Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 20:56 WIB | Rabu, 14 September 2016

PP Muhammadiyah-Menkeu Tak Bahas Judicial Review Tax Amnesty

Menurut Lincolin, pertemuan tersebut lebih banyak berkaitan dengan penjelasan tax amnesty dan kesepakatan rencana kerja sama mensosialisasikan tax amnesty kepada masyarakat luas.
Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Lincolin Arsyad. (Foto: Melki Pangaribuan)

JAKARTA, SATUGHARAPAN.COM – Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Lincolin Arsyad, memastikan pertemuan PP Muhammadiyah dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani tidak membahas persoalan judicial review atau uji materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty yang sebelumnya diajukan PP Muhammadiyah.

Hal itu dipastikan Lincolin Arsyad kepada wartawan usai melakukan pertemuan antara PP Muhammadiyah dengan Sri Mulyani, Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi, Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki, dan pengurus PP Muhammadiyah, dan sejumlah staf dari Kementerian Keuangan di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, hari Rabu (14/9).

“Tidak ada sama sekali (pembahasan gugatan ke MK). Kita tadi (pertemuannya) sangat kekeluargaan, sangat akrab, karena Muhammadiyah kan selama ini partner dari pemerintah. Kalau pun kita menyuarakan itu kan demi masyarakat bukan untuk Muhammadiyah,” kata Lincolin.

Menurut Lincolin, pertemuan tersebut lebih banyak berkaitan dengan penjelasan tax amnesty dan kesepakatan rencana kerja sama mensosialisasikan tax amnesty kepada masyarakat luas.

“Kalau untuk judial review saya tidak bisa menjawab. Itu bukan kompetensi, tapi pembicaraan tadi sangat konstruktif dan sangat produktif bahwa Muhammadiyah akan bekerja sama dengan Kementerian Keuangan untuk mensosialisasikan tax amnesty ini. Tadi yang paling banyak dibahas untuk sosialisasi dan peningkatan kesadaran masyarakat,” kata Lincolin.

Ketika ditanya apakah ada bentuk kerja sama khusus dengan Kementerian Keuangan atau pembahasan terkait Undang-Undang Pengampunan Pajak, Lincolin menjawab tidak ada. “Tidak ada deal-deal tertentu. Kalau deal-deal tertentu tidak akan rame-rame, kita akan diam-diam,” katanya.

Lincolin mengatakan Pimpinan Muhammadiyah ingin mendapatkan penjabaran lanjutan tentang tax amnesty dalam bentuk Peraturan Pemerintah supaya mendapatkan penjelasan yang lebih lengkap.

“Tadi kita tidak bicarakan undang-undangnya apakah sudah adil atau belum. Tapi tadi ada permintaan dari Pak Busyro Muqoddas (salah satu ketua PP Muhammadiyah) untuk penjabaran lanjut dalam bentuk Peraturan Pemerintah untuk beberapa hal supaya lebih clear lagi,” kata Lincolin.

Judicial Review ke MK

Sebelumnya Pimpinan Pusat Muhammadiyah berencana mengajukan judicial review Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty, jika putusan Mahkamah Konstitusi pada sidang hari Rabu (31/8), tidak sesuai harapan.

Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas mengatakan, sejak UU Tax Amnesty disahkan, muncul keresahan terutama di kalangan pengusaha kecil dan menengah.

Menurut dia, UU tersebut memiliki dampak destruktif yang besar ketimbang dampak pemasukan pajak yang ditargetkan oleh pemerintah.

Dia meminta Presiden Joko Widodo menunda penerapan UU Tax Amnesty sampai selesai proses sosialisasi kepada masyarakat.

"UU ini sebaiknya ditunda dulu, sambil menunggu laporan dari masyarakat. Jika sudah disosialisasikan, baru bisa diterapkan, karena efektivitas penerimaan pemasukan pajak tidak sebanding dengan kegaduhan yang ditimbulkan," ujar Busyro, di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, hari Rabu (31/8/2016) seperti dikutip kompas.com.

Busyro menjelaskan, dari rapat kerja nasional yang diadakan pada 26-28 Agustus 2016 di Yogyakarta, PP Muhammadiyah mendapatkan laporan UU Tax Amnesty justru menjadi beban bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM).

Tidak sedikit, kata Busyro, pelaku UKM yang dibebani dengan sanksi pengampunan pajak yang besar. Akibatnya, banyak dari mereka yang resah dan terancam gulung tikar.

"Dalam penerapannya, tax amnesty ini menyasar pelaku UKM, sementara konglomerat besar pengemplang pajak bisa menghindar. Presiden harus berhati besar dan tidak perlu gengsi untuk menunda penerapan UU Tax Amnesty," kata Busyro.

Presiden Jokowi dalam Sosialisasi Program Pengampunan Pajak di Grand City Convention Center, Surabaya, hari Jumat (15/7) malam. (Foto: Humas Seskab/Oji)

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, Presiden Joko Widodo tidak memahami secara detil mengenai UU Tax Ammesty dan penerapannya di lapangan.

Dia menyebut, penerapan UU Tax Amnesty hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas.

"Saya melihat Presiden jokowi tidak memahami secara detil. Di media dia bilang sasarannya pengusaha besar. Fakta di lapangan yang merasa terancam, yang patut bayar sanksi adalah kelompok usaha kecil menengah," ujar dia.

Selain itu, Dahnil juga menyebut beberapa alasan yang mendasari sikap Muhammadiyah terkait judicial review.

Secara garis besar, dia melihat UU Tax Amnesty mengandung pemufakatan jahat karena ada upaya pengampunan tindak pidana pelanggaran pajak yang dilakukan oleh pengusaha besar.

"Dari proses penyusunan ada itikad tidak baik," kata Dahnil.

Beberapa kali Muhammadiyah juga telah melakukan judicial review atas sejumlah undang-undang, seperti Undang-Undang Sumber Daya Air, Undang-Undang Ketenagalistrikan, Undang-Undang Minyak dan Gas, Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, juga Undang-Undang Lalu Lintas Devisa.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home