Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 08:08 WIB | Sabtu, 09 Januari 2016

Profil Kepemimpinan Yohanes Pembaptis

Dia tidak mau menjadi orang lain.
Yohanes Pembaptis (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – ”Dalam tahun kelima belas dari pemerintahan Kaisar Tiberius, ketika Pontius Pilatus menjadi wali negeri Yudea, dan Herodes raja wilayah Galilea, Filipus, saudaranya, raja wilayah Iturea dan Trakhonitis, dan Lisanias raja wilayah Abilene, pada waktu Hanas dan Kayafas menjadi Imam Besar, datanglah firman Allah kepada Yohanes, anak Zakharia, di padang gurun” (Luk. 3:1-2). Demikianlah keterangan waktu yang dipakai Lukas ketika berkisah tentang Yohanes Pembaptis.

Lukas agaknya ingin memperlihatkan bahwa tokohnya bukan sembarang tokoh. Yohanes anak Zakharia memang bukan pemimpin pemerintahan seperti Tiberius, Pontius Pilatus, Herodes, Filipus, Lisanias; juga bukan pemimpin formal keagamaan seperti Hanas dan Kayafas. Namun, jiwa kepemimpinan putra Zakharia ini terbilang unik.

Bayangkan, di tengah banyak orang yang ingin menjadi nomor satu, ada orang yang bersedia menjadi nomor sekian! Yohanes Pembaptis sedang naik daun. Banyak orang yang menganggapnya Mesias. Mereka menganggapnya sebagai orang nomor satu. Namun, saat diperhadapkan dengan anggapan orang banyak itu Yohanes berkata, ”Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak.” (Luk. 3:16).

Dia tidak mau menjadi Si Nomor Satu. Dia tidak mau membiarkan publik tetap dalam anggapannya bahwa dialah Mesias. Yohanes Pembaptis tidak mau melakukan kebohongan publik. Dia tidak memanipulasi ketidaktahuan orang banyak itu. Dia tidak menikmati ketidaktahuan orang banyak itu.

Itu juga berarti, di tengah orang yang mencoba menjadi orang lain, Yohanes Pembaptis tetap berusaha menjadi dirinya sendiri. Dia tidak tergoda menjadi orang lain. Walau banyak orang menganggapnya, bahkan mengharapkannya menjadi, orang lain. Dia tetap menjadi dirinya sendiri. Sebab, dia merasa mempunyai panggilan khusus, yakni menyerukan pertobatan dan membaptis dengan air.

Bisa dikatakan bahwa Yohanes Pembaptis adalah tokoh yang sungguh-sungguh memahami bahwa setiap orang diciptakan unik. Satu-satunya. Tak ada duanya. Itu berarti setiap orang diciptakan pula dengan panggilan khusus. Dan berbahagialah orang yang mengetahui panggilan khusus Allah dalam dirinya.

Bagaimana caranya? Bertanya! Bertanya secara serius kepada Pribadi yang telah menciptakan kita. Mengapa? Karena, hanya Dialah yang mengetahui dengan tepat panggilan khusus ciptaan-Nya itu. Kita perlu bertanya, ”Tuhan, engkau mau saya melakukan apa?” Jawaban dari pertanyaan tersebut akan menolong kita menjadi lebih fokus. Bukankah itu yang sering tidak terjadi. Banyak energi dan waktu terbuang sia-sia karena banyak hal yang hendak kita kerjakan.

Menjadi diri sendiri akan membuat kita lebih rendah hati dan jauh dari rasa iri. Dan itulah hidup yang dijalani Yohanes Pembaptis. Dengan tegas dia berkata, ”Membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak.

”Membuka tali kasut” bisa diartikan harfiah dan simbolis. Yohanes merasa tidak layak melakukan hal yang rendah sekalipun—dalam hal ini membuka tali kasut.  Tetapi juga simbolis karena transaksi hukum pada masa itu disahkan dengan cara melepaskan kasut dan memberikannya kepada orang lain (Rut 4:7-8). Dengan kata lain, secara hukum kedudukan Yohanes Pembaptis memang di bawah Yesus orang Nazaret.

Nah, profil kepemimpinannya unik bukan?

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home