Loading...
BUDAYA
Penulis: Dewasasri M Wardani 12:10 WIB | Senin, 24 Oktober 2016

Pertunjukan Wayang Kulit Bangkitkan Kesadaran Bencana Warga Pacitan

Ilustrasi: Pertunjukan wayang kulit bangkitkan budaya bencana warga Pacitan. (Foto: bnpb.go.id)

PACITAN, SATUHARAPAN.COM  - Perpaduan edukasi dan hiburan pertunjukan rakyat wayang kulit membangkitkan kesadaran masyarakat Pacitan terhadap potensi bahaya.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pacitan, menghadirkan Dalang Ki Purbo Asmoro untuk membawakan pertunjukan wayang kulit di Alun-alun Pacitan pada Sabtu malam (22/10).

Ribuan warga Pacitan hadir di Alun-Alun Pacitan menyaksikan wayang kulit. Bahkan beberapa warga asing dari Amerika, Inggris, Jepang, Australia, murid Dalang Ki Purbo Asmoro yang sedang belajar kesenian Jawa, ikut hadir menyaksikan wayang kulit.

BNPB menggagas kampanye ’Budaya Sadar Bencana’, sebagai upaya untuk membangun kesadaran masyarakat terhadap bencana.

"Kita tahu bahwa kita sering lupa dengan bencana apabila kejadian bencana tersebut terjadi lima atau sepuluh tahun lalu. Kemudian kita tidak waspada terhadap berbagai ancaman atau potensi bahaya di sekitar kita. Pengetahuan bencana oleh masyarakat kita meningkat signifikan sejak tsunami Aceh. Namun, pengetahuan tersebut belum menjadi sikap dan perilaku. Apalagi menjadi budaya sadar bencana. Kita masih perlu kerja keras dan berkelanjutan untuk mewujudkan masyarakat sadar bencana,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, seperti dilansir situs bnpb.go.id.

"Kami mempersembahkan acara ini bukan semata-mata sebagai ajang hiburan bagi masyarakat tetapi sebagai media edukasi bencana yang menjadi salah satu upaya dalam pengurangan risiko bencana," kata Sutopo.

"Kami sangat mengharapkan masyarakat yang hadir di sini tidak hanya mengikuti kisah yang disampaikan oleh Sang Dalang, tetapi juga menerima pesan-pesan terkait bencana," kata Sutopo Purwo Nugroho.

Ki Purbo Asmoro membawakan lakon Mbangun Candi Sapto Argo, sebuah kisah Begawan Abiyoso, kakek dari Pandawa, membangun Candi Sapto Argo. Candi tersebut sebagai simbol penguatan kapasitas dan jati diri rakyat Amarta, dalam konteks spiritual. Makna di balik kisah itu mengenai bagaimana membangun kearifan lokal dalam mitigasi bencana.

Di sisi lain, pembangunan candi sebagai simbol tempat ibadah dan bangunan publik, harus memperhatikan rencana tata ruang sehingga tidak mengganggu ekosistem di sekitar.

Pesan yang ingin disampaikan oleh Sang Dalang, yaitu pembangunan sumber daya manusia tangguh bencana dan konsep pembangunan fisik dengan mengedepankan sisi aman bencana.

Ribuan warga Pacitan memadati pertunjukan wayang kulit yang berbarengan dengan peringatan Hari Santri Nasional. Pertunjukan itu juga disiarkan langsung melalui stasiun radio Grindulu FM dan Radio Swara Pacitan.

"Saya senang hiburan wayang kulit seperti ini, namun yang bermuatan bencana baru kali ini. Saya berharap BNPB sering menyelenggarakan wayang kulit atau kesenian rakyat dengan isi bencana. Karena lebih mudah dipahami masyarakat daripada sosialisasi di kantor atau gedung pertemuan." kata Rohib, warga Pacitan.

Pacitan termasuk wilayah dalam 136 kabupaten/kota dengan indeks risiko tinggi. Catatan sejarah menyebabkan gempa bumi besar melanda Pacitan pada tahun 1859 dengan kekuatan 7,5 SR. Gempa saat itu menyebabkan tsunami kecil. Berselang 78 tahun, gempa besar berkekuatan 7,2 SR terjadi.

Sementara itu, beberapa waktu lalu UPN Veteran Yogyakarta, Pusat Geoteknologi LIPI, serta Universitas Birgham Young, Amerika Serikat, melakukan penelitian tentang endapan tsunami purba dan peramalan tsunami. Dari hasil penelitian tersebut, jargon 20-20-20, dalam konteks potensi bencana gempa bumi dan tsunami, dicetuskan bersama tim peneliti dan BPBD Pacitan.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home