Loading...
DUNIA
Penulis: Bayu Probo 16:14 WIB | Rabu, 15 Januari 2014

Pengungsi Sudan Selatan Butuhkan Banyak Bantuan

Tabisa Nyabol and cucu-cucunya di Adjumani, Uganda. (Foto:ACT-DCA-LWF/Mai Gad)

ADJUMANI, SATUHARAPAN.COM – Dalam waktu tiga hari, jumlah pengungsi dari Sudan Selatan yang memasuki Adjumani, Uganda utara dua kali lipat, mencapai 24.105 orang pada 9 Januari. Tingginya arus pengungsi membuat kamp-kamp di Uganda tidak lagi memadai. Menyebabkan perlu respons dari pihak internasional. The Lutheran World Federation (LWF), menyediakan para pengungsi dengan sabun dan peralatan darurat lain. Rencananya LWF akan memberi dukungan tambahan air, sanitasi, kebersihan, tempat tinggal, dan barang-barang non-pangan lainnya.

“Air adalah masalah besar di sini. Saya belum mandi selama lebih dari tujuh hari, lihat saja kaki saya,” kata Tabisa Nyabol (61) sembari menunjukkan kakinya. Nyabol, duduk dengan cucu-cucunya di bawah naungan beberapa selimut. Ia tiba di Adjumani pada 1 Januari. “Kami belum terdaftar di mana pun. Begitu banyak orang,” katanya sembari mengangkat tangan seolah-olah putus asa.

Nyabol adalah satu di antara ribuan pengungsi yang melarikan diri dari pertempuran baru-baru ini di Sudan Selatan dan tiba di pusat penerimaan pengungsi Dzaipi di distrik Adjumani, Uganda utara. “Ketika mendengar suara tembakan dari rumah saya di Bor (negara bagian Jonglei), saya sedang tidur dengan cucu-cucu saya. Kami pun mulai melarikan diri mencari tempat mengungsi. Anak saya dibunuh. Dia tidak tahu saya sudah pergi dan berusaha kembali untuk menyelamatkan saya,” kata Nyabol.

“Saya tidak hanya kehilangan anak saya, tapi saya juga kehilangan segalanya di rumah, para pemberontak mengambil 30 ekor sapi dan 10 ekor kambing,” kata Nyabol, yang tidak berhasil membawa bersama salah satu barang miliknya. Bersama  cucu-cucunya, dia berjalan selama lebih dari dua hari dan melakukan perjalanan beberapa hari dengan perahu dan truk untuk melarikan diri konflik.

Krisis politik di Sudan Selatan dimulai pada 15 Desember 2013. Pertempuran antara dua pejabat tertinggi negara tersebut mengakibatkan perpindahan penduduk besar-besaran di dalam negara muda dengan perkiraan 300.000 orang pengungsi, menurut Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR). Sekitar 60.000 orang melarikan diri ke negara tetangga Ethiopia, Kenya dan Uganda. Badan pengungsi PBB mengantisipasi jumlah pengungsi bisa naik ke 125.000 dan orang-orang telantar bisa mencapai 400.000.

Perlu Dukungan Tambahan

Pada 9 Januari, Uganda telah menerima lebih dari 32.000 warga Sudan Selatan, dan jumlahnya terus membengkak dengan antara 4.000 dan 5.000 pengungsi tiba setiap hari.

“Ada begitu banyak bidang intervensi yang kita butuhkan untuk mendukung Dzaipi yang penuh sesak. Dan, kami telah satu minggu di lokasi untuk memastikan kamp pengungsi Dzaipi tertangani dan orang-orang yang ditempatkan di permukiman permanen. Masalah terbesar adalah air, kebersihan, sanitasi dan makanan,” kata Titus Jogo, koordinator darurat, Kantor Perdana Menteri Uganda (OPM).

LWF adalah organisasi yang pertama tiba di Dzaipi dan telah mendukung para pengungsi dengan kebutuhan dasar. “Kami sejauh ini membawa tujuh ton sabun cuci, 2.000 cangkir dan piring 2.000 sebagai awal, tapi kami menunggu UNHCR dan OPM untuk memastikan koordinasi dalam distribusi,” kata Eugen Emuron, koordinator darurat LWF.

“Saat ini jumlah pengungsi yang tinggi, dan ada banyak pendatang baru setiap hari. Tantangan terbesar adalah tempat berlindung, air, sanitasi dan kebersihan,” kata Cathy Mavenjina, asisten senior  pelayanan masyarakat UNHCR.

LWF berencana memberi dukungan tambahan termasuk air, sanitasi dan kebersihan (WASH) dan distribusi barang-barang non-makanan seperti alat memasak dan peralatan darurat, wadah air, sabun dan selimut, serta tempat penampungan dan menawarkan dukungan psiko-sosial. (lutheranworld.org)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home