggu, 23 Agustus 2015

Pengajaran Bahasa Asing pada Anak Balita

Bahasa yang digunakan orang tua untuk berkomunikasi dengan anak sehari-hari berkontribusi pada kemampuan anak dalam berpikir abstrak. (Foto: bbc.indonesia)

SATUHARAPAN.COM  - Celoteh cadel bocah yang mengucapkan angka satu sampai 10 dalam bahasa Inggris terdengar menggema di selasar Taman Kanak-Kanak Al-Fath di Cirendeu, Tangerang Selatan, Provinsi Banten, baru-bau ini.

Meski baru berusia empat tahun, mereka juga bisa merespons ketika diajak bercakap dalam bahasa Inggris.

Sudiaryati Sudarto, selaku kepala sekolah yang mengelola TK tersebut, mengaku mengalokasikan waktu khusus bagi anak-anak muridnya untuk belajar bahasa Inggris.

“Bahasa Inggris masuk dalam beberapa kegiatan, seperti  matematika, kesenian, hingga memasak. Lalu ada menonton video dan menyanyi dalam bahasa Inggris. Jadi lebih terintegrasi dalam kegiatan sehari-hari,” kata Sudiaryati.

Untuk mengajarkan murid-murid bahasa Inggris, terdapat guru yang khusus memberi arahan.

“Namun, jika murid tidak mengerti, guru tersebut akan menggunakan gerak tubuh sampai mereka paham.

Kalaupun akhirnya harus menerjemahkan, bukan guru itu yang mengucapkan bahasa Indonesia melainkan asisten guru.

Sebab, bila guru juga menerjemahkan, anak-anak tidak akan berupaya memahami, dan akan menunggu terjemahannya,” katanya.

Walaupun tidak sepenuhnya menggunakan pengantar bahasa Inggris, beberapa orang tua murid tidak keberatan asalkan hobi anak mereka tersalurkan sekaligus anak bisa terpapar pada bahasa Inggris sejak dini demi menghadapi era globalisasi.

Namun, selain menyekolahkan ke TK dwibahasa, bagaimana para orang tua berkomunikasi dengan anak mereka di rumah?

Ibu Pandu, salah seorang orang tua murid, mengaku sengaja memasukkan anaknya ke TK tersebut, agar dia terpapar bahasa Inggris sejak dini.

“Bahkan di rumah, saya dan suami mengusahakan untuk berbahasa Inggris kepada anak.

Kakek neneknya juga demikian. Sebab, di lingkungannya kan sudah berbahasa Indonesia,” katanya.

Sikap berbeda ditunjukkan Ibu Rika. Dia dan suaminya berbahasa Indonesia kepada sang anak sehari-hari, dan menyerahkan pendidikan bahasa Inggris ke sekolah.

 “Saya hanya mendukung hobi anak berbahasa Inggris dan memaksakan anak untuk bicara, ‘bahasa Inggrisnya harus begini!’ Yang penting bahasa ibu dia baik.”

Bahasa yang digunakan orang tua untuk berkomunikasi dengan anak sehari-hari berkontribusi pada kemampuan anak dalam berpikir abstrak.

Metode pengajaran

Pakar psikologi anak, Seto Mulyadi atau yang lebih dikenal dengan sapaan Kak Seto, menilai pengajaran bahasa asing kepada anak sejak usia dini sah-sah saja.

Namun, menurutnya, pengajaran itu harus dilakukan dengan metode yang menyenangkan dan penuh persahabatan.

“Jika anak sejak dini diberikan pengajaran yang keliru, dengan menekankan pada tata bahasa dan sesuatu yang formal, justru ditangkap anak menjadi lebih sulit. Dampaknya nanti kacau semua, artinya akan mengalami masalah psikologis, seperti tidak percaya diri, kegagapan bicara, bahasa yang campur aduk,” kata Seto kepada wartawan BBC Indonesia.

Di samping metode pengajaran yang mesti memperhatikan aspek psikologi anak, ada hal krusial yang wajib disadari orang tua, yaitu bahasa yang digunakan dengan anak saat berkomunikasi sehari-sehari.

Bila orang tua menggunakan bahasa asing, atau bahasa Indonesia yang tidak terlalu baik, anak akan sulit menyampaikan pikiran abstrak dan konseptual, sebagaimana dipaparkan Itje Chodidjah, dosen pascasarjana pendidikan bahasa Inggris untuk anak Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka, Jakarta.

“Jika kemampuan bahasa Indonesia anak hanya ‘setengah’, karena orang tua menganggap lingkungannya sudah berbahasa Indonesia, dan dia tidak perlu diajari lagi bahasa Indonesia, dia akan memilih berbahasa Inggris. Namun, ketika memilih berbahasa Inggris pun bukan tidak ada persoalan. Karena pemahaman bahasa Inggrisnya juga belum baik, penyampaiannya tidak seperti yang dikehendaki,” kata Itje.

Problem seperti ini, lanjutnya, harus segera disadari orang tua.

“Sebab, jika dia tumbuh besar dan belajar menulis pada tataran akademis, kesulitannya akan makin tinggi dan pengungkapannya akan lebih tidak jelas,” katanya. (bbc.com.Indonesia)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home