Loading...
INDONESIA
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 22:34 WIB | Selasa, 24 Desember 2013

Presiden Jangan Abaikan Pembatalan Pengangkatan Patrialis

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta, Selasa (13/8), mengambil sumpah tiga anggota Mahkamah Konstitusi, yaitu Patrialis Akbar, Akil Mochtar dan Maria Farida Indrati. (Foto: dari setkab.go.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Anggota Komisi III (Bidang Hukum) DPR RI Eva Kusuma Sundari menyatakan Presiden jangan mengabaikan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang membatalkan Keppres Nomor 87/P Tahun 2013 tentang pengangkatan Patrialis Akbar sebagai hakim Mahkamah Konstitusi. 

"Walau banyak putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang tidak dipatuhi oleh pelaksana yang dimandatkan dalam putusan, saya pikir risikonya berat jika Presiden mengabaikannya," kata Eva K. Sundari yang juga Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI pada Selasa (24/12).

Hal itu mengingat, lanjut Eva, presiden adalah simbol negara dan pemerintahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang notabene negara hukum sehingga pasti akan legawa menerima putusan tersebut.

Menurut Eva, tidak perlu dibuat "complicated" (rumit) karena penggantian dapat dilaksanakan dengan cepat oleh Presiden, tidak seperti DPR yang standar operasional prosedur (SOP) seleksi pun ditentukan oleh Undang-Undang MK.

"Apalagi, Presiden sudah punya pengalaman sebelumnya saat merekrut Prof. Maria dan Prof. Haryono (masa bakti pertama) yang prosesnya memenuhi standar tata kelola pemerintahan," katanya.

Sebelumnya, PTUN mengabulkan gugatan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) dengan membatalkan Keppres Nomor 87/P Tahun 2013 yang berisi tentang pengangkatan jabatan hakim konstitusi Patrialis Akbar. 

Lebih lanjut Eva mengatakan, "Posisi Mahkamah Konstitusi (MK) juga bisa dipastikan akan menghormati dan melaksanakan putusan PTUN. Tidak ada pilihan lain."

Menyinggung soal perekrutan hakim konstitusi, Eva mengemukakan, walau kecolongan kasus Akil Mochtar (mantan Ketua MK), proses seleksi di DPR RI untuk hakim MK faktanya paling akuntabel, transparan, dan akses publik dibuka lebar, tidak seperti Mahkamah Agung dan Presiden yang tidak ada kepastian SOP sehingga mengganggu partisipasi publik.

Anggota Komisi III DPR RI itu memandang perlu mendayagunakan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) sebagai tim seleksi sehingga putusan objektif dan jauh dari kesan di-"personalized" (menurut selera) untuk kepentingan pribadi Presiden sebagaimana argumen para penggugat soal Patrialis Akbar.

"Jadi, bukan problem yang pelik walau harapan saya calon perempuan yang akan diprioritaskan oleh tim Wantimpres," kata Eva yang juga calon tetap anggota DPR RI periode 2014--2019 dari Daerah Pemilihan Jawa Timur VI. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home