Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 14:05 WIB | Jumat, 14 Agustus 2015

Pidato Kenegaraan Jokowi Disebut Tak Sesuai Kenyataan

Presiden Joko Widodo saat berdiri menyanyikan lagu Indonesia Raya usai berpidato dalam rangka HUT RI ke-70 tahun di Gedung Nusantara, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta. (Foto: Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pidato Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, dalam Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (14/8), mendapat respon negatif dari para penghuni ‘Senayan’. Mereka menyebut pidato tersebut tidak sesuai dengan keadaan yang terjadi di Indonesia saat ini dan terlalu mendasar.

Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, menilai Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi hanya sebatas retorika saja, tidak sesuai dengan keadaan yang terjadi di Indonesia saat ini. "Pidatonya masih sebatas retorika," ucap Fadli usai Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (14/8).

Menurut dia, dalam dua Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi terkait kinerja lembaga-lembaga negara dan mengenai hari Kemerdekaan Republik Indonesia, Presiden Jokowi banyak bicara soal persatuan. Padahal hal tersebut telah gagal diciptakan selama sembilan bulan kepemimpinan Presiden Republik Indonesia ketujuh itu.

Contohnya, kata Fadli, dalam kisruh dualisme kepengurusan Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). “Kalau mau persatuan diselesaikan dong, jangan dipecah belah. Jangan yang diomongkan dan dilaksanakan berbeda," kata politisi Partai Gerindra itu.

Menurut dia, selama ini tidak ada sikap tegas dari Presiden Jokowi untuk mempersatukan Partai Golkar dan PPP. Malah membiarkan perpecahan dua partai politik yang disebabkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Republik Indonesia, Yasonna Hamonangan Laoly, dengan mengakui salah satu kubu.

"Jokowi berkali-kali menekankan persatuan, tapi praktiknya tak tercermin," ucap Fadli.

Kok Bisa 7 Persen?

Bahkan, Wakil Ketua DPR RI itu mengkritik Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi yang seakan masih menunjukkan optimisme mengenai kondisi ekonomi di Indonesia. Fadli menilai Jokowi tak berbicara jujur, sebab kondisi perekonomian Indonesia saat ini sudah masuk ke dalam tahap awal krisis.

"Kok bisa-bisanya masih menganggap enteng. Masih optimistis pertumbuhan tujuh persen. Kita disajikan impian kosong. Padahal, lebih baik Jokowi berkata-kata pahit, tapi itu menolong rakyat," ucapnya.

Senada, Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Krisna Mukti, mengatakan Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi hanya menyinggung hal-hal mendasar, tidak fokus pada bidang tertentu.

"Pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo lebih retorik saja, ngomongin hal-hal dasar. Tidak menyinggung atau fokus dalam satu hal," kata Krisna.

Dia mengaku, sebelum menghadiri sidang mengira Presiden akan membahas tentang perekonomian Indonesia yang tengah merosot, imbas, dan cara menanganinya. Namun sayangnya, hal tersebut hanya sekadar lewat saja, tidak detail.

Selain itu, ia juga menyampaikan pandangan tentang kemerdekaan Indonesia yang akan memasuki usia 70 tahun. Krisna berpendapat ada pihak-pihak tertentu yang tidak menginginkan Indonesia merdeka secara utuh. "Mungkin kita merdeka dan tidak dijajah negara lain, tapi kita masih belum merdeka dalam tanda kutip di bidang-bidang tertentu. Contohnya bidang perekonomian, yang kita sama-sama tahu siapa-siapa yang menguasai sektor itu di Indonesia," ucap politikus PKB itu.

Normatif

Respon negatif terhadap Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (14/8), juga diungkapkan Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Tantowi Yahya. Menurut dia, pidato tersebut masih normatif.

“Masih normatif, karena masing-masing lembaga tinggi negara tidak disebutkan satu per satu, KY (Komisi Yudisial) seperti apa, MA (Mahkamah Agung) seperti apa," kata politisi Partai Golkar itu.

"Tadi Presiden juga tidak memberikan kritik, semuanya memuji kinerja lembaga negara," dia menambahkan.

Tantowi juga menyoroti isi pidato Presiden Jokowi yang menyatakan kinerja lembaga-lembaga negara belum maksimal. "Tidak secara eksplisit dikatakan, tapi kalau saya bicara sebagai anggota DPR sekaligus MPR, memang kondisi kita di DPR tidak bisa langsung bekerja, hampir tiga bulan vakum karena persoalan politik," kata dia.

Politisi Partai Golkar itu menambahkan, Presiden Jokowi juga mengetahui penyebab kevakuman DPR selama tiga bulan, meskipun tidak disebutkan secara eksplisit. "Bagaimana pun ini pelajaran yang harus dilalui dan tidak boleh terjadi lagi pada anggota DPR periode berikutnya," tutur Tantowi. (Ant)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home