Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben Ezer Siadari 09:26 WIB | Senin, 08 Desember 2014

Penguatan Dolar Berkepanjangan Bahayakan Negara-negara Sedang Berkembang

Gedung Federal Reserve, bank sentral AS. Nilai tukar dolar AS mencapai level tertinggi pasca resesi, setelah laporan ekonomi AS menunjukkan terciptanya 321 ribu lapangan kerja di bulan November. (Foto: Larry Downing/Reuters)

BASEL, SATUHARAPAN.COM – Para pengambil keputusan di pasar keuangan global melancarkan peringatan tentang dampak bangkitnya kembali nilai tukar dolar AS terhadap perekonomian negara-negara sedang berkembang, terutama pada perusahaan-perusahaan yang memiliki utang dalam mata uang tersebut.

The Bank for International Settlements (BIS), yang dikenal sebagai bank sentral bagi seluruh bank sentral di dunia, kemarin mewanti-wanti dalam laporan kuartalannya, bahwa penguatan nilai tukar dolar AS yang berkepanjangan akan mengekspos kerentanan kondisi keuangan negara-negara sedang berkembang, dengan merusak kelayakan kredit sejumlah perusahaan.

The Financial Times melaporkan, organisasi yang berbasis di Basel itu mengatakan ada tanda-tanda penguatan kerapuhan pasar keuangan, kendati ada harapan baru akan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Lembaga itu terutama menekankan  adanya tekanan pada pasar surat berharga AS yang berperan sebagai landasan sistem keuangan global.

Kerapuhan Meningkat

“Menurut saya, kejadian ini menggaris bawahi kerapuhan -- Saya berani mengatakan kerapuhan sedang berkembang tersembunyi di balik pasar yang mengambang," kata Claudio Borio, kepala departemen ekonomi dan moneter BIS.

Jumat kemarin nilai tukar dolar AS mencapai level tertinggi terhadap beberapa mata uang pasca resesi. Penguatan ini dipicu oleh sebuah laporan ekonomi di AS  yang menunjukkan 321 ribu lapangan kerja tercipta sepanjang bulan November.

Negara-negara sedang berkembang telah meminjam secara besar-besaran lewat penerbitan surat berharga dalam denominasi dolar AS, fenomena yang terus dicermati secara seksama oleh BIS.

Dikatakan, debitor dari negara-negara sedang berkembang telah menerbitkan sebanyak US$ 2,6 triliun surat utang internasional yang tigaperempatnya dalam mata uang dolar AS. Pinjaman lintas batas dari bank-bank internasional untuk negara-negara berkembang juga tidak kalah besar, mencapai US$ 3,1 triliun pada pertengahan 2014, sebagian besar dalam bentuk dolar AS, menurut data BIS.

"Jika dolar AS, mata uang internasional yang dominan, berlanjut menguat, dapat mengakibatkan mismatch pendanaan yang kemudian meningkatkan beban utang. Pengetatan kondisi finansial dapat memperburuk ketika suku bunga di AS kembali normal," kata dia.

Laporan BIS juga menyatakan bahwa aliran kredit lintas batas telah meningkat secara substansial dalam tiga tahun belakangan.

Di Jakarta, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank Senin pagi bergerak melemah sebesar 35 poin menjadi Rp 12.330 dibanding posisi sebelumnya Rp 12.295 per dolar AS.
 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home