Loading...
DUNIA
Penulis: Eben E. Siadari 21:03 WIB | Senin, 07 September 2015

Rakyat Arab Malu Negaranya Tidak Bantu Pengungsi

Sebuah gambar meme yang merupakan sindiran terhadap sikap membisu pemimpin negara-negara Teluk atas serbuan migran Suriah ke negara-negara Eropa (Foto: istimewa)

DUBAI, SATUHARAPAN.COM – Sikap diam dan pasif pemimpin negara-negara Teluk terhadap nasib ribuan pengungsi Suriah yang menyerbu negara-negara Eropa telah mendatangkan pertanyaan, kritik tajam bahkan rasa malu dari warganya sendiri.

Berbagai gambar meme dan kartun diunggah ke dunia maya, menyindir sikap membisu negara-negara kaya itu  bahkan ketika foto Aylan Kurdi, bocah pengungsi yang tewas karena tenggelam, telah mendunia.

Sara Hashash dari kelompok hak asasi manusia Amnesty International Arab Saudi menyebut perilaku negara-negara Teluk Arab itu '"benar-benar memalukan."  Ia mengkritik Qatar, Kuwait, Bahrain, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab yang kali ini secara resmi sama sekali tidak menerima pengungsi. Padahal, pada saat yang sama  Turki telah menjadi tuan rumah bagi hampir 2 juta pengungsi dari Timur Tengah sedangkan negara kecil seperti Lebanon menampung satu juta pengungsi dari negara tetangganya yang miskin dan bergolak itu.

Pembela negara-negara Teluk  berkilah bahwa sikap diam negara tersebut dikarenakan krisis Suriah  jauh lebih besar daripada dalam kasus Kuwait --mengacu pada invasi Irak ke Kuwait pada tahun 1990-an -- yang menyebabkan ribuan pengungsi Kuwait ditampung oleh negara-negara Teluk.

Selain itu, mereka juga berargumen bahwa negara-negara Teluk telah mengucurkan dana untuk membantu negara-negara tetangga Suriah.

"Qatar sangat kecil dan sudah menyumbang untuk pengungsi di Yordania, Turki dan Irak utara. Untuk alasan logistik Qatar tidak dapat menerima pengungsi dalam jumlah besar  sehingga Qatar memilih untuk mendukung mereka secara finansial," kata Abdullah Al-Athbah, pemimpin redaksi surat kabar Arab.

Skandal Memalukan

Tetapi suara bersimpati kepada pengungsi Suriah tak dapat dibungkam.

"Kita memperoleh secercah harapan setelah episode tenggelamnya kapal pengungsi baru-baru ini. Peristiwa itu memunculkan kampanye dan simpati yang luas untuk aksi solidaritas terhadap pengungsi Suriah oleh pemerintah dan masyarakat di beberapa negara Eropa," tulis Zeid al-Zeid dalam kolomnya di harian Kuwait Al-An pada hari Minggu (6/9).

"Tapi itu membuat kita sedih dan membuat kita bertanya-tanya tentang tidak adanya tanggapan resmi oleh negara-negara Arab ... kita melihat sikap bisu itu sebagai sebuah skandal," tulis dia.

Sultan Sooud al Qassemi, seorang komentator di Uni Emirat Arab, mengatakan ia menduga negara-negara Teluk mengambil sikap membisu itu sebagai bentuk  kewaspadaan. Apabila mereka memungkinkan masuknya dalam jumlah besar pengungsi dari negara-negara Arab yang vokal,  mungkin hal itu akan mempengaruhi masyarakat tradisional pasif mereka. Namun dia mengatakan negara-negara Teluk harus membuka pintu mereka kepada para pengungsi.

"Negara-negara Teluk sering mengeluh bahwa bahasa Arab kurang dimanfaatkan dan bahwa budaya kita terancam karena jumlah besar imigran asing," kata al Qassemi.

"Sekarang adalah kesempatan untuk menjadi tuan rumah bagi sekelompok orang yang dapat membantu meringankan kekhawatiran tersebut dan membutuhkan perlindungan, melarikan diri dari perang brutal," lanjut dia.

Seorang analis Kuwait, yang sering muncul di tayangan berita televisi telah menjadi bahan kritik dan celaan karena  mengatakan dalam sebuah wawancara televisi pekan lalu bahwa pengungsi lebih cocok untuk tinggal di negara-negara yang lebih miskin. Ia tidak mempertimbangkan bahwa negara-negara Eropa yang kaya seperti Jerman telah berjanji untuk menerima ribuan pengungsi.

"Negara-negara Teluk harus melakukan lebih banyak lagi," kata Direktur Oxfam Suriah, Daniel Gorevan.

Dia meminta negara-negara Teluk untuk "menyediakan lapangan kerja, skema penyatuan keluarga, jasa hukum dasar bagi mereka yang masuk ke negara-negara Teluk agar dapat mencari nafkah."

"Negara-negara Teluk harus menerima pengungsi Suriah. Saudi dan Suriah selalu bersaudara. Selain dari fakta bahwa agama kita mengharuskan kita untuk melakukannya, membantu pengungsi harus menjadi reaksi alami atas apa yang telah kita lihat di media," kata mahasiswa Saudi berusia 22 tahun, Noor Almulla.

Mahasiswa Saudi lainnya, Sara Khalid, 23, mengatakan negara-negara Teluk  "sebagai negara yang bertetangga  dan sesama Muslim" memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk pengungsi Suriah dibandingkan dengan Eropa.

Pengungsi Bikin Onar?

Walaupun kekecewaan terhadap sikap diam negara-negara Teluk  dapat dimaklumi, kritik bahwa negara-negara Teluk sama sekali tidak berbuat apa-apa terhadap pengungsi tidak juga dapat dibenarkan. Selama beberapa dekade, Arab Saudi telah menjadi rumah bagi sekitar setengah juta warga Suriah. Demikian juga dengan Uni Emirat Arab, telah menampung lebih dari 150.000 pengungsi.

Bagi UEA sendiri ada kendala lain. Saat ini, penduduk asing di negara itu jauh melebihi penduduk lokal dengan perbandingan 5:1.
"Jumlah orang asing luar biasa di sini. Kami memiliki 90 persen. Anda ingin mengubah masyarakat asli menjadi minoritas di negara mereka sendiri? Dan itu sudah terjadi," kata Abdulkhaleq Abdulla, seorang ilmuwan politik di Dubai.

Dipa Nugraha, kandidat doktor di School of Languages, Lieratures, Cultures and Linguistics, Monash University, Australia, menyorotinya dari kaca mata pengungsi itu sendiri. Menurut dia, para pengungsi ini menganggap pengungsian ke arah selatan menuju negara seperti Saudi Arabia dan Kuwait sebagai pilihan yang kurang ideal bagi masa depan. Apalagi dengan keadaan Saudi Arabia dan Kuwait yang mendapat ancaman serangan dari ISIS dan sudah pernah berhasil diinfiltrasi oleh ISIS.

"Para pengungsi dari Suriah dan juga negara Timur Tengah lain akan memilih bermigrasi untuk menjalani hidup di Eropa. Bukankah di negara-negara Eropa yang makmur kecil sekali bakal mengalami kisah perang yang konon terpaksa dilakukan demi mengganti rezim yang berkuasa dan demi demokratisasi sebagaimana terjadi di banyak negara Timur Tengah?," tulisnya dalam sebuah tulisannya berjudul Perang di Suriah dan Kisah Para Pengungsi yang dia lansir pada 6 September.

"Benar bahwa Yordania –juga Lebanon– dengan bantuan Arab Saudi telah memberikan fasilitas yang baik kepada para pengungsi Suriah, begitu juga Kuwait dan Qatar memberikan donasi yang luar biasa kepada pengungsi Suriah. Namun dengan berita berseliweran mengenai ancaman ISIS yang serius akan menerjang negara lain di Timur Tengah, bukankah keluar dari Timur Tengah adalah lebih menenangkan hidup mereka?"

Ia juga mengutip pendapat Tariq Al Shammari, ketua the Council of Gulf International Relations uyang mengatakan bahwa berita yang beredar di media massa Barat mengenai penafian sumbangsih negara-negara Teluk di dalam membantu pengungsi Suriah adalah ‘nonsense‘ dan ‘unfair‘.

Tariq Al Shammari mengatakan bahwa negara-negara Eropa baru mulai koar-koar mengenai krisis para pengungsi Suriah hanya setelah para pengungsi mulai banyak menerobos pantai-pantai mereka. Masih relevan dengan bagaimana media massa Barat tidak adil di dalam memberitakan krisis para pengungsi Suriah, angka-angka yang beredar mengenai jumlah pengungsi di negara-negara Teluk tetangga Suriah tidak sesuai dengan data lapangan yang diutarakan oleh Nabil Othman. Nabil Othman yang merupakan acting regional representative untuk wilayah Teluk di badan kemanusiaan PBB yang mengurusi pengungsi UNHCR menunjukkan data bahwa di Saudi Arabia sendiri ada 500.000 pengungsi Suriah yang di dalam dokumen resmi Saudi Arabia disebut sebagai “Arab brothers and sisters in distress.”

Masyarakat awam sendiri ikut menduga-duga, sikap diam negara-negara Teluk untuk menerima para pengungsi tersebut bisa jadi juga dilatari kekhawatiran bahwa para pengungsi itu akan menjadi masalah di dalam negeri. Beberapa hari belakangan beredar video di media sosial yang menggambarkan sikap buruk para pengungsi yang terlalu banyak menuntut. Dalam video tersebut, digambarkan banyak pengungsi yang meminta disediakan tempat pengungsian yang lebih layak. Mereka juga memilih-milih makanan. Mereka bahkan melempar dan membuang makanan yang sudah disediakan para relawan.

"Banyak yg ngamuk krn nuntut makanan nya harus halal, helaaaaw...they're not in the position of choosing what thet want to eat," kata seorang netizen. (indiatimes.com dan sumber-sumber lain)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home