Loading...
INDONESIA
Penulis: Trisno S Sutanto 18:04 WIB | Rabu, 03 Juli 2013

Radikalisme Keagamaan Menyasar Kalangan Muda

Radikalisme Keagamaan Menyasar Kalangan Muda
Suasana diskusi di kantor Maarif (Foto-foto: ISTIMEWA)
Radikalisme Keagamaan Menyasar Kalangan Muda
Ahmad Fuad Fanani, Direktur Riset MAARIF Institute memberi sambutan
Radikalisme Keagamaan Menyasar Kalangan Muda
Buya Syafii Maarif: radikalisme keagamaan itu berbahaya

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Fenomena radikalisme di Indonesia menjadi ancaman serius bagi anyaman kebhinnekaan bangsa di masa mendatang. Apalagi, akhir-akhir ini, radikalisme semakin menguat dan menyasar pelaku sekaligus korbannya di kalangan generasi muda di dunia pendidikan.

Tragedi Bom Marriot 2009, Bom Klaten, dan Bom Solo 2012, menjadi bukti bagaimana radikalisme yang telah mewujud dalam tindakan terorisme terjadi di kalangan generasi muda, beberapa di antaranya masih aktif sebagai siswa di sekolah tertentu.

Gejala ini dikonfirmasi oleh penelitian yang dilakukan MAARIF Institute tahun 2011. “Sekolah menjadi ruang terbuka bagi diseminasi paham apa saja, termasuk paham keagamaan yang radikal. Karena pihak sekolah terlalu terbuka, maka kelompok radikalisme keagamaan memanfaatkan ruang terbuka ini untuk masuk secara aktif mengkampanyekan pahamnya dan memperluas jaringannya,” ungkap Ahmad Fuad Fanani, Direktur Riset MAARIF Institute, yang juga Pemimpin Redaksi Jurnal MAARIF.

“Sebagai konsekuensi dari menguatnya paham-paham keagamaan radikal di lingkungan sekolah, banyak siswa yang pemahaman keislamannya menjadi monolitik dan gemar menyalahkan pihak lain. Karena paham keagamaan yang tidak terbuka ini, maka paham kebangsaan mereka menjadi tereduksi dan menipis.”

Ironisnya, pihak sekolah banyak yang tidak peduli dengan paham-paham radikal yang diajarkan melalui kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Kegiatan ekskul ini menjadi pintu masuk yang efektif bagi infiltrasi kelompok-kelompok radikal di kalangan siswa.

Keprihatinan itu mendorong MAARIF Institute menggelar diskusi hari ini (3/07) sekaligus launching Jurnal MAARIF terbaru yang bertemakan “Menghalau Radikalisasi Kaum Muda: Gagasan dan Aksi”. Diskusi yang dipandu Alpha Amirrachman, peneliti senior MAARIF, berlangsung seru dengan menghadirkan M. Najib Azca, sosiolog yang juga Direktur Youth Studies Center UGM, dan Retno Listyarti, pendidik sekaligus Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia.

Menurut M. Najib Azca, setidaknya ada tiga faktor yang bisa digunakan untuk menjelaskan fenomena radikalisme di kalangan kaum muda. Pertama, dinamika sosial politik di fase awal transisi menuju demokrasi yang membuka struktur kesempatan politik (political opportunity structure) yang baru di tengah tingginya gejolak dan ketidakpastian.

Faktor kedua adalah transformasi gerakan radikal Islam yang sebagian memiliki geneologi pada awal kemerdekaan. Ketiga, tingginya angka pengangguran di kalangan kaum muda di Indonesia. “Ketiga faktor inilah yang berjalin berkelindan menyebakan radikalisme mendapat tempat yang subur di kalangan generasi muda,” ungkapnya.

Bagi Retno Listyarti, peran guru dalam proses pembelajaran sangat vital bagi upaya membendung radikalisme di kalangan generasi muda. “Sejak awal, para guru perlu menyadari peran pentingnya dalam menanamkan pendidikan kewargaan yang multikultural dan anti kekerasan,” ujarnya.

“Kita perlu mendiskusikan secara bernas berbagai persoalan radikalisme keagamaan dan mendorong peran aktif para siswa dalam menghalau tumbuh suburnya fenomena radikalisasi di kalangan mereka,” kata dia

Sebagai ikhtiar untuk membendung radikalisme di kalangan kaum muda, sudah seharusnya memperhatikan secara serius proses radikalisasi kaum muda di berbagai lembaga pendidikan, baik di tingkat dasar, menengah, maupun perguruan tinggi. Terlebih, radikalisasi kaum muda sering terjadi melalui proses pembelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah.

Kurangnya diskursus keagamaan (keislaman) di kalangan siswa bahkan sebagian guru, menjadikan mereka sangat terbuka untuk menerima berbagai ideologi radikal yang dihembuskan tanpa melakukan proses filterisasi yang kritis.

Dan hal ini dapat berakibat fatal, seperti diingatkan Buya Ahmad Syafii Ma’arif, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah. “Anak muda yang mudah terpancing dan terjebak dalam paham hitam-putih radikalisme, sebetulnya mereka sedang menggali kubur masa depannya sendiri,” kata Buya. Tentu kita tidak mau itu terjadi pada generasi muda kita, bukan?

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home