Loading...
INDONESIA
Penulis: Ignatius Dwiana 10:34 WIB | Sabtu, 31 Mei 2014

Proses Hukum Korban Perdagangan Manusia di Batam Mandeg

(Ilustrasi: tillhecomes.org/sawso.org)

BATAM, SATUHARAPAN.COM – Kasus korban perdagangan manusia di Batam sudah lebih dari sebulan dilaporkan ke Polda Riau tetapi belum juga ada perkembangan dalam proses hukumnya. Tindak lanjut hanya sampai dengan proses BAP. Setelah itu proses penyidikan terkesan lamban dan tidak serius sejak 24 April lalu dilaporkan.

“Belum ada perkembangan signifikan untuk proses hukum. Belum ada juga kejelasan secara pasti untuk soal pemulangan, siapa yang bertanggungjawab,” kata pendamping korban, Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus, kepada satuharapan.com pada Kamis (29/5).

“Kalau ada perkembangan, tangkap orang yang menjadi bos besarnya. Ada pelimpahan kasus ke Kejaksaan. Ada orang Kementerian yang jelas datang mempertanggungjawabkan. Kalau sekarang ya tidak ada kejelasan.”

Para korban perdagangan manusia itu terdiri atas 23 perempuan. Di antaranya, 21 berasal dari Nusa Tenggara Timur, satu orang dari Nusa Tenggara Barat, dan satu orang dari Jawa Tengah. Di antara 23 korban itu, dua di antaranya merupakan anak-anak berusia 13 and 14 tahun.

Salah satu di antara para korban ada yang dipaksa berangkat ke luar negeri dalam kondisi tidak sehat dan satu orang di antaranya pernah mengalami kekerasan seksual selama berada dalam proses penampungan. Beberapa korban lainnya sempat dipindah-pindah agensi dan beberapa lainnya tidak dapat membaca dan menulis. Mereka dipekerjakan tanpa mendapatkan upah dan keluar masuk Indonesia Malaysia sebanyak 2 hingga 4 kali.

Persoalan kasus perdagangan manusia ini diterima pihak gereja setelah menerima aduan dari para korban yang sempat melarikan diri dari tempat penampungan. Korban ini melarikan diri karena tidak mau dan takut dipekerjakan sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia.

Ketua Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran dan Perantau (KKPPMP) Keuskupan Pangkalpinang ini mengemukakan bahwa sejak pihak gereja menangani kasus korban perdagangan manusia di Batam mulai 1990-an, temuan kasus ini merupakan yang terbesar.

“Saya minta proses hukum dijalankan dengan sebenar-benarnya. Siapa dalang di balik itu tangkap!” tegas Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus.

Selain itu dia meminta hak-hak korban untuk mendapatkan pelayanan rehabilitasi sosial, rehabilitasi medis, pemulangan, bantuan hukum, dan reintegrasi sosial sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dipenuhi. Dia juga meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memberikan perlindungan kepada korban, pendamping, dan keluarga korban selama proses penegakan hukum berlangsung.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home