Loading...
SAINS
Penulis: Prasasta 23:57 WIB | Rabu, 12 Juni 2013

Pengusaha Hanya Cemari Lingkungan Tanpa Merawatnya

Sofjan Wanandi (www.dpr.go.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pengusaha di Indonesia saat ini berfokus pada perluasan industri, tanpa memperhatikan pencemaran dan emisi karbon yang dihasilkan, pendapat ini dinyatakan Inar Ichsana Ishak, S.H., LLM. Staf Ahli Bidang Sosial, Budaya dan Kesehatan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dalam seminar berjudul “Revitalisasi Budaya Pro Ekologi untuk Kesejahteraan Bersama” yang berlangsung pada Rabu(12/6) di Kantor Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Jakarta.

“Salah satu kendala pengelolaan hutan saat ini yakni pengusaha tidak memperhitungkan akan pencemaran dan memperhitungkan polusi udara, biaya kerugiannya akan lebih besar daripada ganti rugi kepada satu hektar tanah yang diambil alih perusahaan.” kata Inar.

Inar mengatakan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup memiliki kendala berat yakni penegakan hukum yang tegas bagi perusahaan-perusahaan besar perkebunan dan penambangan di hutan, juga belum adanya data detail tentang kondisi kerusakan hutan Indonesia.

“Sebelum memasukan perkara hukum, maka pemerintah saat ini selayaknya harus mendapat data yang detail,” ujar Inar. Lebih lanjut Inar mengatakan bahwa data-data yang resmi tentang statistik hutan ini harus ada untuk berbagai keperluan.

“Saat ini kami masih mengalami ketimpangan data, nantinya data itu nantinya harus ada sebelum membuat aturan hutan lindung, hutan konservasi berapa luasnya, dan saat diperkarakan harus ada data yang akurat untuk kepentingan legal dan juga untuk kepentingan pemerintah sebagai statistik resmi,” pungkasnya.  

Inar dalam kesimpulannya berdalih bahwa alokasi anggaran APBN 2013 yang hanya 0,1 persen menunjukkan bahwa memang pemerintahan saat ini tidak fokus dan tidak peka terhadap isu lingkungan.

“Angka 0,1 persen dari APBN 2013  untuk Kementerian Lingkungan Hidup adalah jumlah yang sangat kecil, sementara Kementerian Perindustrian dan Kementerian ESDM digelontorkan dana jor-joran dalam kue APBN,” ujar Inar “Sehingga mereka memang senantiasa dianggap sebagai yang paling utama untuk penyumbang devisa negara.” pungkasnya.  

Berbeda dengan pendapat Inar, Sofjan Wanandi dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pada kesempatan yang sama berpendapat, hitungan ekonomis adalah yang membuat pemerintah mengutamakan pemberian ijin usaha bagi para pengusaha pertambangan, dan perkebunan sawit. Sehingga tidak mungkin lagi pemerintah memperhitungkan kerugian karbondioksida yang telah dilepas ke udara.

Sofjan mengatakan bahwa Kementerian Perindustrian (Kemenperind) dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyetujui bahwa 60% pemasukan negara berasal dari industri yang berlokasi di perkebunan sawit atau pertambangan, maka kedua kementerian ini memberikan Ijin Usaha Pertambangan dengan segera.

“Kita tidak bisa menolak fakta di lapangan bahwa 60 persen pajak dari sawit penting untuk negara, inilah yang menyebabkan negara 'dengan senang hati’ mengakomodasi pengusaha sawit dan pertambangan dengan menerbitkan Izin Usaha Pertambangan” ujar Sofyan.

 

Editor : Yan Chrisna


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home