Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben Ezer Siadari 09:51 WIB | Senin, 20 April 2015

Pengamat: Negara Asia-Afrika Jangan Hanya Bisa Menggerutu

Direktur Program Pascasarjana Universitas Paramadina Jakarta, Dinna Wisnu (Foto: akun twitter Dinna Wisnu)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sebagian besar negara Asia-Afrika selama ini memiliki posisi tawar yang lemah terhadap investor. Belum ada upaya sungguh-sungguh untuk dapat mengangkat posisi tawar itu. Paling banyak terjadi adalah mereka menggerutu tetapi belum menemukan solusi.

Hal ini diungkapkan oleh Direktur Program Pascasarjana Universitas Paramadina Jakarta, Dinna Wisnu, sebagaimana dikutip oleh Antara.

Oleh sebab itu ia mengatakan Indonesia harus mengambil peran melepaskan bangsa-bangsa Asia-Afrika dari ketimpangan yang saat ini masih terjadi.

"Selama ini Indonesia kurang menyentuh hal itu. Di Afrika misalnya, masih banyak negara yang tidak memiliki daya tawar terhadap investor, misalnya Tiongkok. Mereka hanya bisa menggerutu, ketika daya saing dengan investor tidak seimbang," tuturnya.

Ia mengatakan, Indonesia harus mengangkat kembali nilai dasar dari Konferensi Asia Afrika yang muncul pada 1955. Masih banyak negara Asia-Afrika yang rentan secara ekonomi karena tidak memiliki akses ke sumber daya dan daya tawar yang rendah di mata investor.

Menurut Dinna, jarak daya tawar negara-negara tersebut dengan investor sangat jauh karena penolakan dari lembaga-lembaga keuangan internasional.

"Akibatnya, mereka hanya bisa menerima tawaran Tiongkok. `Take it or leave it`," ujarnya.

Dinna mengatakan Indonesia memang harus mengambil peran karena merupakan penyeimbang dan penjaga stabilitas politik dan keamanan bagi kawasan Asia-Afrika.

Namun, meskipun sudah berusaha menjadi penyeimbang dan menciptakan suasana kondusif, Dinna menilai peran Indonesia belum optimal dan signifikan.

Misalnya, saat pemerintahan saat ini, Presiden Joko Widodo lebih berorientasi kepada permasalahan dalam negeri. Masalah internal bangsa lebih menjadi prioritas bagi pemerintah, bukan masalah regional apalagi global.

"Itu berbeda dengan ketika Presiden Soekarno pada 1955 menginisiasi Konferensi Asia Afrika pertama kali di Bandung. Sukarno menganggap permasalahan di internal bangsa bisa terselesaikan bila permasalahan di tingkat internasional bisa diselesaikan," katanya.

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home