Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 14:33 WIB | Jumat, 03 Agustus 2018

Petani Fukushima Berjuang Meyakinkan Konsumen

Ilustrasi. Para petani Jepang menanam bibit padi di Kota Tamura, sekitar 15 km sebelah barat pembangkit listrik tenaga nuklir milik TEPCO di Prefektur Fukushima, 18 Mei 2013. (Foto: voaindonesia.com)

FUKUSHIMA, JEPANG, SATUHARAPAN.COM – Buah labu dipotong kotak-kotak kecil, daging ayam sudah diiris, dan telur sudah dimasak menjadi telur dadar. Makanan-makanan tersebut bukan disiapkan oleh para koki atau chef, tapi oleh para ilmuwan yang sedang menguji coba produk-produk pertanian dari wilayah Fukushima di Jepang.

Tujuh tahun, sejak bencana nuklir akibat terjangan gelombang tsunami pada Maret 2011, uji coba dengan ketelitian tinggi membuktikan tidak ada ancaman radioaktif dari produk-produk pertanian di Fukushima, kata para pejabat dan pakar.

Meski demikan, para produsen mengatakan mereka masih menghadapi kecurigaan dari para konsumen mengenai keamanan produk-produk pertanian dari Fukushima, kantor berita AFP melaporkan.

Lebih dari 205.000 jenis makanan telah diuji di Pusat Teknologi Pertanian Fukushima sejak Maret 2011. Jepang menetapkan standar tidak lebih dari 100 becquerels radioaktif per kilogram (Bq/kg).

Sebagai perbandingan, Uni Eropa menetapkan standar 1.250 Bq/kg dan standar AS adalah 1.200 Bq/kg.

Lembaga tersebut, tahun lalu mengatakan produk pertanian maupun ternak yang dikembangbiakkan di sana tidak memiliki kandungan radioaktif, yang melewati standar pemerintah.

Hanya sembilan, dari puluhan ribu sampel tes yang mengandung radioaktif di atas ambang batas, yaitu ikan yang dikembangbiakkan di kolam dan satu sampel jamur liar.

Setiap hari, lebih dari 150 sampel disiapkan, diberi kode, ditimbang dan mereka dimasukkan ke “detektor germanium semikonduktor.” Beras diperiksa di tempat lain.

Meski radiasi mempengaruhi beberapa wilayah yang juga memiliki proses pengujian sendiri, program pengujian di Fukushima adalah yang paling sistematis.

Setelah bencana nuklir, program dekontaminasi dijalankan besar-besaran di Fukushima

Proses pengujian menjadi landasan upaya meraih kembali kepercayaan konsumen.

Produk Kami Aman

“Sebagian masyarakat di Jepang dan luar negeri, masih khawatir. Jadi kami ingin meneruskan menjelaskan kepada masyarakat di prefektur lain dan di luar negeri bahwa produk-produk kami aman,” kata Kenji Kusano, seorang pejabat di pusat pengujian.

Kusano mengatakan, pengujian bahan makanan akan selalu penting, karena warga Fukushima yang mengungsi mulai kembali.

Bencana nuklir Fukushima akibat gempa dan tsunami pada 2011, menghancurkan sektor pertanian lokal yang sedang berkembang.

“Keuntungan produsen belum mencapai level sebelum 2011 dan harga masih di bawah harga rata-rata nasional,” kata Nobuhide Takahashi, perwakilan Fukushima.

Situasinya lebih parah bagi para nelayan. Banyak di antara mereka bertahan hidup hanya dari kompensasi yang diberikan oleh operator Fukushima, TEPCO.

Tsunami menghancurkan pelabuhan-pelabuhan di sepanjang wilayah tersebut. Permintaan juga masih rendah, meski sudah ada standar pengujian kandungan radioaktif, yaitu 50 Bq/kg untuk produk boga bahari dari Fukushima.

“Bila kami menangkap ikan dan menjualnya di pasar Tokyo, sebagian orang tidak mau membeli,” kata Kazunori Yoshida, direktur koperasi nelayan Iwaki.

Akibatnya, tangkapan boga bahari tahun lalu di wilayah tersebut turun menjadi 3.200 ton, dari 24.700 ton pada 2011.

Tak Ada yang Percaya

Di level internasional, sudah ada kemajuan. Sebanyak 27 negara dari 54 negara yang menerapkan pembatasan untuk makanan dari Fukushima setelah 211, sudah mencabut pelarangan mereka.

Masalah persepsi, ternyata masih nyata di dalam negeri. Beberapa survei menunjukkan, konsumen Jepang masih menghindari mengonsumsi produk pertanian Fukushima.

Dan para pakar mengatakan, pendekatan ilmiah yang digunakan pemerintah tidak banyak membantu meyakinkan masyarakat.

“Tidak ada yang percaya, bila hanya meneriakkan keamanan,” kata Katsumi Shozugawa, profesor Universitas Tokyo yang telah mempelajari keamanan makanan.

Katanya, uji coba yang dilakukan pemerintah sudah layak, tapi upaya-upaya meyakinkan konsumen masih “parah”.

Di sebuah pertanian di Fukushima, buah-buah persik siap dipanen. Chusaku Anzai, seorang petani generasi ke-14 tampaknya sudah pasrah dengan situasi yang ada

“Tidak ada gunanya menghabiskan energi untuk meyakinkan mereka yang tidak mau membeli produk kami,” kata petani berusia 69 tahun itu. Di wajahnya tampak garis-garis kerasnya pekerjaan bertani selama 5 dekade.

“Kami tidak bisa berbuat apa-apa lagi, kecuali menunggu mereka mengubah pikiran.”  (voaindonesia.com)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home